Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersiap menjadi tuan rumah Kongres Ekonomi Umat Islam II yang tahun ini bertema Arus Baru Penguatan Ekonomi.
Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan mengatakan acara ini diselenggarakan untuk merumuskan aspirasi dalam menghadapi persoalan ekonomi yang dihadapi masyarakat dan bangsa Indonesia.
“Secara umum ada dua masalah, yaitu kesenjangan akibat Covid-19 dan pemerataan ekonomi, baik pendapatan maupun pendanaan,” katanya, Kamis (18/11).
Berdasarkan permasalahan di atas, beliau menyampaikan bahwa MUI melalui kongres ingin memberikan kontribusi, partisipasi yang diberikan dalam bentuk solusi yang lebih konkrit, baik dari sisi UMKM maupun orientasi kebijakan ekonomi nasional.
Arah kebijakan ekonomi yang direncanakan, lanjut Buya Amirsyah, adalah keselarasan pemerintah dengan mereka yang menghadapi kesulitan ekonomi.
Dikatakan bahwa warisan ekonomi bangsa berputar di sekitar kalangan tertentu dan tidak mempengaruhi masyarakat, sehingga perlu untuk mendistribusikan barang-barang yang membutuhkan ekonomi yang menciptakan keadilan.
“Jangan sampai perekonomian ini hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu saja. Indonesia menganut sistem perekonomian sebagaimana tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar, di mana bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” Dia melanjutkan.
Buya Amirsyah juga menyatakan bahwa untuk kelangsungan hidup bangsa Indonesia harus ada toleransi yang mensyaratkan adanya distribusi barang-barang ekonomi kepada semua pihak. Intoleransi dalam hal ekonomi membuat situasi Indonesia tidak seimbang.
Idealnya, perekonomian Indonesia berbentuk belah ketupat, di mana kekuatan ekonomi kelas menengah diperkuat, sehingga mudah untuk bergerak naik turun. Namun, saat ini yang terjadi di Indonesia berbentuk piramid, dimana kesenjangan ekonomi sangat terasa.
“Hasil kongres akan kami sampaikan kepada pemerintah. Aspirasi ini menurut saya harus didengar oleh pemerintah. Sebagai negara demokrasi, aspirasi ini berasal dari rakyat,” katanya.
Terakhir, ia berpendapat bahwa suatu negara bisa menjadi kuat jika perekonomian rakyatnya kuat, daya beli masyarakat juga menjadi faktor kuatnya perekonomian suatu negara.
Ketua Kongres, Andi YH Djuwaeli mengatakan, sebagai rangkaian kegiatan, MUI telah melakukan beberapa kegiatan pra kongres. Delapan webinar telah diadakan sejauh ini.
“Webinar ini diselenggarakan untuk menyerap kekayaan materi yang disiapkan untuk webinar mendatang,” ujarnya.
Kongres Ekonomi Islam akan digelar selama tiga hari, 10-12 Desember, di Hotel Sultan. Selain kegiatan utama, MUI juga akan menyelenggarakan pameran UMKM halal virtual.
Kehadiran expo ini diisyaratkan sebagai bentuk langkah berani MUI: tujuannya agar UMKM segera berdiri dengan jumlah peserta dibatasi maksimal 250 orang dari seluruh Indonesia.
“Kami akan menyelenggarakan kongres ini sebagai Ijtihad Ulama. Ini semacam resolusi ekonomi dari Ijtihad Ulama,” lanjutnya.
Sekretaris Kongres Hazuarli Halim mengatakan acara akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan ditutup oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang juga telah diundang untuk hadir oleh beberapa menteri terkait ekonomi.
Peserta yang mengikuti secara offline disebut perwakilan dari pengurus wilayah MUI provinsi 34. Kegiatan dilakukan dengan sistem hybrid, dimana 250 orang mengikuti offline dan 1.250 lainnya online.
“Ormas-ormas Islam yang membidangi ekonomi juga kita undang, termasuk kampus-kampus Islam. Juga, asosiasi dan stake holder di bidang ini,” ujar dia.