biromuslim.com – Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak semakin melonjak. Hal ini berdampak pada pemotongan hewan kurban saat Idul Adha 1443 H. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mewaspadai penyebaran Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ternak yang terus meluas dan mewajibkan karantina bagi hewan ternak yang masuk selama 14 hari jelang hari Raya Idul Adha 1443 H.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Fatwa MUI No. 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Berdasarkan fatwa tersebut ada dua kemungkinan mengenai sah atau tidaknya hewan kurban yang terkena wabah PMK. Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Soleh mengatakan, panduan tersebut penting sebagai pedoman bagi masyarakat, termasuk panduan kurban dan tenaga kesehatan.
“Hukum kurban yang terkena PMK dengan gejala klinis ringan, dia memenuhi syarat” ujarnya Niám dikutip dari Antara, Sabtu (11/6/22).
Baca juga : Kemenag Siapkan Aplikasi Pembelajaran Al-Qur’an Berbasis Digital dan Online
Untuk memahaminya, simaklah pembahasan mengenai panduan MUI terkait hewan kurban di tengah wabah PMK :
1. Sah jika alami gejala PMK ringan
Ni’ám mengatakan hewan kurban yang terjangkit PMK dinyatakan sah apabila gejala penyakit pada hewan tersebut masih dalam taraf gejala ringan. Hewan ternak ditandai dengan gejala ringan yaitu lesu, kehilangan nafsu makan, dan lepuh sekitar kuku dan dalam mulut, namun tidak sampai menyebabkan pincang. Selain itu, PMK tidak mengakibatkan penurunan berat badan yang signifikan pada ternak.
2. Tidak sah jika alami gejala PMK berat
Hewan kurban yang bergejala berat ditandai dengan lepuh pada kuku dan menyebabkan kuku terlepas. Kondisi ini menyebabkan hewan tidak bisa berjalan atau pincang.
Hewan Telah Sembuh
Lain halnya jika hewan kurban tersebut mengalami gejala yang berat tapi dinyatakan kembali sehat pada waktu diperbolehkannya berkurban, yaitu 10-13 Dzulhijjah sebelum adzan Maghrib. Menurut fatwa MUI, hewan tersebut dinyatakan sah untuk dikurbankan.
Namun, jika hewan sembuh dari PMK setelah batas waktu kurban, maka penyembelihan hewan tersebut termasuk sedekah.
Ni’am menjelaskan bahwa salah satu syarat dan rukun kurban adalah hewan yang sehat dan tidak cacat. Hukum Syariah mengatur jenis penyakit dan jenis cacat yang memungkinkan pengkurbanan, katanya.
Tidak semua jenis penyakit tidak diperbolehkan, dan tidak semua jenis cacat tidak diperbolehkan,” ujarnya.
Ia mengatakan, kondisi sakit dan cacat yang ringan dapat memenuhi keabsahan kurban. Asalkan tidak mempengaruhi tampilan fisik atau kualitasdaging hewan kurban tersebut.
Bagaimana? Sudah jelas dengan pembahasannya? Jangan ragu untuk berkurban tahun ini yaa, mari kita siapkan kurban terbaik. Insya Allah ^^
Baca Juga : Makna di Balik Logo Halal Baru, Berikut Penjelasannya