Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf ke warga yang terganggu aktivitasnya karena penerapan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat. “Mohon maaf kepada seluruh masyarakat yang terganggu aturan PPKM Darurat. Tapi, ini dilakukan untuk jaga kesehatan masyarakat,” kata Kapolri di Posko PPKM Darurat di Kelurahan Turangga, Lengkong, Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/7/2021). “Kami cek langsung untuk mapping (petakan) dan mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat. Sudah dicek beberapa tempat dan memang ini sangat berdampak terhadap perekonomian,” ujar Kapolri. Ia kemudian menginstruksikan agar jajarannya bergerak cepat mendistribusikan bantuan sosial (Bansos) pemerintah kepada masyarakat. Selain itu, Kapolri meminta masyarakat tetap patuh terhadap protokol kesehatan dengan selalu menggunakan masker. Terbatasnya mobilitas dan aktivitas akibat dampak PPKM Darurat, kata Kapolri, adalah upaya pemerintah menjaga keselamatan rakyat dari paparan virus COVID-19. Bagaimana aktivitas soasialisasi PPKM Darurat yang dilakukan oleh Polri? Bagaimana sosialisasi oleh pemerintah? Bagaimana penerimaan masyarakat? Apa hasilnya? Apa saja kekurangannya?
Jakarta, 17 Juli 2021 – Sebelumnaya, berkenaan dengan sosialisasi PPKM Darurat, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan sosialisasi dan edukasi PPKM Darurat dari hulu hingga hilir guna mengurangi mobilitas masyarakat, meminimalisasi terjadinya antrean kendaraan di tempat penyekatan. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan hari pertama dan kedua PPKM Darurat diberlakukan terjadi antrean kendaraan di beberapa lokasi penyekatan. “Saat ini sudah longgar, kami edukasi mulai dari hulu sama hilir, misalnya, ketaatan ‘WFH’ (work from home),” kata Argo.
Argo menjelaskan, sosialisasi dilakukan agar masyarakat mengetahui lokasi penyekatan, siapa saja yang boleh melintas seperti pekerja di sektor kritikal, esensial dan non-esensial. Anggota Polri dan instansi terkait memberi imbauan melalui tulisan di jalan, agar dilihat dan dipahami oleh masyarakat, terutama pengguna jalan. Selama PPKM Darurat Jawa-Bali, Polri melaksanakan Operasi Aman Nusa II lanjutan, salah satu kegiatannya melakukan penyekatan antar-wilayah guna mengurangi mobilitas masyarakat. Tingginya kasus positif COVID-19 akhir-akhirnya ini perlu mengurangi 80 persen mobilitas masyarakat. Berbeda sebelum lonjakan kasus terjadi, hanya butuh 50 persen.
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebutkan, dari hasil analisa dan evaluasi pelaksanaan Operasi Aman Nusa II Lanjutan, maka intensitas dan pola tindakan diarahkan kepada beberapa hal, yakni memperketat penyekatan di jalur akses masuk kota (lokasi Aglomerasi) dengan pengaturan arus pada jalur lalu lintas dari luar/pinggiran kota. “Upaya ini harus lebih intensif dan masif untuk memberikan edukasi dan efek psikologis kedaruratan kepada warga,” ungkap Rusdi. Pola tindakan berikutnya, pengawasan mobilitas dan aktivitas warga lebih ditingkatkan dengan memberikan peringatan bagi yang melanggar protokol kesehatan sampai dengan tindakan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan PPKM Darurat dan hukum yang berlaku. Melakukan edukasi dan sosialisasi melalui operasional mobil unit Patroli Sabhara/PAM Obvit/Lantas secara masif ke lokasi area publik dan pemukiman serta pelosok perkampungan.
Lalu mengaktifkan dan mengefektifkan PPKM Mikro dengan fokus pada pembatasan mobilitas warga, sosialisasi dan penerapan protokol kesehatan 5M serta pelaksanaan 3T, pengelolaan isolasi mandiri kepada warga yang OTG. Percepatan vaksinasi sesuai dengan target yang telah ditetapkan agar dilaksanakan dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan dan penata laksanaan vaksinasi yang berlaku. “Jalin kerja sama dan kolaborasi serta sinergitas dengan semua pihak, ‘stakeholders’ (pemangku kepentingan) yang berperan dalam menjamin efektivitas operasi dan PPKM Darurat,” tutur Rusdi.
Sebelum penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali menimbulkan kemacetan sejumlah ruas jalan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Padahal, sosialisasi masif dilakukan sebelum kebijakan itu diterapkan mulai 3-20 Juli 2021. “Masih banyak warga yang jalan, padahal sudah disosialisasikan, 28 titik termasuk jalan tol. Yang boleh masuk sekotr esensial dan kritikal,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin (5/7/2021) lalu.
Akibatnya, sambung Yusri, terjadi penumpukan pengendara di titik-titik penyekatan hingga menyebabkan kemacetan panjang mengular. Akibat dari itu, banyak pekerja sektor esensial dan kritikal terhambat. “Banyak saudara kita nakes (tenaga kesehatan) dan perbankan terhambat, sehingga ini jadi evaluasi kami,” tandas Yusri.
Yusri menegaskan, pihaknya mewanti-wanti perusahaan yang masuk dalam kategori non esensial namun masih mewajibkan karyawan ke kantor saat penerapan PPKM Darurat bakal dipidana. Yusri meminta karyawan lapor jika diharuskan meninggalkan rumah. Perusahaan non esensial jika sudah tidak boleh kerja dan tutup 100 persen jangan dipaksakan pegawai untuk kerja. Karena kami akan tindak. Segera laporkan ke polisi jika masih dipaksa kerja. Ini yang mengakibatkan banyak penumpukan (macet),” sambung Yusri menekankan.
Sosialisasikan Secara Massif
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta kepala daerah memasifkan sosialisasi pemberlakuan PPKM Darurat. Mendagri Tito Karnavian dalam keterangannya di Jakarta menilai sosialisasi dengan menggandeng organisasi kemasyarakatan (ormas) ataupun tokoh masyarakat seperti di Jawa Timur, dapat dijadikan model percontohan dan direplikasi di daerah lainnya.
“Upaya persuasif, sosialisasi seperti disampaikan Kapolda Jawa Timur, bagus dengan NU, Muhammadiyah, dan lainnya, mungkin bisa direplikasi untuk kabupaten kota melakukan hal yang sama dengan tokoh-tokoh masyarakat,” katanya. Mendagri juga menekankan pentingnya kehadiran kepala daerah untuk mau turun ke lapangan dalam melakukan pengecekan jalannya PPKM Darurat. Menurut dia hal itu penting dilakukan sebagai upaya mengindentifikasi secara langsung mobilitas masyarakat di berbagai sektor. “Semua kepala daerah turun semua, ini yang dipesankan oleh bapak presiden pada saat ratas (rapat terbatas), (yaitu) kehadiran kepala daerah di lapangan,” kata Tito Karnavian.
Selain berpesan soal kekompakan kepala daerah bersama forkopimda dalam melaksanakan PPKM Darurat, ia juga meminta kepala daerah segera merealisasikan bantuan sosial (bansos) yang bersumber dari APBD masing-masing. Dengan begitu, Mendagri Tito berharap masyarakat yang membutuhkan bantuan segera mendapatkan haknya melalui penyaluran bansos sebagai dukungan bantuan dari pemerintah daerah. Sebelumnya, Mendagri juga sudah menyampaikan bahwa kunci keberhasilan PPKM Darurat terletak pada sinergi dan kolaborasi antara semua pihak. Pemerintah Pusat, bersama pemerintah daerah dan forkopimda (forum komunikasi pimpinan daerah), hingga masyarakat harus bergerak bersama, satu visi, untuk bersama memutus rantai penyebaran COVID-19.
Selain itu, Mendagri Tito Karnavian meminta para kepala daerah tidak ragu membatasi dan melarang sejumlah kegiatan masyarakat demi menekan laju penyebaran COVID-19, khususnya di Pulau Jawa dan Pulau Bali. Dikatakan Tito bahwa kebijakan pembatasan yang nantinya dikeluarkan daerah itu akan didukung oleh pemerintah pusat serta berbagai instansi lain seperti TNI dan Polri. “Dengan adanya rapat forkopimda yang dihadiri oleh jajaran TNI dan Polri serta kejaksaan sebagai instansi vertikal yang mendampingi rekan-rekan kepala daerah, saya minta rekan-rekan kepala daerah juga makin yakin melaksanakan PPKM,” kata Tito saat rapat koordinasi virtual bersama sejumlah kepala daerah di Jakarta.
Seperti diketahui Presiden RI Joko Widodo pada hari Kamis (1/7/2021) mengumumkan pemerintah akan memberlakukan PPKM darurat di wilayah Jawa dan Bali pada tanggal 3 sampai 20 Juli 2021. Perintah Presiden itu kemudian ditindaklanjuti oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15/2021 tentang PPKM Darurat COVID-19 di wilayah Jawa dan Bali.
Instruksi itu diteken oleh Tito di Jakarta menjadi salah satu dasar hukum bagi kepala daerah untuk menutup tempat-tempat yang berpotensi memicu keramaian serta membatasi kegiatan masyarakat di luar rumah.”Bagaimana menerapkannya? Kami yakin semua provinsi sudah paham. Untuk daerah kabupaten dan kota, juga tidak ragu melaksanakannya karena ada instruksi ini,” kata Tito saat rapat koordinasi sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya.
Setidaknya, ada 13 instruksi yang diberikan oleh Mendagri kepada para kepala daerah provinsi di Pulau Jawa dan Bali terkait dengan pelaksanaan PPKM darurat. Ia menyebutkan 13 instruksi itu di antaranya berisi arahan mengenai pembatasan kegiatan masyarakat, syarat-syarat perjalanan, target tes COVID-19 tiap wilayah, jaminan dukungan keamanan dari TNI dan Polri, pemberian kewenangan kepada kepala daerah untuk mengatur vaksinasi, dan pengaturan ulang anggaran demi memprioritaskan program-program penanganan pandemi. Berbagai arahan itu ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur Jawa Timur, dan Gubernur Bali beserta para bupati dan wali kota di bawahnya.
Perluasan PPKM Darurat
Selanjutnya ada kebijakan Perluasan PPKM Darurat di sejumlah wilayah di luar Jawa dan Bali efektif dijalankan mulai Selasa (13/7/2021). Perluasan tersebut diharapkan mampu menekan laju penularan COVID-19 yang masih tinggi. Wali Kota Padang Hendri Septa mengatakan, sebelum PPKM Darurat pihaknya menjalankan PPKM yang diperketat sejak 7 April silam. “Memang kondisinya, masyarakat belum seluruhnya dapat melaksanakan anjuran dan arahan yang kita sampaikan kepada masyarakat,” ungkap Hendri dalam Dialog Produktif KPCPEN yang ditayangkan FMB9ID_IKP, Selasa (13/7/2021).
Menurut Hendri, dirinya telah mendapat laporan bahwa pada hari yang sama, ratusan mobil diputar balik. Kebanyakan dari pengendara dan penumpang berasal dari luar Padang, dan tidak mengetahui peraturan PPKM Darurat. Dia berharap, penerapan PPKM Darurat dapat menegakkan kedisiplinan masyarakat. Senada dengan Hendri, Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Fahrizal Darminto juga menyatakan harap agar masyarakat terlibat aktif dalam sosialisasi berbagai upaya pencegahan penularan COVID-19 yang dilakukan pemerintah.
Fahrizal menekankan, keberhasilan PPKM Darurat sepenuhnya bergantung pada partisipasi masyarakat. Pihaknya pun telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2020 tentang adaptasi kebiasaan baru pada masa pandemi COVID-19, agar masyarakat aman dan tetap produktif. Berdasarkan Perda tersebut, polisi pamong praja, forkopimda, Polda, dan pemangku kepentingan lain bisa bersama-sama melakukan upaya sosialisasi dan penegakan hukum di lapangan pada masa PPKM Darurat.
Upaya tersebut mendapat dukungan penuh dari Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi. Menurut Adib, situasi sulit bagi masyarakat saat ini perlu dipahami dengan sangat mendalam. “Kita memahami kondisi saat ini memang menjadi problem psikologi di masyarakat, sehingga tidak gampang juga untuk mengedukasi masyarakat. Kita perlu memberikan pemahaman bahwa penyelesaian pandemi ini tidak hanya dari aspek kepentingan pemerintah atau aspek kepentingan tenaga medis saja, tapi juga untuk kepentingan masyarakat juga,” paparnya. Adib kemudian mendorong agar masyarakat meningkatkan partisipasi, sehingga seluruh elemen mendapatkan pemahaman yang sama guna mendukung upaya yang sudah dilakukan. “Garda terdepan bukan dokter bukan perawat tapi garda terdepan adalah masyarakat,” ujarnya.
Belum Mampu Tahan Laju Penularan Virus
Pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat di Indonesia yang sudah berjalan 10 hari, belum mampu menahan laju penularan kasus COVID-19, bahkan penambahan kasus harian secara nasional mencetak rekor baru selama pandemi, yaitu 47.899 kasus, Selasa (13/07/2021). Pemerintah Indonesia mengakui saat ini Indonesia termasuk dalam daftar negara yang mengalami peningkatan kasus Covid-19 “sangat tajam” menurut WHO, Organisasi Kesehatan Dunia.
Itulah sebabnya, pemerintah Indonesia tidak menutup kemungkinan untuk memperpanjang PPKM maupun menempuh “kebijakan lain”, kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito. “Jika kondisi belum cukup terkendali, maka perpanjangan kebijakan maupun penerapan kebijakan lain, bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan demi keselamatan dan kesehatan masyarakat secara luas,” ujarnya, menjawab pertanyaan wartawan dalam keterangan pers secara daring. Wiku tidak menjelaskan secara detil apa yang disebutnya sebagai “kebijakan lain”. Adapun PPKM darurat, yang dimulai 3 Juli lalu, akan berakhir pada 20 Juli nanti.
Menurutnya, kebijakan baru akan diputuskan dengan didasarkan kepada sejauh mana “efek implementasi kebijakan di lapangan”. Di sisi lain, tambahnya, pemerintah telah melakukan intervensi penanganan COVID-19 secara bersamaan untuk meminimalisasi penularan. Di antaranya, melakukan pengendalian mobilitas, pembatasan aktivitas masyarakat, serta percepatan vaksinasi.
Sementara, ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Hermawan Saputra, mengatakan, kalau sampai memasuki hari ke-14 masa pemberlakuan PPKM belum terlihat penurunan kasus COVID-19, dia khawatir “akan banyak kesakitan dan kematian yang tidak terdeteksi”. “Bukan berarti kita menakuti-nakuti, tapi kekhawatiran kita akan banyak kesakitan dan kematian yang tidak terdeteksi,” kata Hermawan. “Karena banyak yang tak ter-cover pelayanan kesehatan karena stagnasi kecepatan virus yang boleh jadi lebih cepat daripada penanganan dan penyediaan kita,” paparnya.
Dia kemudian mengutarakan kembali rekomendasi Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) agar pemerintah menerapkan kebijakan ‘lockdown’ regional. “Semua [daerah di pulau Jawa] harus dalam kesimpulan dianggap zona merah [semua], supaya ada tindakan sama, menyeluruh, tidak subyektif, dan tidak multi tafsir di lapangan,” ujar Hermawan. Selama pemerintah menempuh kebijakan PPKM, menurutnya, sangat mungkin pemerintah untuk memperpanjang masa pemberlakuannya. “Pada akhirnya, pilihan apabila PPKM tidak signifikan menahan laju kasus, ya boleh jadi akan diperpanjang, dan mungkin pemerintah sudah menyiapkan skenario itu,” tandasnya. Dia kemudian menyontohkan ‘pola perpanjangan’ sudah berulangkali ditempuh oleh pemerintah Indonesia semenjak awal pandemi tahun lalu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang juga Koordinator PPKM Darurat, Luhut Binsar Pandjaitan memprediksi pandemi Covid-19 di Indonesia “bisa membaik dalam empat hingga lima hari mendatang”. Tetapi menurutnya hal itu bisa dicapai apabila semua poin penanganan penularan COVID-19 berjalan maksimal. “Saya pikir dengan pelaksanaan vaksinasi, kemudian PPKM jalan secara bersamaan, obat dan oksigen, kemudian tempat tidur, saya melihat dalam empat-lima hari ke depan kita situasinya akan membaik,” katanya dalam jumpa pers virtual, Senin (12/7/2021).
Luhut mengklaim pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini dapat dikendalikan. Dia menolak anggapan yang menyebutkan pandemi tidak terkendali. Namun di sisi lain, menurut Luhut, pemerintah mulai menjalankan apa yang disebutnya sebagai ‘skenario terburuk’ untuk mengatasi lonjakan COVID-19. Skenario itu disebutnya antara lain ditandai penambahan fasilitas layanan kesehatan, penyediaan obat-obatan, hingga pemenuhan kebutuhan oksigen. “Penambahan tempat tidur di Jakarta dengan worst case scenario, saya kira berjalan terus. Dan juga di Jawa Barat, Bandung, di Semarang, sampai di Jawa Timur dan Bali,” kata Luhut.
Kurang Sosialisasi dan Pencairan Bansos
Sosialisasi PPKM Darurat masih kurang sehingga masyarakat tidak tahu persis bagaimana teknisnya dan ada tidak solusinya. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang gamblang tentang PPKM Darurat melalui media, seperti televisi. PPKM Darurat yang berlaku 3-20 Juli 2021 merupakan persoalan yang sangat berat, apalagi kalau pembatasan itu menyangkut pada pendapatan ekonomi masyarakat. Dikhawatirkan masyarakat bisa melawan kebijakan pemerintah itu, sehingga dapat terjadi menurunnya kepercayaan kepada pemerintah.
Hal ini tak boleh terjadi. Untuk yang perlu dilakukan pemerintah melakukan sosialisasi secara jelas serta solusi bagi masayarakat tidak mampu. Karena masyarakat tidak mampu dan pendapatannya harian. Maka perlu mendapatkan solusi jalan keluar, terutama pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.Kalau mereka yang mampu, seperti Aparatur Sipil Negara (ASN) pegawai kantoran yang gajian bulannya ada, serta pengusaha menengah dan atas tidak masalah. Bagi masyarakat yang pendapatan harian harus mendapatkan jalan keluar, tertutama kebutuhan pokok karena waktu PPKM Darurat panjang dan ada kemungkinan diperpanjang. Bila tidak sangat rawan protes dan mendatangkan instabilitas.
Kelemahan kebijakan pemerintah baik pusat dan daerah yakni tidak matangnya konsep kebijakan tersebut yakni kalau melarang harus ada solusinya. Solusi ini kerap kali kurang diperhitungkan. Sehingga ketika kebijakan itu turun, orang kemudian menanyakan bagaimana nasib kami. Seperti gerakan “Di Rumah Saja” dimana warga diminta tinggal di rumah tapi tanpa solusi bagi warga yang kehilangan pendapatan. Kebijakan keliru seperti ini jangan terjadi lagi.
Karena itu, pemerintah diminta tidak telat mencairkan bantuan sosial (bansos) tunai senilai Rp300 ribu per bulan kepada masyarakat saat PPKM Darurat. Sebab pemerintah melakukan pemberian bansos tunai yang baru dicairkan di hari ke-10 sejak diterapkan PPKM Darurat. Seharusnya sebelum diberlakukan sudah diberikan. Apalagi sudah muncul wacana PPKM Darurat diperpanjang. Bansos untuk 10 juta peserta Program Keluarga Harapan dan Bantuan Sosial Tunai baru dicairkan, sementara wacana perpanjangan PPKM Darurat telah beredar di masyarakat. Apalagi adanya wacana perpanjangan PPKM Darurat hingga enam pekan ke depan, akan mempengaruhi mentalitas rakyat kecil yang menggantungkan pemasukan dari kerja harian. Rakyat kecil tentu panik dan bingung memikirkan bagaimana harus bertahan hidup di tengah pembatasan, sementara bantuan sosial yang dijanjikan terlambat dicairkan dan jumlahnya juga kurang memadai. Apakah pemerintah menunggu rakyat kelaparan dulu?
Oleh karena itu harus ada yang mendorong pemerintah menunaikan janji bantuan sosial. Jangan menunggu kritik dan teguran masyarakat dulu baru bertindak. Beberapa hari lalu, netizen ramai-ramai menagih janji bansos pemerintah di akun Instagram Kementerian Sosial (@kemensosri) karena belum mengetahui kejelasan pencairan bantuan sosial tunai tersebut meskipun sudah bertanya kepada RT/RW setempat. Pemerintah harus membantu menyiapkan kebutuhan hidup mereka sehari-hari, jangan hanya meminta diam di rumah. Besaran bansos pun seharusnya memadai untuk memenuhi kebutuhan. Jumlah Rp300 ribu terlalu kecil untuk bertahan hidup.
Saat ini, banyak rakyat yang sudah tidak bisa lagi berusaha, baik karena berkurangnya pelanggan maupun akibat dipaksa menutup usaha. Rakyat juga pasti takut dengan ancaman COVID-19, tapi mereka terpaksa keluar rumah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Jika bansos diberikan dengan jumlah yang cukup, niscaya rakyat sukarela mau tetap di rumah. Tidak ada orang yang mau dirinya terpapar. Selain itu, ada pula yang mengingatkan pemerintah agar tidak hanya bicara lugas soal sanksi kepada pelanggar PPKM Darurat tanpa ada sosialisasi dan edukasi. Sudah seharusnya pemerintah memberi dukungan pada rakyat dengan bansos memadai, memberikan edukasi dan sosialisasi secara persuasif, dan ciptakan suasana publik yang nyaman dan tenang. Maka rakyat akan taat dan disiplin. Rakyat juga bosan ditakut-takuti dengan sanksi. (EKS/berbagai sumber)