Jakarta – Puluhan ribu warga Palestina mulai kembali ke wilayah utara Jalur Gaza yang hancur setelah gencatan senjata resmi antara Israel dan Hamas yang diberlakukan pada Jumat, 10 Oktober 2025. Ribuan keluarga, termasuk anak-anak dan lansia, berjalan kaki menuju Kota Gaza dengan membawa perabotan sederhana menggunakan berbagai kendaraan seperti mobil, van, dan gerobak keledai.
Banyak warga membongkar tenda darurat dari lokasi pengungsian untuk dipindahkan kembali ke atas reruntuhan rumah mereka. Gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat ini menimbulkan harapan baru agar perang yang telah berlangsung selama dua tahun dapat segera berakhir.
Menurut laporan Arab News, sejak Jumat pagi, ribuan warga berjalan menyusuri puing-puing rumah mereka di wilayah utara Jalur Gaza, sementara sebagian lainnya bergerak ke arah selatan Palestina. Sejumlah warga hanya menemukan sisa reruntuhan di tempat rumah mereka dulu berdiri. “Kami datang ke tempat yang tak bisa dikenali lagi. Kota ini seperti hilang dari peta,” ujar Hani Omran, salah satu warga yang kembali.
Data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikutip dari Al Jazeera mencatat lebih dari 67.000 warga Palestina tewas dan hampir 170.000 terluka sejak konflik ini pecah pada 7 Oktober 2023. Sekitar 90 persen dari dua juta penduduk Gaza juga kehilangan tempat tinggal selama perang berlangsung.
Gencatan senjata dicapai setelah tekanan diplomatik dari berbagai negara, termasuk AS, Mesir, dan Qatar. Presiden AS Donald Trump menyebut perjanjian ini sebagai “langkah pertama menuju perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah.” Warga Palestina seperti Jamal Mesbah merasa bahwa gencatan senjata ini mengurangi sedikit rasa sakit akibat kematian dan penderitaan yang dialami.
Kondisi di lapangan sangat memprihatinkan karena hampir tidak ada bangunan yang masih berdiri. Kebutuhan mendesak seperti tenda sangat diperlukan oleh keluarga yang mulai kembali. Di wilayah Khan Younis di selatan Gaza, banyak warga mendapati rumah mereka rata dengan tanah dan hanya menyisakan pakaian serta alat masak, seperti yang disampaikan Fatma Radwan.
Israel memberikan izin kepada PBB untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan mulai 12 Oktober 2025. Sebanyak 170.000 metrik ton pasokan telah disiapkan di Yordania dan Mesir, menunggu izin terakhir. UNRWA menyatakan ada sekitar 6.000 truk bantuan siap dikirim ke Gaza segera setelah jalur perbatasan dibuka.
Sejak Oktober 2023, lembaga kemanusiaan hanya mampu menyalurkan sekitar 20 persen dari total bantuan yang dibutuhkan. Selain itu, lima jalur perbatasan, termasuk perlintasan Rafah antara Gaza dan Mesir, akan dibuka kembali untuk mempercepat pengiriman bantuan dan mengurangi krisis kemanusiaan.
Koresponden Anadolu melaporkan bahwa warga menggunakan dua jalur utama yaitu Jalan Al-Rashid di barat dan Jalan Salah al-Din di timur untuk kembali ke wilayah utara Gaza. Namun, beberapa warga terpaksa mendirikan tenda di atas puing-puing rumah mereka yang hancur akibat serangan militer yang berlangsung selama dua tahun terakhir.
Penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut dilakukan secara bertahap hingga mencapai “garis kuning” pada Jumat, sesuai rencana yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada 29 September lalu. Penarikan mencakup wilayah Kota Gaza utara kecuali Shuja’iya dan sebagian Al-Tuffah serta Zeitoun, dan bagian tengah serta timur Khan Younis di selatan. Meskipun demikian, warga masih dilarang memasuki Beit Hanoun dan Beit Lahia di utara Gaza.
Lebih dari 5.000 misi kemanusiaan, kesehatan, evakuasi, dan bantuan darurat telah dijalankan dalam 24 jam terakhir di seluruh Gaza untuk mendukung warga yang pulang, terutama mereka yang kehilangan tempat tinggal dan membutuhkan bantuan medis.
Pada 8 Oktober 2025, Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa tahap pertama dari rencana 20 poin telah disetujui oleh Israel dan Hamas. Rencana ini mencakup gencatan senjata, pertukaran tawanan antara kedua belah pihak, serta penarikan bertahap pasukan Israel.
Tahap kedua rencana tersebut akan mencakup pembentukan pemerintahan baru di Gaza tanpa keterlibatan Hamas, pembentukan pasukan keamanan gabungan dari warga Palestina serta personel negara Arab dan Islam, serta pelucutan senjata Hamas.
Sejak terjadinya serangan pada Oktober 2023, perang telah menewaskan hampir 67.200 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, serta menyebabkan kondisi Gaza menjadi tidak layak huni. Upaya pengiriman bantuan dan proses pemulihan terus dilakukan untuk meringankan penderitaan warga yang terdampak konflik berkepanjangan ini.