Bandung – Uu Ruzhanul Ulum, Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat, mengumpulkan para pendiri Pondok Pesantren di Jawa Barat pada Jumat (17/12/2021) untuk membahas rencana pembentukan Dewan Pengawas Pondok Pesantren di Gedung Sate, Kota Bandung.
Hal itu dilakukan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan proses belajar mengajar para siswa pasca Herry Wirawan memperkosa 13 siswi hingga melahirkan.
Para pengurus dari ormas Islam, Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat hadir dalam pertemuan tersebut.
Uu mengatakan kiai dan ormas Islam mendukung rencana pembentukan Dewan Pengawas Pesantren.
“Prinsipnya rencana kami diterima. Bahkan ada masukan dari kiai. Kami akan atur sesuai peraturan gubernur. Sekarang kami akan tegas karena didukung oleh kiai,” kata Uu.
Uu menjelaskan, ada beberapa hal yang menarik perhatian dewan pengawas pondok pesantren. Yakni memperketat persyaratan pendirian pesantren.
“Akan ada persyaratan rekomendasi pendirian pesantren. Rekomendasi itu keluar dari ormas Islam menginduk kemana ponpes ini,” kata Uu.
Selain itu, Kiai juga setuju untuk memverifikasi dosen dan staf Pesantren. Sebab, kata Uu, masih banyak guru di pondok pesantren yang tidak memiliki ilmu agama.
“Kita harus mencari tahu rantai ilmunya, karena yang disebut ilmu agama tidak hanya bisa dipelajari dari Youtube dan terjemahan buku, tapi juga seorang guru bisa memperjelas ilmunya. Jangan sampai orang menyebut ustaz, ajengan, kiai, tapi ilmunya tidak jelas.” Kata Uu.
“Ulama tersebut juga akan ada verifikasi dari ulama senior apakah dia memahami tentang 12 fan sebagai syarat mendirikan pesantren, itu harus dipahami,” tambahnya.
Kemudian, menyepakati untuk membuat persyaratan kelayakan siswa, termasuk persiapan sarana dan prasarana. Uu mengaku, karena keterbatasan tempat, ia tak mau lagi mendengar pesantren yang mencampur ruangan santri dan santriwati.
“Kemudian kami sepakat untuk mengatur syarat-syarat kualifikasi penerimaan santri. Jangan sampai sarana dan prasarana pesantren tidak sesuai. Misalnya karena lahan yang sempit, kamar santri dan santri putri tidak bisa dipisahkan,” ujarnya. dijelaskan. .
Uu mengatakan, dewan pengawas ponpes juga berhak mengaudit status keuangan ponpes yang menerima bantuan pemerintah atau menerima pembayaran dari orang tua santri.
“Termasuk pengawasan (keuangan). Nanti anggota pengawasan pesantren atau DPP terdiri dari ormas Islam, pemerintah dan Kementerian Agama. Nanti ada klasifikasi (pengawasan) di daerah-daerah tertentu. Termasuk pengawasan keuangan seandainya itu ada uang yang ditarik dari masyarakat dan pemerintah,” jelasnya.
Selain itu, Uu menegaskan, keberadaan dewan pengawas ponpes tidak dimaksudkan untuk mengurangi ruang gerak pengelola pondok.
“Bukan berarti pemerintah membatasi gerak, ini upaya pihak pondok pesantren. Makanya kami mengundang kyai agar tidak ada kesalahpahaman bahwa pemerintah membatasi atau mengkredilkan. Semua ini untuk kepentingan bersama. baik,” katanya.