Politikua oposisi telah mengkritik langkah tersebut, menuduh itu mencerminkan sikap anti-Muslim yang mengeras di negara mayoritas Hindu itu.
Pemimpin senior oposisi negara bagian Debabrata Saikia mengklaim undang-undang baru itu disahkan oleh BJP untuk “mengkonsolidasikan lebih banyak suara Hindu.”
“Itu adalah taktik polarisasi,” kata Saikia.
“(BJP) sedang mencoba melakukannya dalam kapasitas resmi. Tidak perlu ada undang-undang.”
Politisi oposisi dari Partai Kongres India dan Front Demokratik Bersatu Seluruh India melakukan pemogokan selama pembahasan RUU tersebut.
Menurut ketua Dewan Pendidikan Madrasah Assam, Imran Hussain, sekitar 700 sekolah akan terkena dampak.
“Jika orang tua mengirim anak-anak mereka ke madrasah hanya untuk studi teologis, mereka mungkin mendapat masalah,” kata Hussain.
“Tapi saya percaya pada pendidikan yang baik, dan jika (siswa) diberikan pendidikan umum, itu akan bagus. Itu tidak meremehkan komunitas (Muslim). Ini bukan kebijakan yang ditujukan untuk melawan Muslim.
“Saya berharap dengan undang-undang baru ini, (pemerintah) meningkatkan infrastruktur di madrasah.”
Diskriminasi agama di Assam menjadi topik perdebatan tahun lalu, ketika hampir 2 juta orang di negara bagian 33 juta tidak dimasukkan dalam National Register of Citizens (NRC) (Daftar Warga Nasional) negara itu.
Para pendukung berpendapat NRC akan menyaring imigran ilegal Bangladesh. Tetapi para kritikus mengecam langkah tersebut, dengan menyatakan itu adalah upaya BJP untuk menargetkan populasi Muslim di negara bagian itu yang telah ada di sana selama beberapa generasi, tetapi tidak dapat membuktikannya dengan dokumentasi yang diperlukan.