BIROMUSLIM – Di Indonesia, semua umat beragama dapat hidup rukun dan saling menghargai. Masyarakat dunia kagum bahwa Muslim, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu dapat hidup bersama.
Hal itu diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kerukunan KH Abdul Manan Ghani, di mana ia menyebut bahwa kerukunan antar umat beragama di Indonesia telah lama menjadi perhatian masyarakat dunia.
“Umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu dapat hidup berdampingan dengan baik di disini. Satu sama lain saling menghargai, tidak ada perang antar agama, sehingga menarik minat negara lain mempelajari kerukunan di Indonesia,” katanya.
Ia kemukakan itu pada Focus Group Discusion (FGD) Penyusunan Buku “Kasus-Kasus Kerukunan Antarumat Beragama di Indonesia 2016—2021” yang diselenggarakan Komisi KAUB MUI di Aula Hamka, Kantor Majelis Ulama Indonesia, Jl Proklamasi 51, Jakarta, Sabtu (15/10/2022).
Menurut ulama yang akrab disapa Kiai Manan ini, perhatian dunia itu mendorong Komisi Kerukunan antar Umat Beragama (KAUB) MUI menulis buku-buku kerukunan di Indonesia sebagai bahan pembelajaran bagi masyarakat Indonesia maupun dunia.
Baca juga: Kemenag Diskusikan Penguatan Moderasi Beragama dengan Ormas Islam
Kiai Manan menekankan, agar Komisi KAUB menulis buku-buku kerukunan dengan baik dan diterjemahkan ke dalam bahasa asing sebagai produk MUI yang dapat diandalkan untuk “Go international”.
Menurutnya, kasus-kasus kerukunan antar umat beragama yang ditulis itu bisa menjadi pembelajaran jika setiap peristiwa/kasus/konflik yang dihadapi disertai dengan pengungkapan solusi yang diambil.
“Dengan kata lain, menjelaskan bagaimana masyarakat dan pemerintah Indonesia dapat menangani konflik dan dapat selesai dengan baik, tidak menimbulkan konflik berkepanjangan,” katanya.
Kiai Manan mengatakan budaya hidup rukun yang dimiliki Indonesia unik yang tidak dimiliki bangsa lain. Oleh karena itu, budaya rukun kita itu perlu dipahami bersama segenap komponen masyarakat sebagai modal sosial bangsa dan warisan berharga bagi kalangan generasi muda.
Bahkan, menurutnya, budaya Indonesia ini harus benar-benar dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia yang kini cenderung saling bermusuhan.
“Selain menuliskan kasus-kasus kerukunan yang bersifat peristiwa negatif yang dapat dikelola dengan baik, saya kira sangat penting juga menulis peristiwa best practicies di bidang kerukunan. Yaitu pengalaman-pengalaman unik antarumat beragama di masyarakat dalam membangun kedamaian, baik antar perorangan maupun antar kelompok atau lembaga. Begitu pula yang bersifat kearifan lokal lama maupun budaya sosial baru, yang jumlahnya sangat banyak di seantero nusantara,” tambahnya.
Baca juga: Menag dan Menteri Urusan Islam Arab Saudi Bahas Moderasi Beragama
Selain membahas terkait pentingnya menulis kasus-kasus dan best practicies kerukunan, dia juga mengingatkan pentingnya menulis pedoman-pedoman kerukunan yang bersifat praktis.
Hal ini sangat penting agar dapat di antisipasi dan ditangani gangguan kerukunan sedini mungkin. Perlu juga menyelaraskan pandangan sejawat MUI Pusat dan MUI daerah, serta bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah untuk mempermudah mengatasi masalah kerukunan.
“Sebagai pengemban amanah “khadimul ummah” dan “shadiqul hukumah”, kita harus terus menggiatkan program-program kerukunan ini dan mensosialisasikannya ke bawah. Di samping memperkuat komitmen bersama di tingkat pusat dalam rangka sama-sama berjuang membangun negeri yang sejahtera, aman, damai, kuat dan disegani bangsa-bangsa lainnya di dunia internasional,” tambahnya.
“Kehebatan di bidang sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kita miliki hampir tidak ada artinya dan akan sia-sia jika tidak ditopang modal sosial kerukunan antar umat beragama sebagai elemen dasar penguat kesatuan dan persatuan bangsa,” tutup Kiai Manan.
Sumber: Moeslim Choice
Baca juga: Menteri Agama Imbau Umat Islam Indonesia Jaga Persatuan di Bulan Ramadan