SETELAH setahun lebih penduduk dunia mengalami kegoncangan psikologis akibat virus yang menjadi penyebab kematian dari total lebih dari 2,7 juta penduduk dunia wafat. Banyak manusia belum tahu apa maksud Allah SWT menurunkan sedikit dari tanda luasnya kekuasaan-Nya.
Hanya di sela kesendirian dan tangisan putus asa, taubat jutaan 94 juta pasien dan keluarga yang antre untuk mendapat mukjizat kesembuhan dari-Nya lah kiranya kita bisa melihat kesadaran itu.
Hanya di sela sela teka teki, dicurahkannya semua keahlian, teknologi canggih dan cemas gagal – berhasilnya uji coba para ahli virus yang berlomba menemukan obatlah, tergambar bahwa manusia itu bukan apa apa dan bukan siapa siapa tanpa pertolongan-Nya.
Pat gulipat, kun fayakun dan otoritas Tuhan yang Maha Tahu telah banyak mengecoh ilmuwan itu dengan tantangan: bahwa begitu sekali ditemukan vaksin, tiga empat kali virus bermutasi, berubah wajah, berubah jenis, berubah unsur yang kecepatannya tak terkira.
Tenggelamlah temuan vaksin pertama, kedua, ketiga dan kesebelas dengan luncuran air-bah mutasi dan lompatan virus yang kecepatannya tiga empat kali lipat wujud dan ciri asalnya. Virus itu telah setahun lebih menjdi hantu teknologi dunia. Sekarang hantu itu berkelebat menyusup ke jantung orang ornag sehat dan orang yang telah dinyatakan “aman”.
Di tengah perlombaan berbagai laboratorium dunia, di tengah ke-aku-an para ahli, keangkuhan kebenaran ilmiah dan presisi diagnosa dan triliunan dana dikeluarkan, virus tetap gentayanga, Virus Covid 19 telah berubah dan terus menyerang negara negara maju dan rakyat terutama orang kaya yang lemah secara membabi buta. Bahkan Sebagian ahli viruspun akhirnya juga terkena imbasnya. Inna lillahi wainna ilaihi roojiuun.
Untung Ramadhan tiba. Puasa adalah syahrut taubah bulan momentum untuk taubat. Bulan inilah pintu taubat sesungguh sungguhnya.
Pengingat keras dari Allah SWT.
Kalau kita obyektif dan mau introspeksi, jangan jangan ada yang salah, jangan jangan ada yang tengah mabuk dunia. Sesungguhnya mestinya sepanjaang tahun kita harus berpuasa.
Jangan jangan kita ini kurang beres, hidup kisruh dengan muda menenggelamkan akhirat dengan capaian dunia.Mengendalikan diri.
Maka terbuktilah apa yang oleh Rasulullah SAW disebut yuhibbuunaddunya wayansaunal akhiroh, terlalu mencintai dunia dan lupa akan kehidupan akhirat.
Mungkin Malaikat sudah melapor: bahwa kita ini,-naudzubillahi mindaalik-, termasuk yang yubibbuunal kholqoh wayansaunal khooliqoh, diam diam dan terang terangan, lebih mencintai. Dan lebih takut makhluk Allah dan lupa kepada penciptanya.
Rupanya ummat di dunia ini yuhibbunaddzunubah wayansaunattaubah, lebih menyukai perbuatan dosa namun lupa bertaubat kita kepada Allah SWT. Jangan jangan dalam catatan Malaikat banyak dari kita termasuk yuhibbunal kusuroh wayansaunal fahfaroh, lebih menyukai gedung yang megah, rumah mewah tapi lupa terhadap kuburan dan hari akhir di mana kita semua akan hidup lebih kekal atasnya.
Untung Ramadhan segera tiba.
Sebagai kaum beriman kita disarankan untuk tetap waspada tanpa menghilangkan rasa syukur. Bahkan dalam cobaan kita diminta untuk optimis. Kaum beriman adalah kaum yang memiliki keyakinan akan keberhasilan dan sabar dalam situasi yang sulit.
Tak ada Nabi dan Rasul yang hidup tanpa beban yang berat. Namun semua Nabi dan Rasul adalah orang orang yang tak takluk dengan halangan, ancaman, kesulitan dan situasi yang memaksa maksa dan menghimpit himpit. Puasa mudah mudahan mengingatkan dan memaksa kita kepada kesadaran baru.
Dalam bulan penuh hikmah, kita harus penuh harapan. Sebagaimana intisari buku karya Aidh al Qarnie yang berjudul Laa Tahzan, jangan bersedih. Buku yang berbahasa Arab tersebut mengajak kita untuk optimis, Al Qarnie mengutip doa Nabi Musa AS, yaa Allah yaa Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku sebagaimana dalam Qs Thaha ayat 25-26. Rabbisrohli shadri wayassirli amri.
Semua sedang diuji dengan ujian yang menggelisahkan. Sistem sosial yang terbangun ratusan tahun khususnya sistem sosial berkerumun seakan runtuh. Apakah kita boleh putus asa?. Jawab walaa taiazuu, mirrauhillah. Laa tahzan, innallaha maana, ini adalah jalan Allah untuk merubah.
Secara spiritual jangan jangan kemarin itu kita lalai sebagai individu, keliru sebagai anggota keluarga, belum amanah sebagai abdillah dan wakil Allah di bumi, masih defisit sebagai hamba. Inilah masanya Allah SWT memaksa manusia di abad ini sedikit undur dari gejala kebodohan dan kecongkakan yang dalam Al Qur’an dikenal sebagai dlolaalan baiida, kesesatan yang nyata.
Kita paksa diri ke arah kebaikan
Cukuplah kiranya pengingat itu. Laksana cerita ummat ummat terdahulu yang lupa, kita seperti dipaksa berbelok arah ke arah kebaikan. Puasa dan Covid-19 adalah cambuk sekaligus tali pengarah. Sesungguhnya kalau pandai berhitung, kita ini defisit, merugi, kecuali bertaubah dengan puasa, shalat, zakat dan sedekah.
Kita tak henti hentinya diberi rizky, karunia ilmu pengetahuan, rizki kesehatan, kesehatan tangan, kesehatan kaki, kesehatan mata, kesehatan indera perasa, indera pendengaran, karunia harta, karunia kemerdekaan, karunia keutuhan keluarga, karunia udara yang bebas lebih banyak nilainya dari kesulitan PPKM atau beban lainnya.
Untung puasa tiba lagi. Kita sudah setahun dilatih “membungkam sebagian mulut kita” dengan masker dzikir, kita sudah setahun lebih terlatih agar uzlah menyendiri. Kita telah dilatih Allah SWT melalui Covid-19 untuk merubah diri, menahan diri. Kita dapat pelajaran keras bahwa “keadaan seseorang” bisa menular ke keluarga, menulari kawan dan menulari saudara.
Kita harus “menjaga jarak” dari dosa, maksiat dan syaitan dunia yaitu pekerjaan, nama baik dan jabatan yang palsu adanya. Kalau kita punya tangan kotor kita harus membasuh dan bersesuci dengan jalan mencuci tangan kita dari dosa dan masiat. Kita sudah dilatih untuk mencari rejeki dan menggunakannya secara bersih pula. Puasa tahun ini, di masa pandemic ini sangat istimewa. Kita dipaksa tidak berkerumun dalam kesesatan dunia.
Oleh sebab itu kita harus ber muhasabah, menghitung hitung, kalau perlu mengakui dan taubat kepada Allah SWT. Hanya Allah yang tahu caranya. Ini adalah ayat kauniyahnya. Mungkin atas nama kebaikan, kita pantas sedikit disiksa karena sikap teledor. Kita memang harus berubah atau diubah keadaan yang memaksa. Inilah cara Tuhan mengingatkan kita.
Menurut ahli sufi, masih banyak lautan kesyukuran dan kenikmatan yang Allah berikan kepada kita. Jangan putus asa, ayo bangkit, mari menengok kenikmatan ini dengan jalan berbagi kebaikan, alhamdulillah kita semua berangsur bangkit dengan berkahnya berpuasa. Tidak ada yang diciptakan Tuhan dengan sia sia, semua ada hikmahnya.
Puasa dan Covid-19 adalah rahasia, alat Allah SWT. Jalan taubat atau berhenti melakukan kesalahan itu dengan cara beristigfar dan banyak berdzikir, melakukan shalat taubat, dan berjanji kepada diri sendiri untuk sekuat tenaga untuk memperbaiki kesalahan kesalahan baik kepada Allah SWT.
Rasanya kita perlu memohon ampun atas kesalahan dengan orang lain, kepada orang tua kita yang membesarkan kita dengan susah payah, atau kepada penyedia kemerdekaan bangsa ini namun kita lupa merawatnya. Selamat berpuasa.
Kita tunaikan zakat, infaq dan shadaqoh, menuju jalan Allah, di jalan Allah SWT. Fii Sabilillah
Waallahu alam bi showab.
Oleh:
M. Mas’ud Said
Dengarkan Murrotal Al-Qur’an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
(Vitri)