KOMPAS.com – Majelis Ulama Indonesia ( MUI) menegaskan aspek kehalalan atas produk vaksin virus corona harus tetap diperhatikan.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh mengungkapkan, tidak ada masalah apabila proses produksi vaksin tersebut memenuhi standar halal.
Namun apabila proses produksi vaksin tidak memenuhi standar halal, tetapi sudah memenuhi aspek keamanan, maka yang harus dilihat adalah besar-kecilnya manfaat.
“Prinsipnya bisa jadi boleh menggunakan suatu zat yang asalnya tidak halal, dalam hal ini haram, untuk digunakan untuk tujuan yang lebih besar, tetap dia haram tetapi bisa dibolehkan,” ujar Asrorun seperti dikutip dari Kompas.com, Sabtu (12/12/2020).
Menurutnya, aspek kedaruratan juga menjadi faktor yang mempengaruhi halal atau haramnya vaksin tersebut.
Namun, ia mengingatkan, kedaruratan tersebut sangat tergantung pada kondisi faktual, misalnya, apabila ada beberapa alternatif obat.
Baca juga: 6 Negara yang Setujui Penggunaan Vaksin Covid-19 Pfizer
Lantas, bagaimana sebenarnya syarat dan prosedur sertifikasi halal MUI?
Syarat
Dikutip dari laman resmi MUI, bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI, baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), rumah potong hewan (RPH), restoran, katering, dapur, maka harus memenuhi persyaratan sertifikasi halal berikut:
Manajemen puncak harus menetapkan kebijakan halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.