BiroMuslim – Melihat pentapan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia terkadang berbeda-beda ditiap tahunya, perbedaan pandangan itu terlihat dari Nahdlatul Ulama (NU) dengan Muhammadiyah dalam menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal.
Sudah lama memang hampir selalu terjadi adanya perbedaan antara penetapan hari raya dari NU dengan Muhammadiyah.
Banyak umat Islam yang kemudian merasa bingung, awal puasa dan lebaran sebaiknya mengikuti tanggal yang sudah ditetapkan NU atau Muhammadiyah?
Kali ini Ustaz Abdul Somad atau yang sering kita sebut UAS, memberikan jawaban terkiat perbedaan pandangan penetapan hari raya idul fitri dari dua organisasi islam di indonesia.
Pendapat UAS, adanya pertentangan terkait dengan perbedaan jadwal puasa dan lebaran itu terjadi lantaran sidang isbatnya dilakukan secara terpublikasi.
Hal tersebut disampaikan oleh UAS, lewat tayangan video yang diunggah oleh kanal YouTube Goto Islam pada Sabtu, 15 April 2023.
“Lalu yang datang dari kelompok ini ‘ati’ullaha wa ati rasul wa ulil amri minkum’ taatlah kepada Ulil Amri. Kemudian kata yang Muhammadiyah Ulil Amri itu Din Syamsuddin, bukan Jokowi. Karena ini kan tidak diangkat berdasarkan suroh, coba tengok tafsirnya, Ulil Amri itu ulama bukan pemimpin ini demokrasi kata dia, kata yang satu lagi kamu kalau engga mau ikut presiden bakar aja KTP-mu, pergi tinggal di hutan sana, akhirnya berkelahinya,” ujar Ustaz Abdul Somad.
Baca Juga : Kumpulan Anime Muslim Yang Bisa Ditonton Ketika Puasa
Lalu kenapa perbedaan ini terjadi?
“Karena sidang isbatnya diekspos. Ada baiknya sidang isbat dilakukan di ruangan tertutup mau kelahi antara NU sama Muhammadiyah kelahi di ruang tertutup itu, tapi suara yang keluar satu,” jawab UAS.
Lebih lanjut, UAS menyebut bahwa di Mesir adanya perbedaan pandangan dalam menetapkan 1 Ramadhan atau 1 Syawal dilakukan dengan cara kombinasi dua sistem.
“Itu yang terjadi di Mesir, antara hisab ilmu astronomi dengan rukyat dikombinasikan, jadi keduanya bukan dikonfrontir ditabrakan, tapi dikombinasikan, jadi harusnya keluar satu suara,” tuturnya.
Jadi para penceramah yang berfokus dalam bidang ilmu hadis dan fikih itu menyarankan untuk meyakini apa yang dipikir benar.
“Saya pribadi menyarankan, ikutlah apa yang engkau yakini benar menurut engkau, walaupun seribu orang berfatwa memberikan fatwa kepadamu. Fatwa yang dikeluarin oleh Muhammadiyah benar. Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) benar,” paparnya.
Baca Juga : Pengaturan sholat Idul Fitri, kemenag segera terbitkan surat edaran khusus
Lalu persimpangannya dimana?
“Penetapan pada angka minimal, MUI dan NU menetapkan angka dua derajat, jika dua derajat dia dapat dikatakan hilal, bila kurang bukan hilal. Tapi Muhammadiyah dia mengatakan 0,5 derajat pun kalau sudah itu hilal, maka dia adalah hilal, maka boleh, di situ letak persimpangannya,” tegas UAS.
Untuk UAS sendiri ia mengakui bahwa dirinya mengikuti aturan di komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia provinsi Riau.
“Kalau komisi fatwa mengatakan ‘berdasarkan penampakan dua derajat besok puasa, maka saya ikut itu, tapi kalau Muhammadiyah ngundang saya untuk khutbah saya tidak mau ikut, karena kalau saya ikut juga saya bisa khutbah dua kali. Ikuti salah satu, jangan ikut dua-duanya.” tutup UAS.
Baca Juga : Siapa yang Berhak Menerima Zakat? Ini Penjelasannya