Jakarta: Pasar Muamalah dinilai tak sekadar ingin membangkitkan ekonomi masyarakat. Usaha tersebut dipakai Zaim Zaidi, pencetus Pasar Muamalah, untuk membangkitkan sistem khilafah di Indonesia.
“Dia (Zaim Zaidi) mengatakan bahwa kegiatan transaksi, termasuk transaksi ekonomi, harus berdasarkan sistem khilafah zaman Rasullullah,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa Rudy S Kamri dalam diskusi Chrosscheck by Medcom.id, dengan tema “Khilafah Berkedok Pasar Muamalah?”, Minggu, 7 Februari 2021.
Rudy menduga hal itu usai menganalisa pola berpikir Zaim. Dia menggabungkan motivasi awal pembentukan Pasar Muamalah dan saat Zaim menginisiasi usaha yang menggunakan dinar dan dirham sebagai alat transaksi.https://be99c8e90f86e099687b42c97ebbb7fd.safeframe.googlesyndication.com/safeframe/1-0-37/html/container.html
“Ini menurut saya sudah ada intent (bermaksud) ke arah sana. Saya tidak melihat hanya kegiatan pasar kaget yang hanya dua minggu sekali ya. Tapi melihat dari intent atau tujuan,” ujar Rudy.
Cara berpikir Zaim pun dinilai tidak sesuai dengan ideologi bangsa. Dia meyakini Zaim ingin menyusupkan pemahaman khilafah dalam berniaga sejak lama.
“Kalau kita lihat di beberapa berita pada 2010 yangf kita kumpulkan, pernyataan mas Zaim Zaidi itu dia punya pendapat yang berbeda. Sehingga, beliau mempunyai inisiasi membuat pasar seperti ini,” tutur Rudy.
Baca: Profil Zaim Saidi, Alumnus IPB yang Menerima Merdeka Fellowship
Sebelumnya, polisi menangkap Zaim Saidi pada Selasa, 2 Februari 2021. Dia diduga melanggar aturan terkait mata uang. Zaim mendirikan Pasar Muamalah di Depok sejak 2014. Pasar penyedia sembako, makanan, minuman, dan pakaian itu bertransaksi jual beli bukan dengan rupiah, melainkan dinar dan dirham.
Dia memesan langsung dinar dan dirham itu ke PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Dinar dan dirham dicetak dengan mencantumkan tulisan Kesultanan Bintan Darul Masyur Sultan Haji Husrin Hood, Amir Zaim Saidi Amirat Nusantara, Amir Tikwan Raya Siregar, dengan harga sesuai acuan Antam.
Zaim Saidi terancam pasal berlapis. Pertama, dia dikenakan Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman 15 tahun penjara. Dia juga dikenakan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang dengan ancaman satu tahun penjara dan denda Rp200 juta.
(SUR)