REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Memasuki tahun 2021, edukasi tentang Covid-19 tetap digalakkan demi menekan angka penyebaran. Koordinator Satgas NU Peduli Covid-19, dr Makky Zamzami, menyebut pihaknya memanfaatkan kearifan lokal dalam memberikan edukasi, agar lebih efektif.
Setelah 10 bulan Satgas NU Peduli Covid-19 menjalankan edukasi, pihaknya menilai setidaknya ada tiga cara yang bisa digunakan agar proses edukasi ini berjalan efektif. “Menurut kami, edukasi yang paling efektif itu yang memanfaatkan kearifan lokal. Bisa melalui budaya atau bahasa lokal,” kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (3/1).
Sepanjang Maret sampai Desember 2020 kemarin, ia juga melihat ada banyak variasi kendala yang dihadapi dalam membagikan informasi kepada masyarakat. Salah satunya, masyarakat diberondong dengan informasi yang itu-itu saja dan membuat jenuh.
Melihat hal itu, Satgas NU Peduli berusaha mengubah polanya. Cara yang digunakan yaitu membuat video edukasi dalam berbagai versi, menyamakan dengan kondisi di masyarakat.
Di akun Youtube, sudah Satgas NUPeduli, sudah disediakan beberapa versi pendekatan edukasi. Mereka mencoba membuat suasana seperti di pesantren, warung kopi, maupun saat membeli makanan ringan pentol.
“Dengan adanya video ini, diharap masyarakat lebih memahami tanpa terkesan digurui, karena bahasa yang dipakai sesuai dengan bahasa di masyarakat,” ujarnya.
Selain membuat video pendek, ada cara lain yang Satgas NU gunakan untuk edukasi. Mulai dari memanfaatkan media sosial, membuat meme, serta adlib yang disiarkan melalui mobil edukasi keliling NU.
Cara kedua yang dinilai efektif dalam membantu proses edukasi adalah menggunakan pihak yang sudah terpapar Covid-19. Penyintas Covid-19 ini dinilai memiliki pengalaman yang lebih dalam hubungannya dengan virus ini.
Satgas PBNU lantas menyusun suatu komunitas yang diberi nama Sucovi atau Survival Covid Indonesia. Wadah komunitas Sucovi ini diluncurkan dan dideklarasikan pada 31 Desember.
Tujuan didirikannya komunitas ini adalah membantu dalam mengarahkan atau mengedukasi masyarakat, dengan cara berbagi pengalaman yang pernah mereka hadapi. Selain itu, mereka yang bergabung nantinya bisa membantu masyarakat dengan mendonorkan plasma darahnya.
“Yang sudah bergabung ada 20 orang. Diharapkan ke depannya semakin massif yang bergabung dengan kita. Per-tanggal 1 Januari sudah ada aksi nyata dari komunitas mendonorkan plasmanya,” lanjut dr Makky.
Terakhir, edukasi yang efektif adalah promosi melalui tokoh-tokoh masyarakat, baik kiai atau ulama, serta komunitas di daerah. Satgas Covid NUPeduli berusaha melatih relawan dari komunitas yang ada, termasuk ibu-ibu pengajian, pesantren, karang taruna, komunitas anak muda.
Di era gencarnya pertukaran informasi melalui media sosial, dr Makky menyebut pihaknya sempat kesulitan dalam memberikan penjelasan terkait Covid-19. Selain banyak beredar berita palsu atau hoaks, dari sisi pemerintah kala itu tidak banyak melakukan balasan.
Namun seiring berjalannya waktu, respon dari pemerintah disebut semakin membaik. Pemerintah lebih sigap dalam membuat respon atas unggahan-unggahan palsu yang beredar.
“Menkes juga saat ini sudah memberikan jawaban atau klarifikasi untuk beberapa urusan dan memperjelas sejumlah tahapan. Komunikasi ini memang perlu dari pemangku kebijakan, yang nantinya kita teruskan ke masyarakat. Ini menjadi satu kesatuan yang nyata, jadi jangan kami berjuang sendirian,” kata dia.