Sejumlah cendikiawan Muslim terkemuka menekankan pentingnya bimbingan keagamaan bagi generasi muda Muslim dan upaya penanganan informasi agama di internet yang mayoritas ‘menyimpang’ dan mengandung konservatisme. Otoritas cendekiawan ini menyoroti perlunya penciptaan kesadaran yang memadai tentang sirah dan sunah Nabi SAW kepada anak-anak muda sebagai bekal untuk menyiasati tantangan zaman.
Dalam dialog bertema Riyasat-e-Medina, Islam, masyarakat dan kebangkitan etika, yang digelar Otoritas Nasional Rehmatul-lil-Alameen bersama Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, mereka menegaskan peran upaya kolektif tertentu oleh Muslim negara-negara untuk bersiap menghadapi dampak negatif modernitas terhadap pemuda Muslim.
Perdana menteri mengatakan kejahatan seksual telah meningkat tajam di masyarakat dan kasus yang sama dengan korupsi karena masalah ini tidak terbatas pada satu negara. Dia berpendapat bahwa masyarakat harus mengambil sikap melawan korupsi sehingga kejahatan sosial ini tidak terus beranak-pinak.
Khan juga menyinggung penyebaran informasi ‘sesat’ yang tersebar di sosial media yang tak jarang berisi konten vulgar dan teori konspirasi untuk melegalkan tindakan-tindakan yang melenceng dari ajaran agama Islam. Perdana menteri juga mengisyaratkan bahwa dia akan mengadakan dialog serupa dengan para cendekiawan terkenal di masa depan untuk mendapatkan pandangan mereka yang mencerahkan tentang isu-isu kontemporer.
Dia mengatakan gagasannya tentang pembentukan Otoritas Nasional Rehmatul-lil-Alameen di Pakistan adalah untuk menyatukan orang-orang di bawah ajaran Sirah dan meningkatkan standar moralitas dan etika dalam masyarakat. Cendekiawan terkemuka di dalamnya termasuk Sheikh Abdullah bin Bayyah, Dr Timothy Winter/Abdal Hakim Murad, Dr Seyyed Hossein Nasr, Dr Recep Senturk, Dr Osman Bakar, Syekh Hamza Yusuf dan Dr Chandra Muzaffar, yang banyak menanggapi pertanyaan terkait bebasnya arus informasi di media sosial, korupsi, pelecehan seksual dan tantangan kontemporer lainnya.
Dr Seyyed Hossein Nasr, Profesor Universitas Studi Islam di George Washington, Amerika Serikat, yang juga hadir dalam diskusi, menyinggung dampak dari tren modernistik pada pemuda Muslim yang bisa dirasakan lebih dari sebelumnya. Pengajaran dan penanaman keagamaan dan spiritualitas bagi anak-anak muda adalah kebutuhan yang nyata dan sangat penting bagi bekal generasi muda.
“Saat ini, dunia lebih genting dan berbahaya bagi kaum muda,” katanya, seraya menambahkan bahwa kaum muda Muslim harus dibimbing melalui ajaran yang otentik dan berkaitan dengan tantangan saat ini.
Dia juga menyayangkan meningkatnya Islamofobia di beberapa negara Barat. Padahal, kata dia, Islam adalah agama yang menawarkan solusi dan merupakan rahmat bagi seluruh alam. Menurutnya, negara-negara Muslim diberkahi dengan sumber daya yang luar biasa dan mereka dapat memanfaatkannya untuk menghidupkan kembali dan melestarikan budaya mereka berdasarkan keyakinan pada agama.
“Solusi untuk tantangan saat ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu 24 jam karena ada kebutuhan yang mendesak untuk kesadaran bertahap,” ujarnya.
Dr Timothy Winter (Abdal Hakim Murad) dari Cambridge, Inggris, mengatakan arus informasi di internet merupakan tantangan besar dan nyata bagi masyarakat seluruh dunia, terutama generasi muda. Saat ini, anak-anak muda telah kecanduan informasi dan konten tertentu, yang banyak menyebabkan kerusakan permanen, tambahnya.
Ia mengatakan penggunaan internet saat ini telah menjadi fenomena global, yang harus diselesaikan melalui upaya global. Ia juga menyayangkan ribuan kasus pelecehan terhadap perempuan telah dilaporkan. Menurutnya, modernitas telah membawa banyak masalah dan krisis yang terus meningkat.
Dr Recep Senturk, akademisi Turki, dan presiden Akademi USUL, Turki, mengatakan, dalam menghadapi masalah global, pemuda Muslim harus disarankan untuk mengadopsi etika yang bersumber dari Sunnah Nabi (SAW). Mereka harus didorong untuk mengembangkan kemandirian intelektual mereka dengan mengikuti Sunnah dan melepaskan diri dari hegemoni global, tambahnya.
Sementara itu, Dr Chandra Muzaffar, seorang cendikiawan dan sosiologis Malaysia, menyarankan diadakannya konferensi pemuda Muslim sehingga mereka dapat berpartisipasi dan menyuarakan pendapat mereka dan mengartikulasikan posisi mereka atas tantangan dan solusi kontemporer. “Orang-orang di seluruh dunia harus menyadari bahwa semua masalah yang membara di dunia saat ini adalah tantangan bersama yang telah diberikan solusi dengan indah oleh Islam berabad-abad yang lalu,” katanya.
Sheikh Abdullah bin Bayyah, Ketua Dewan Fatwa UEA, mengatakan era globalisasi dan inovasi media sosial dan internet memberikan dampak besar bagi kaum muda, maka perlu adanya pendirian lembaga pendidikan khusus untuk pemuda Muslim yang fokus pada pengajaran moral dan etika. Dia mengatakan pemuda Pakistan harus belajar lebih banyak tentang orang-orang seperti Allama Iqbal.