Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa Indonesia bukan negara Islam , tetapi bisa dibangun menjadi negara Islami. Hal ini diungkapkan Mahfud dalam sambutannya pada acara peluncuran dan bedah dua buah buku karya Prof. Dr. Masykuri Abdillah, yakni Islam Agama Kedamaian, serta Islam dan Etika Kehidupan Berbangsa secara virtual, Kamis (25/11/2021).
Dia menjelaskan Indonesia sebagai produk perjuangan dan produk jihad sudah menjadi negara Pancasila. “Indonesia bukan negara Islam, tapi istilah Kyai Ma’ruf Amin itu negara berkesepakatan, negara perjanjian yang kemudian kita sebut negara Pancasila. Negara Indonesia bukan negara Islam, tetapi bisa kita bangun menjadi negara Islami. Bukan negara Islam, tapi negara Islami,” kata Mahfud.
Lalu, apa itu negara Islami? “Yaitu keberlakuan nilai-nilai dasar islam di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus menyebut bahwa itu Islam,” tuturnya.
Mahfud mengatakan banyak nilai-nilai Islami yang mengandung nilai universal. “Misalnya kalau persamaan derajat, soal hak asasi manusia, soal pemerintahan yang adil, soal apa? Menjaga lima hal yang dilindungi oleh SARA, itu maksudnya melindungi kebebasan beragama, melindungi jiwa, melindungi harta, menjaga keturunan, menjaga otak,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, dia juga menjelaskan Indonesia merupakan negara kesepakatan dari pertentangan tokoh-tokoh pendiri bangsa yakni Soekarno (Bung Karno) dan Mohammad Natsir. “Sebagai negara kesepakatan, saya singgung sedikit, karena ini memang dulu ada pertentangan yang tajam antara kelompok yang ingin negara sekuler yang diwakili oleh Bung Karno, itu 1938 jelas bahwa kalau Indonesia besok akan merdeka harus menjadi negara sekuler seperti Turki di bawah Kemal Ataturk, itu tulisannya sampai pada waktu itu. Kata Bung Karno pada waktu itu, kalau negara disatukan dengan agama itu negara mundur,” ungkap Mahfud.
Lalu, kata Mahfud, ada Natsir yang menegaskan jika ingin mendirikan negara demokrasi harus negara Islam. “Kalau mau demokrasi beneran ya negara Islam, karena Indonesia mayoritas Islam ya harus negara Islam, nah di situ Islam menyediakan seluruh perangkat yang diperlukan di zaman modern,” imbuhnya.
Namun, kedua pemikiran tersebut akhirnya disatukan dan bermuara untuk mendirikan negara Pancasila. “Nah itulah pertentangan yang sangat tajam lalu bermuara pada lahirnya tidak Soekarno, tidak Natsir tapi Soekarno dan Natsir dan umat Islam dan seluruh rakyat yaitu kesepakatan bahwa kita mendirikan negara Pancasila. Di situ semua perbedaan disatukan,” pungkasnya.