Premis yang ada bahwa memang kecelakaan lalulintas umumnya diawali dengan pelanggaran aturan lalu lintas. Butuh upaya pencegahan yang simultan guna pencegahan kecelakaan yang ada akan terjadi di jalanan.
Jakarta. 29/3/2021. Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri , Brigjen Pol Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana, M.Si mengatakan kematian atau cedera di jalan akibat kecelakaan lalu lintas (lakalantas) merupakan tragedi yang sia-sia. Untuk itulah, kita harus berusaha segera bertindak, mencari solusi dan mencegah agar tak terulang. Korban meninggal dunia, luka berat dan luka ringan serta cacat permanen, terus bertambah seakan tidak ada pelajaran dari kejadian kecelakaan yang terus berulang. Menurutnya, berdasarkan data yang tercatat di Korlantas Polri, lakalantas periode Januari-Oktober 2020 sebanyak 83.715 kejadian, dengan korban meninggal dunia 19.320 jiwa, luka berat 8.995 orang, luka ringan 95.134 orang, serta kerugian materil Rp163.339.918.003.
“Bahwa jumlah korban lakalantas memang lebih tinggi dari korban bencana alam dan meninggal akibat penyakit. Hal ini terus menjadi perhatian kami untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas. Upaya-upaya membangun budaya tertib berlalu lintas dilakukan untuk memberikan nutrisi kepada masyarakat akan pentingnya tertib mentaati peraturan lalu lintas. Perlu diingat, pelanggaran peraturan lalu lintas, menjadi penyebab utama terjadinya lakalantas,” ujarnya Chrysnanda. Sementara, Kasubdit Dikmas Ditkamsel Korlantas Polri, Kombes Pol Arman Achdiat mengatakan kesadaran tertib berlalu lintas harus tumbuh dalam diri masing-masing pengguna jalan, patuh bukan karena takut ada petugas, tetapi patuh karena sadar kecelakaan lalu lintas dapat menimpa siapa saja, kapan saja dan dimana saja.
Jenis Pelanggaran Lalu Lintas dan Sanksinya
Pelanggaran lalu lintas adalah salah satu problema yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Bentuknya bisa beraneka ragam. Mulai dari menerobos lampu merah, tidak membawa surat-surat penting saat berkendara, sampai berkendara di jalur yang tidak semestinya. Pelanggaran lalu lintas menyebabkan berbagai macam dampak negatif. Salah satunya yang paling sering adalah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Pelanggaran Lalu Lintas
Secara sederhana, pelanggaran lalu lintas bisa didefinisikan sebagai pelanggaran atas aturan yang berlaku di lalu lintas, khususnya jalan raya. Dalam ranah hukum, pelanggaran lalu lintas termasuk bagian hukum pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992. Seperti halnya pelanggar hukum pidana umumnya, orang yang menjadi pelanggar lalu lintas juga akan mendapatkan hukuman langsung dari pihak aparat. Dalam konteks pelanggaran lalu lintas, aparat yang dimaksud tak lain adalah polisi.
Denda Kepada Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran lalu lintas kaitannya sangat erat dengan hukuman berupa denda. Semua denda kepada pelaku pelanggaran lalu lintas pasti berupa denda uang yang nominalnya beragam. Tergantung seberapa berat pelanggaran lalu lintas yang dilakukan. Paling tinggi, denda kepada pelaku pelanggaran lalu lintas bisa mencapai Rp 24 juta. Denda ini berlaku kepada pelaku pelanggaran lalu lintas yang sengaja menghilangkan nyawa orang lain dengan kendaraan pribadinya.
Denda uang kepada pelaku pelanggaran lalu lintas bisa diganti dengan hukuman penjara. Atau, bisa juga disertai dengan hukuman penjara. Maka tak heran, dalam undang-undang ataupun pasal, selalu ada kata dan/atau di antara hukuman denda dan hukuman penjara. Polri juga mencatat berbagai jenis pelanggaran lalu lintas yang umum terjadi di masa Pandemi Covid 19.
Potensi Pelanggaran Lalu lintas di Masa Pandemi
Ditlantas Polda Metro Jaya menyatakan banyak terjadi pelanggaran lalu lintas pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi atau masa adaptasi kebiasan baru. Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya kembali menyosialisasikan sedikitnya 15 jenis pelanggaran lalu lintas (lalin) dan berpotensi menimbulkan kecelakaan. Penindakan langsung dengan bukti pelanggaran (tilang) akan tetap dilakukan petugas, khususnya selama pandemi Covid-19. Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Fahri Siregar di Jakarta, mengatakan sedikitnya ada 15 jenis pelanggaran lalin beserta lokasi yang dapat diberikan tilang setelah masa sosialisasi selesai dilakukan.
“Saat ini kami sosialisasikan kembali kepada masyarakat secara masif agar tertib berlalu lintas dan tidak melakukan pelanggaran lalu lintas,” kata Fahri.
Setelah masa sosialisasi dilaksanakan selama satu pekan, petugas mulai memberlakukan tilang dengan mengedepankan tindakan preemtif dan preventif. Berikut 15 jenis pelanggaran yang berpotensi laka lantas yang menjadi target sasaran penilangan petugas di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota seperti: menggunakan ponsel saat mengemudi kendaraan bermotor, mengendarai kendaraan bermotor di atas trotoar, mengemudikan kendaraan bermotor melawan arus, mengemudikan kendaraan bermotor melintas jalur busway, mengemudi kendaraan bermotor melintas di bahu jalan.
Kemudian sepeda motor melintas atau masuk jalan tol, sepeda motor melintas jalan layang non tol, mengemudi kendaraan bermotor melanggar aturan pemerintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), pengemudi yang tidak memberikan prioritas kepada pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan, mengemudi kendaraan bermotor melebihi batas kecepatan Lalu mengemudi kendaraan bermotor tidak menggunakan helm standar nasional Indonesia (SNI), mengemudi kendaraan bermotor yang membiarkan penumpang tidak menggunakan helm SNI, mengemudi kendaraan bermotor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari, mengemudi kendaraan bermotor pada perlintasan kereta api yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan mengemudi kendaraan bermotor berbalapan di jalan.
Setelah sosialisasi dilakukan selama sepekan, katanya, Ditlantas Polda Metro Jaya terlebih dahulu melakukan penilangan konvensional yang dimulai pekan depan. “Minggu ini masyarakat dihimbau tidak melakukan pelanggaran lalin lainnya,” kata Fahri.
Menurut Fahri, Ditlantas Polda Metro Jaya mempertimbangkan bahwa sudah banyak terjadi pelanggaran lalu lintas pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi atau masa adaptasi kebiasan baru. “Maka itu kita segera melakukan penindakan pelanggaran lalu lintas yang berpotensi laka lantas secara konvensional terlebih dahulu,” kata Fahri. Terkait penilangan secara elektronik atau Etle, lanjut Fahri, masih terus disosialisasikan dan diperluas keberadaannya. “Etle telah diresmikan bersama dengan beberapa terobosan kreatif lainnya.,” kata Fahri.
Banyaknya kasus pelanggaran lalu lintas menandakan masih kurangnya kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku. Padahal, berdasarkan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), terdapat sanksi bagi pelanggar lalu lintas. Berikut beberapa sanksi bagi pelanggar lalu lintas yang tercantum dalam UU LLAJ:
– Setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta (Pasal 281).
– Setiap pengendara kendaraan bermotor yang memiliki SIM namun tak dapat menunjukkannya saat razia dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 288 ayat 2).
– Setiap pengendara kendaraan bermotor yang tak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 282).
– Setiap pengendara sepeda motor yang tak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, lampu utama, lampu rem, klakson, pengukur kecepatan, dan knalpot dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 285 ayat 1).
– Setiap pengendara mobil yang tak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu rem, kaca depan, bumper, penghapus kaca dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 285 ayat 2).
– Setiap pengendara mobil yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 278).
– Setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat 1).
– Setiap pengendara yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat 5).
– Setiap pengendara yang tak memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 288 ayat 1).
– Setiap pengemudi atau penumpang yang duduk di samping pengemudi mobil tak mengenakan sabuk keselamatan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 289).
Mengutamakan Pencegahan
Melihat jenis pelanggaran dan sanksinya demikian lengkap. Namun demikian, pihak Polri banyak menekankan aspek pencegahan terjadinya pelanggaran lalu lintas. Sebuah upaya yang sangat bijaksana bahwa bagaimana pun tindakan pencegahan pelanggaran lalulintas jauh lebih baik dan lebih humanis dari pada penindakan. Terkait pencegahan pelanggaran tentu sangat tergantung pada kesadaran para pemakai jalan. Karena bila setiap orang memiliki kesadaran dan rasa empati, maka rasa tanggung jawab akan tumbuh. Dan dari sikap bertanggungjawab inilah akan membuahkan disiplin. Ya, disiplin dulu saja, maka keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas akan senantiasa terwujud dalam keseharian. ”Kami utamakan kesadaran semua pemakai jalan, dari situ akan muncul tanggungjawab. Dari tanggungjawab inilah akan membuahkan disiplin berlalulintas, ” tegas Chrysnanda (Saf).