Sebagian pengamat menyatakan bahwa cara bagaimana program pocil di Indonesia diterapkan mungkin tidak ditemui di negara-negara lain, terutama dengan teknik dan cara-cara bagaimana menanamkan ide tentang polisi, pemolisian, fungsi penggunaan seragam dan hasil yang diharapkan. Menurut psikolog Ann Gadzikowski, penanaman konsep-konsep tersebut harusnya dilakukan dengana hati-hati dan harus menurut konsep-konsep psikologi anak yang terbaik. Dari program yang telah diterapkan di Indonesia, tampaknya anak-anak dilatih untuk menengok ke atas, belajar menghormati pada penguasa seperti pejabat di mana disiplin berarti mengikuti perintah dari pelatih tanpa ada ruang untuk mempertanyakan mengapa harus dilakukan seperti itu.
Jakarta, 2 Mei 2021. Elemen pendidikan bagi Polri sangat vital, apalagi bila berkaitan dengan generasi muda.institusi pendidikan maupun upaya-upaya sosialisasi dan promosi penegakan hukum masyarakat luas di Indonesia. Salah satu upaya Polri memperkenalkan dan mendekatkan tugas-tugas dalam masyarakat Indonesia adalah penerapan program Polisi Cilik (pocil) yang kini sudah berjalan cukup lama dan telah mendapat sambutan luas dan istimewa di Indonesia. Dari Barat hingga ke Timur, polres-polres seluruh Indonesia tampak turut aktif menyukseskan kegiatan tersebut di daerah masing-masing. Program pocil begitu populer seperti sering dilaporkan dalam berbagai media massa, media sosial dan sebagainya. Berbagai foto dan video mudah ditemui merajai konten-konten populer di platform-platform media sosial antara lain di Facebook, Youtube, Instagram, Tiktok dan seterusnya.
Program Pocil adalah dibentuk dengan visi dan misi sebagai mitra masyarakat, untuk mendidik nilai dan moral anak agar menjadi contoh bagi anak-anak lainnya terutama di lingkungan sekolah. Selain tujuan memberi pendidikan ilmu kepolisian kepada anak sejak dini, program ini disebutkan, juga bertujuan menanamkan kebiasaan disiplin dan percaya diri serta dimaksudkan sebagai sarana untuk menciptakan keakraban antar siswa. Dalam program pocil, biasanya, siswa-siswa SD yang dianggap berprestasi disaring untuk dilatih Polri. Tidak jarang kalangan guru profesional spesialis pendidikan anak ikut dilibatkan dalam kegiatan ini. Hasil pelatihan dari program pocil diharapkan dapat mencerminkan perilaku Polri dalam upaya merangkul dan bersahabat dengan masyarakat.
Polresta Bandung adalah salah satu contoh Polresta yang rutin dan sukses menghadirkan kegiatan pocil dari sejumlah sekolah TK maupun Paud di Kabupaten Bandung . Mereka mengikuti pendidikan polisi cilik (pocil) di Mako. Program pocil juga dimaksudkan untuk memberikan pendidikan nilai-nilai budaya dan budi pekerti kepada anak sejak dini, agat mempersiapkan anak-anak menjadi pemimpin masa depan. Selain itu, program ini juga berguna melatih kedisiplinan, tanggung jawab dan sifat taat aturan untuk di masa depan. Di antara pengikut program ini, ditanamkan pula kesadaran berlalu lintas maupun aturan-aturan publik lainnya. Anak-anak biasnaya akan diajak berkeliling Polres Bandung untuk mengetahui apa isi kantor polisi di Bandung. “Diharapkan ketika dewasa mereka masih akan tetap menjalankan nilai-nilai yang telah kami tanamkan sejak usia dini,” Kata Kapolresta Bandung Kombes Pol Hendra Kurniawan.
Mereka dijadikan contoh bagi lingkungan sekolah dan rumah mereka, untuk kedisiplinan, tanggungjawab maupun aturan-aturan. Mereka amat diharapkan lewat cara ini, akan muncul bibit-bibit pemimpin bangsa Indonesia di masa mendatang. Menurut Kompol Jumanto, hadirnya polisi cilik adalah amat penting dalam mendidik tertib lalu lintas. Itu sebabnya pihak kepolisian berusaha mengenalkan pembelajaran berlalu lintas tersebut sejak dini. Bila ini berhasil, diharapkan mereka akan bisa menjadi pelopor keselamatan berlalu lintas dan diharapkan mereka akan bersemangat dan termotivasi agar mencintai Polri.
Kegiatan pocil di Polresta Bandung merupakan bagian yang melibatkan ribuan anak Indonesia di seluruh Indonesia. Di banyak tempat, pocil bagian dari kegiatan program ekstrakurikuler di sekolah, yang bertujuan menjalin tali silaturahmi antar Sekolah Dasar negeri, menambah ilmu kepolisian secara dini serta menumbuhkan sikap mandiri, tangguh, disiplin dan percaya diri yang lebih besar. Polres Indramayu menyeleksi peserta pocil dari setiap sekolah dasar berdasarkan ranking dari 1 sampai 10 siswa kelas 3-4 SD hingga kelas 6 semester pertama. Pengikut program pocil biasanya akan mengenakan seragam polisi dan aktif mengikuti aneka kegiatan yang dipenuhi latihan-latihan dan persiapan di bawah binaan Polri. Kegiatan itu seringkali diperlombakan dan sering disesuaikan dengan program pemerintah dan Polri. Misalnya ketika bila ada operasi tertentu sering diikutsertakan. Mereka juga sering hadir dalam berbagai acara tatanan nasional maupun lokal.
Setiap ada kompetisi, mereka giat berlatih dan hadir ketika Polri merayakan Hari Bhayangkara. Atau juga ketika ada upacara tujubelasan dilaksanakan di tingkat lokal maupun nasional di seluruh Indonesia. Para polcil biasanya akan dielu-elukan oleh lingkungan Kepolisian dan juga Bupati atau walikota setempat karena ketika beraksi, mereka dianggap menghibur, polahnya lucu dan menggemaskan, ketika menampilkan atraksi-atraksi menarik menjadi kesenangan yang tersendiri.
Latihan Dan Lomba Baris-Berbaris
Menurut Korlantas Polri, program pocil merupakan program unggulan selain pembentukan karakter anak bertajuk patroli keamanan sekolah. Program ini sejalan dengan program prioritas Presiden RI Joko Widodo yang bertujuan membangun SDM Indonesia yang unggul. Mereka dilatih secara fisik, melakukan aksi baris-berbaris menggunakan aneka antribut lengkap kepolisian. Selain itu mereka juga diajarkan tarian tradisional agar dapat tampil di panggung utama. Diajarkan pula membentuk barisan, bersuara lantang, membentuk konfigurasi. Dan sebagainya. Bila ada perlombaan, maka mereka dilatih intensif selama beberapa waktu. Mereka juga sering meneriakkan sejumlah yel-yel beruisi kalimat mendukung upaya memberantas kejahatan, narkoba, korupsi, dan nepotisme.
Disebutkan bahwa kegiatan baris-berbaris merupakan wujud latihan fisik yang diperlukan demi menanamkan kebiasaan disiplin dalam tata cara kehidupan anak. Tujuannya menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas, rasa persatuan, dan disiplin sehingga selalu dapat mengutamakan kepentingan tugas di atas kepentingan pribadi dan menanamkan rasa tanggung jawab. “Dari lomba baris-berbaris ini, yang dicari adalah kekompakan dan kerapian tim, seragam, keindahan, dan sebagainya. Yang diajarkan kepada anak adalah disiplin dan bertanggung jawab. Reformasi mental masyarakat Indonesia bisa dimulai dari usia dini seperti dalam program ini.” kata Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana.
Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan bahwa permasalahan di bidang lalu lintas khususnya lalu lintas jalan raya bermuara pada terjadinya gangguan keamanan, keselamatan dan ketertiban lalu lintas termasuk kemacetan lalu lintas, pelanggaran lalu lintas, dan kecelakaan lalu lintas. “Ketiga aspek tersebut baik pelanggaran lalu lintas kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas itu biasanya diawali oleh faktor pengendara yang tidak tertib dalam berlalu lintas, dan korban fatalitas kecelakaan banyak usia produktif,” jelasnya. “Hal ini tentunya memerlukan perhatian khusus untuk menanggulanginya. Salah satu caranya adalah penanaman nilai disiplin, etika, dan budaya berlalu lintas sejak usia dini, seperti yang dilakukan pada pembinaan dan pelantikan Patroli Keamanan Sekolah (PKS) serta Polisi Cilik (Pocil),” tambahnya.
Pihaknya berharap mampu menumbuhkan motivasi dan semangat memahami peraturan perundang-undangan bidang lalu lintas serta upaya menggelorakan budaya keselamatan berlalu lintas demi terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. “Penanaman kesadaran hukum dan ketaatan warga masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan khususnya di bidang lalu lintas sejak usia dini diharapkan menjadi aset bangsa yang disiplin, patuh hukum dan terlindung melalui penanaman disiplin berlalu lintas dan pentingnya berperilaku yang baik dan benar di jalan raya,” tuturnya. Tidak hanya pada Korlantas Polri namun di seluruh Polda se-Indonesia, pola pendidikan dan pembinaan bersifat fisik dan baris berbaris digunakan untuk menggali potensi anak untuk mencakup ilmu pengetahuan, ketaqwaan, kepribadian, kedisiplinan, seni, etika dan moral serta ilmu lalu lintas.
“Adapun kemampuan baris berbaris dijadikan dasar karena dalam peraturan baris berbaris mengandung banyak nilai seperti kedisiplinan, kesetiaan dan kekompakan sehingga nantinya patroli keamanan sekolah (PKS) dan polisi cilik (Polcil) ini menjadi generasi muda yang tangguh. Diharapkan adik-adik PKS dan Pocil setelah dilantik mempunyai motivasi dan kebanggaan melakukan kegiatan menggelorakan kamseltibcar lantas tambahnya. ”Diharapkan tidak hanya akan menampilkan gerakan pengaturan lalu lintas, baris berbaris, dan senam lantas. tetapi menjadi duta dari kepolisian dalam merajut hubungan dengan masyarakat dan menjadi ikon pelopor keselamatan, serta menjadi duta sekolah, duta kota, duta atas dirinya sendiri dalam menyongsong masa depan dengan karakter yang kuat,”.
Pelatihan Lingkungan Hidup
Ternyata program pocil pernah diadakan pula sebagai kegiatan pelatihan lingkungan hidup darn kehutanan badan penyuluhan dan pengembangan SDM Kementrian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Dikmas Korlantas Polri pada November 2019 pernah menyelenggarakan pelatihan. Kegiatan ini mengajak 160 siswa dari berbagai sekolah dasar berlatih menjadi polisi cilik bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Dalam pelatihan tersebut, para polisi cilik LHK ini diberikan materi terkait apa saja wujud perilaku yang mencerminkan kecintaan pada lingkungan dan kehutanan seperti mengurangi penggunaan sampah plastik, tidak buang sampah di sungai, melakukan penanaman pohon pada lahan kritis/tidak bervegetasi, tidak membakar sampah sembarangan yang dan lain sebagainya, serta materi dasar tentang tugas-tugas polisi kehutanan dan penegakan hukum yang dibawakan oleh Instruktur dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum LHK dan Kepolisian Republik Indonesia.
Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan “Dengan pelatihan 160 Polisi Cilik LHK ini, diharapkan dapat menanamkan kepada mereka nilai disiplin diri, taat hukum, berperilaku mencintai lingkungan hidup dan hutan serta siap untuk menjadi polisi, menegur, mengingatkan dan menjelaskan terhadap teman, keluarga dan warga masyarakat lainnya yang melanggar peraturan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan”.
Tidak Hanya Anak Sekolah
Pada 2013, program pocil ternyata tidak hanya menyasar anak sekolah namun juga pernah melibatkan anak jalanan. dalam Lomba Polisi Cilik 2013. Tentu saja hal ini memberikan harapan baik untuk juga melibatkan kelompok anak yang tidak bersekolah. Dua puluh empat anak-anak dilaporkan tampil rapi memakai seragam polisi. Dengan langkah tegap, mereka memasuki Mall Central Park, Jakarta Barat. Sepatu hitam yang mereka kenakan baru. Begitu pula dengan sabuk yang melengkapi celana necisnya. Mereka semua memakai baret dengan logo polisi. Kaus tangan berwarna putih menambah kesan gagah terhadap penampilan mereka.
Apakah Program Pocil Perlu?
Sebagian pengamat menyatakan bahwa cara bagaimana program pocil di Indonesia diterapkan mungkin tidak ditemui di negara-negara lain, terutama dengan teknik dan cara-cara bagaimana menanamkan ide tentang polisi, pemolisian, fungsi penggunaan seragam dan hasil yang diharapkan. Menurut psikolog Ann Gadzikowski, penanaman konsep-konsep tersebut harusnya dilakukan dengan hati-hati dan harus menurut konsep-konsep psikologi anak yang terbaik. Dari program yang telah diterapkan di Indonesia, tampaknya anak-anak dilatih untuk menengok ke atas, belajar menghormati pada penguasa seperti pejabat di mana disiplin berarti mengikuti perintah dari pelatih tanpa ada ruang untuk mempertanyakan mengapa harus dilakukan seperti itu.
Anak-anak terutama pada usia Sekolah Dasar merupakan kelompok usia yang sedang mencari dunianya, identitas, kesempatan dan mencari pengalaman. Hanya pengalaman yang membekas dan positif yang diperlukan. Tidak boleh kita menanamkan kepada anak usia tersebut mengenai romantisime atribut seragam dan mengajarkan kepada mereka bahwa kerja menjadi polisi adalah menyenangkan dan jauh dari sifat-sifat yang bertentangan dengannya termasuk ide-ide tentang kekerasan dan hak asasi manusia. Bila tidak hati-hati, kal ini jelas akan dapat menimbulkan kesalahpahaman pada anak-anak terutama yang usia dini. Karenanya, program polisi cilik seharusnya dibuat sebagai suatu program yang mampu mendiskusikan pengetahua hakiki tentang polisi, kualitas polisi yang baik dan alasan mengapa seseorang dipenjarakan dalam bahasa.
Adalah perlu sesi-sesi dalam program itu, yang tidak hanya mengajarkan anak-anak dengan latihan fisik namun juga untuk berdiskusi, mendengarkan pendapat dan suara mereka dan dibicarakan secara jujur, yakni seputar tugas polisi dalam masyarakat dan juga tantangan-tantangannya dalam penengakan hukum. Cara-cara pendekatan seperti di atas antara lain diterapkan di negara seperti halnya Australia, dimana anak sejak dini sudah belajar mengenai polisi, pemolisian dan penegakan hukum tidak harus seolah menjadi miniatur dari seorang polisi.Namun Indonesia tampaknya sah-sah saja untuk memiliki pendekatan dan maksud yang tidak sama dengan cara berfikir yang berbeda dengan advis psikologi anak soal bagaimana memperkenalkan konsep kepolisian dalam konteks negara.
Menganalisa Program Pocil di Indonesia
Bila kita melihat kembali secara seksama filosofi dan tujuan yang ada di belakang program Pocil di Indonesia, tampaknya aktivitas begitu penting dan ideal dalam kerangka mendidik masyarakat di Indonesia usia muda untuk tumbuh menjadi warganegara yang baik. Peserta program ini juga sudah demikian banyak jumlahnya, yakni hingga ribuan, tersebar di berbagai daerah dan diminati secara luas seperti tampak dari berita-berita seputar kegiatan pocil dalam 5 tahun terakhir ini.
Pertanyaannya adalah apakah benar berbagai kegiatan pocil di Indonesia itu memang terbukti telah berhasil membantu upaya mewujudkan reformasi mental di masyarakat Indonesia pada usia dini yang digembar-gemborkan? Tampaknya perlu sekali usaha menguji seberapa efektif program ini dijalankan selama ini. Menurut sosiolog Ally Murray, juga akan sangat menarik sejauh mana kontribusi kegiatan ini tidak saja terhadap program kemitraan Polri dengan masyarakat, namun juga sebagai upaya gerakan pendidikan mental di kalangan masyarakat utamanya usia dini. Pada beberapa berita disebutkan sulit sekali seorang siswa lolos dari seleksi yang panjang prosesnya. Karenanya, tidak sedikit yang mempertanyaakan seberapa laik model-model pelatihan pocil untuk anak-anak di usia pertumbuhan tersebut, apakah model pendekatan latihan-latihan militeristik dan maskulinitas memang sudah tepat?
Harus diakui bahwa partisipasi siswa dalam program ini tidak selamanya sesuatu yang menyenangkan, namun karena lebih mengincar ‘rewards’ berupa piagam maka sering ada motif keterlibatan dalam program ini. Ekses program pocil yang berkaitan dengan isu di atas antara lain tampak pada berita di Radar Jember (15/3/21), di mana peserta pocil mempertanyakan kegunaan sertifikat pocil yang tidak bisa digunakan untuk pendidikan anak ke jenjang selanjutnya. Umum bagi pengikut program ini mengincar perolehan piagam sertifikat pocil bukti menjuarai lomba-lomba digunakan untuk mendaftar masuk seleksi SMP jalur khusus prestasi di suatu tempat . Di Lumajang, mereka merasa kecewa ketika sertifikat beregu Pocil tidak bisa diterima.
Kenyataan di atas memperlihatkan sesuatu yang ironis ketika membicarakan soal reformasi mental versus situasi sebenarnya yang terjadi. Motif dan manfaat selama mengikuti program pocil, bila sudah tepat, seharusnya tidak dikalahkan dengan mental wali atau orang tua mereka sekadar memerlukan sertifikat. Ini tak ubahnya seperti refleksi mental kebanyakan orang Indonesia mencari ijazah dan mengabaikan esensi dari pentingnya ilmu pengetahuan di belakangnya. Kritikan-kritikan dan pandangan mengenai program pocil lain juga menunjukkan bahwa program ini tampaknya juga masih ‘top down’ atau kurang mengaspirasi respon dan keinginan masyarakat tentang bagaimana seharusnya program seperti ini dikelola untuk hasil lebih baik. Program-program sejenis ini di Australia misalnya, karena melibatkan sekolah, orangtua, kepolisian maupun negara, perlu mekanisme agar lebih efektif dan berguna lewat pemberian suara dari pemangku-pemangku kepentingan lainnya.
Akhirnya dengan tersedianya website yang mengcover keseluruhan kegiatan-kegiatan pocil dan keterbukaan akses misalnya, akan dapat diperoleh hasil yang lebih baik untuk evaluasi-evaluasi ke depannya. Bila hal-hal tersebut bisa dijalankan, program Pocil yang telah berjalan cukup lama itu, tidak saja menjadi besar namun juga dioperasikan berdasarkan masukan-masukan dan pengalaman di negara-negara lain. (ISK – dari berbagai sumber).