Mencari solusi untuk menggiatkan perekonomian yang semakin terpuruk adalah perlu dilakukan meski dengan cara hati-hati dan perlahan. Meskipun demikian, menghidupkan kembali perekonomian secara perlahan-lahan pun, dalam situasi pandemi Covid-19 ini memerlukan syarat, kondisi dan kesungguhan. Belajar dari pengalaman negara lain seperti Australia, ada banyak persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar program tersebut bisa terdukung dan sukses diterapkan
Jakarta, 21 Juli 2021.Bagi masyarakat bawah yang jumlahnya tidak sedikit di Indonesia, menghadapi perpanjangan PPKM darurat seperti buah simalakama. Mematuhi aturan itu buat mereka secara tidak langsung menghentikan pencarian nafkah. Bila melanggar demi penghidupan, mereka jelas menyalahi kebijakan pemerintah dengan segala konsekuensinya. Rasa frustrasi dan jeritan mereka diekpresikan dengan berbagai cara dan medium. Misalnya di kota Bandung, telah muncul spanduk-spanduk yang berisi penderitaan pedagang dan pelaku usaha yang kolaps selama penerapan PPKM darurat ini.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turut menyatakan keprihatinannya. Ia menyatakan (19/7) PPKM Darurat yang diperpanjang dengan pola seperti sekarang, sungguh memberatkan masyarakat di wilayahnya. Ia meminta agar suara-suara masyarakat diperhatikan dan didengar. Pemerintah pusat diminta mencari penerapan cara-cara yang lebih lunak dan tidak memberatkan rakyat. Ia antara lain mengusulkan diberikannnya izin operasi warung asalkan tidak abai menerapkan prokes. Selain itu, ia menyarankan Pemerintah melakukan pendataan untuk bantuan kepada masyarakat yang tetap mau tinggal di rumah.
Meskipun sangat berat, menurut Presiden Jokowi, PPKM darurat merupakan kebijakan yang harus diambil pemerintah dan sulit dihindari. Tujuannya untuk menurunkan penularan Covid-10 dan mengurangi kebutuhan msyarakat atas pengobatan di rumah sakit. Selama ini semua rumah sakit memang sudah kewalahan mengurusi pasien Covid-19 dan pelayanan bagi pasien lain dengan penyakit kritis yang terbengkalai.
Rencana Pengendoran PPKM Darurat
Pada 20/7 lalu Kepala negara menyatakan: “Kita selalu memantau, memahami dinamika di lapangan, dan juga mendengar suara-suara masyarakat yang terdampak dari PPKM.” Penerapan PPKM darurat menurutnya sudah memperlihatkan kemajuan dalam penanganan pandemi, sebab penambahan kasus dan tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate) di rumah sakit sudah menurun. Karenanya, PPKM darurat menurut hematnya bisa mulai dikendorkan pada 27 Juli mendatang dan dilakukan secara bertahap tergantung situasi dan trend Covid-19.
Presiden juga memaparkan bahwa untuk tahap pertama, pusat-pusat perdagangan masyarakat seperti pasar tradisional yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari akan diizinkan buka hingga jam 20.00 dan kapasitas pengunjung sebanyak 50 persen. Untuk pasar tradisional yang menjual selain kebutuhan pokok sehari-hari akan dibolehkan buka sampai jam 15.00 asal kapasitas maksimalnya hanya 50 persen. Toko-toko kelontong, pedagang kaki lima (pinggir jalan, agen atau penjual voucher, pangkas rambut, penatu/londri, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan dan usaha kecil lain sejenis akan diizinkan beroperasi hingga jam 21.00. Sedangkan warung makan, lapak jajanan dan sejenisnya di tempat terbuka dibolehkan buka sampai jam 21.00 dengan maksimum waktu makan pengunjung hanya 30 menit.
Pengoperasian ini bisa diterapkan asalkan menuruti prokes. Pengaturan teknisnya juga diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemda akan diminta untuk memantau dan menciptakan kebijakan untuk wilayah masing-masing. Untuk kegiatan sektor esensial dan kritikal pemerintah maupun swasta, dan protokol perjalanan akan dijelaskan Presiden secara terpisah.
Menormalkan Kegiatan Sosial dan Ekonomi
Tentu saja inisiatif Pemerintah segera menormalkan pelan-pelan perekonomian Indonesia lewat pengendoran PPKM darurat merupakan sesuatu yang patut diapreasiasi. Ia menunjukkan upaya keras Pemerintah mencari solusi terbaik yang dibutuhkan masyarakat. Persoalannya adalah, apakah penerapan rencana tersebut akan bisa dijalankan dengan baik agar normalisasi kehidupan sosial ekonomiitu bisa pelan-pelan diterapkan dan pemerintah dapat lebih fokus pada sisi penanggulangan pandemi Covid-19?
Perlu dicatat bahwa upaya menanggulangi pandemi covid-19 dengan tetap menghidupkan ekonomi merupakan pilihan yang juga diambil oleh negara-negara lain seperti misalnya Australia. Pengalaman mereka bisa menjadi pelajaran untuk menilai elemen-elemen yang diperlukan agar program tidak alah menjadi blunder dan bisa efektif.
Pengalaman Australia
Berkaca pada pengalaman Australia, demi menjamin kesuksesan program ini diperlukan beberapa syarat dasar. Pertama, disiplin penerapan prokes yang tidak bisa ditawar-tawar terutama yang ditujukan bagi para pelaku usaha. Kedua jumlah orang yang melakukan testing di masyarakat juga harus ditingkatkan terus. Ketiga, jumlah masyarakat yang divaksinasi harus terus bertambah secara signifikan agar herd immunity bisa tercipta.
Baik selama lockdown maupun pengendorannya, lewat Menteri Kesehatannya Greg Hunt, masyarakat Australia selalu diminta sedapatnya menghindari kontak langsung dengan siapapun termasuk pelaku usaha. Sistem online digunakan seluas-luasnya untuk memenuhi semua keperluan tersebut. Ketika pandemi sudah dianggap dapat dikendalikan sistem lockdown di Australia juga dikendorkan. Pemerintah pelan-pelan membuka kembali peran pelaku dunia usaha untuk aktif dan tetap wajib mematuhi aturan pemerintah dan bila didapati melanggar, akan dikenakan denda yang amat tinggi.
Seperti yang dilakukan oleh negara bagian NSW Gladys Berejiklian, pelaku usaha, perusahaan dan pemerintah wajib menjalankan prokes ketat dan menyiapkan perangkat prokes yang memungkinkan mereka mampu melakukan surveilan, dengan mencatat nama-nama, nomor kontak dan waktu dari setiap orang yang ada di setiap venue yang ada dalam daftar Pemerintah.
Sistem pembayaran juga hanya boleh secara cashless dengan sisem tapping pada device yang tidak memerlukan kontak antara kustomer dengan pemilik usaha. Data registrasi seseorang akan langsung terhubung dengan sistem tracing pemerintah, dengan Apps yang sangat mudah dioperasikan. Mereka yang lupa atau tidak melakukan pendataan akan langsung terdeteksi dan otomatis dikirimi peringata lewat ponsel mereka. Jejak mereka antara lain dikethaui lewat kartu kredit atau sistem cash less pembayaran yang mereka gunakan. Bila seseorang terdeteksi positif Covid-19, Pemerintah dapat langsung mengetahuinya dan segera mengumumkan aktivitas yang bersangkutan secara detil, dari hari ke hari ketika sudah mulai berpotensi mentransmisikan varian baru Covid-19 di masyarakat tanpa disadarinya.
Semua hal berkenaan dengan prokes dan tracing ini, sesuai dengan amanat pemerintah pusat, dilakukan oleh pemerintah lokal dengan penuh disiplin dan menggunakan teknologi terbaru. Setiap pemerintah lokal juga melakukan contact tracing dan ter update terus-menerus lewat laman pemerintah dan platform sosial media yang secara efektif dioptimalkan 24 jam terus-menerus. Sistem pelaporan setiap pemerintah daerah juga standar dan sama, termasuk bagaimana penularan dari suatu negara bagian sampai di negara bagian lainnya.
Agar masyarakat yang tidak bisa bekerja mau mematuhi aturan lockdown pemerintah, mereka diberikan insentif pengganti jumlah jam kerja mereka yang hilang. Pemerintah juga berinisiatif untuk memberikan voucher-voucher gratis kepada masyarakat untuk dibelanjakan ke pelaku usaha yang terdampak dengan penerapan lockdown. Pemberian bansos serupa di Indonesia juga pernah diterapkan pada awal-awal pandemi di Australia namun tidak lagi diberikan karena dianggap hanya bantuan instan yang dampak berkelanjutannya bagi ekonomi tidak kondusif.
Sejak munculnya pandemi, perusahaan kecil dan menengah, termasuk pada pedagang yang terdaftar di Australia, disarankan pula tidak mem-phk karyawannya dan walau tidak sepenuhnya, gaji mereka akan disokong oleh Pemerintah selama lockdown berlangsung. Selain mereka, para pekerja tidak tetap atau musiman juga diminta mendaftarkan diri pada kantor Service Australia untuk mendapatkan kompensasi. Dengan pendekatan ekonomi seperti di atas, perekonomian masyarakat di Australia bisa tetap bisa berjalan meskipun tidak seratus persen dan amat membantu upaya pemerintah untuk fokus pada pandemi, terutama peningkatan vaksinasi di Australia yang masih belum mencapai target minimal.
Bagaimana Dengan Indonesia?
Pertanyaannya, apakah pembukaan pelan-pelan ekonomi di Indonesia sesudah PPKM darurat ini bisa efektif dijalankan bila elemen-elemen yang digunakan negara lain seperti Australia tidak tersedia? Presiden Jokowi menyatakan bahwa perlu kedisiplinan dalam penerapan prokes, isolasi yang bergejala dan pengobatan sedini mungkin bagi yang terpapar. Sementara itu berbagai jenis bansos (bantuan sosial) akan terus disalurkan kepada masyarakat seraya percepatan vaksinasi. Prokes ini memang penting sekali dilakukan secara ketat dan terukur. Selama ini, dalam konteks dunia usaha, banyak prokes yang tidak sesuai, misalnya penggunaan masker yang tidak benar, tidak tersedianya sanitasi yang cukup di tempat-tempat yang disebutkan dan tidak ada sisem tracing.
Dalam seting pasar tradisional, pedagang kaki lima dan usaha-usaha informal yang akan diawasi. Pertanyaannya adalah apakah jumlah kapasitas, jam buka dan prokes paling dasar bisa diterapkan dengan benar dan tepat dan bagaimana hal itu bisa terukur bila tidak ada sistem tracing canggih seperti yang diterapkan di Australia atau negara-negara maju lainnya? Belajar dari sistem yang diterapkan Australia selama ini, tampaklah bahwa diperlukan pula disiplin dan kesungguhan pemerintah daerahnya sebagai syarat utama. Hampir tidak mungkin pemerintah daerah hanya mengandalkan kemampuan aparat-aparat dan razia-razia saja. Jumlah mereka pun tidak cukup.
Upaya-upaya memberi edukasi kepada masyarakat menjadi sesuatu yang penting untuk mengimbangi dan menghindari kecenderungan aparat penegak hukum dan Pemerintah daerah yang telah bekerja ekstra keras namun kemudian menjadi arogan dan bringas dan tidak manusiawi. Pandemi harus dipahamitelah menciptakan rasa frustrasi dan depresi bagi siapapun termasuk paa pelaku usaha yang ingin bisa hertahan hidup.
Pemerintah sudah menyatakan akan mengintensifkan program perlindungan sosial (perlinsos) guna mengurangi dampak ekonomi pelaksanaan PPKM. Disebutkan telah dialokasikan tambahan anggaran perlindungan sosial Rp55,21 triliun berupa bantuan tunai, yaitu BST [Bantuan Sosial Tunai], BLT [Bantuan Langsung Tunai] Desa, kemudian PKH [Program Keluarga Harapan], juga bantuan sembako, bantuan kuota internet, dan subsidi listrik diteruskan.” Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif bagi pelaku usaha mikro informal. Intensif ini akan diberikan kepada sekitar satu juta usaha mikro yang masing-masing menerima sebesar Rp1,2 juta.
Pernyataan Pemerintah pusat agar penyaluran bansos bisa dilakukan dengan lancar menunjukkan bahwa tidak semua kegiatan bansos berjalan dengan mulus. Pembagian dan penyaluran bansos di Indonesia ternyata masih sering tersendat. Penyaluran bansos selama ini diberikan terhadap kelompok masyarakat yang sudah terdaftar. Namun bagaimana dengan mereka yang juga sangat memerlukan tapi tidak terdaftar karena jenis pekerjaan mereka, misalnya para pekerja musiman/informal. Jumlah mereka di seluruh Indonesia tidaklah sedikit, namun seperti yang diberitakan dalam media massa dan media sosial, mereka sangat menderita karena kontrol mobilitas selama PPKM darurat ini.
Berita-berita di media menyatakan bahwa syarat KTP telah menjadi masalah dengan penduduk musiman tidak kebagian bansos, bahkan jatah mereka disinyalir dikorupsi elit politik setempat sehingga potensi konflik menjadi besar karena tidak dapat dimonitor. Kenyataan di lapangan seperti ini jelas menunjukkan bahwa program malah menyengsarakan rakyat. Namun lebih jauh lagi, sebagian pengamat melihat bahwa bisa saja masalah bansos ini sebenarnya bersifat politis untuk menjegal pemerintahan pusat. Menurut ketua DPP PPP Achmad Baidowi, Kemenkop seharusnya menjadi lembaga yang terdepan dalam penyaluran bantuan kepada para pelaku UKM. Para pelaku UMKM selama PPKM darurat ini kondisinya semakin kolaps. Capaian-capaian ekonomi selama pandemi menurutnya tidak maksimal dan realistis. Pemerintah menurutnya harus bisa memberikan solusi, terutama selama penerapan PPKM darurat yang diperpanjang ini.
Terakhir, Soal Vaksinasi
Mengenai masalah vaksinasi yang juga vital untuk menormalisasi perekonomian masyarakat, ternyata juga masih ada keluhan. Gencarnya promosi ajakan vaksinasi telah membuat masyarakat berduyun-duyun mendatangi tempat-tempat yang ditentukan, namun antisipasi pemerintah tidak selalu bagus. Di beberapa tempat termasuk yang dikelola oleh jajaran aparat TNI/kepolisian, walaupun mereka telah mau menunnggu dan antri berjam-jam, pas giliran mereka stok vaksin habis.
Pendeknya, mencari solusi untuk menggiatkan perekonomian yang semakin terpuruk adalah perlu dilakukan meski dengan cara hati-hati dan perlahan. Meskipun demikian, menghidupkan kembali perekonomian secara perlahan-lahan pun, dalam situasi pandemi Covid-19 ini memerlukan syarat, kondisi dan kesungguhan. Belajar dari pengalaman negara lain seperti Australia, ada banyak persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar program tersebut bisa terdukung dan sukses diterapkan. (Isk–dari berbagai sumber)