Hasil survei nasional yang dilakukan Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) menunjukkan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi lembaga yang paling dipercaya oleh publik. “Secara general, berkaitan dengan konteks lembaga negara, TNI masih nomor satu dengan basis kepercayaan yang cukup tinggi yaitu di angka 84,9 persen,” kata Direktur Eksekutif Indostrategic Khoirul Umam, Selasa (3/8/2021). Umam mengatakan, tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga kepresidenan berada di peringkat dua dengan angka 79,8 persen, disusul oleh pemerintah daerah (76,3 persen), serta Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan angka yang sama, yakni 73,4 persen. Meski Polri dan KPK memperoleh angka kepercayaan publik yang sama, ada 20 persen responden menyatakan tidak percaya terhadap Polri dan 6,6 persen lainnya menyatakan tidak tahu/tidak jawab. Sementara itu, ada 18 persen responden yang menyatakan tidak percaya terhadap KPK dan 8,7 persen lainnya menyatakan tidak tahu/tidak jawab. Dengan demikian, Indostrategic menempatkan Polri di posisi keempat. “Yang dulu-dulu KPK sering menduduki puncak tertinggi keperayaan publik tetapi sekarang berada di urutan kelima dengan angka 73,4 persen,” ujar Umam. Bagaimana opini public terhadap kinerjia Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo? Apakah ada peningkatan atau malah ada penurunan? Apa saja kekuatannya? Apa yang harus diperbaiki?
Jakarta, 13 Agustus 2021 – Direktur Eksekutif Indostrategic Khorul Umam melanjutkan bahwa di bawah KPK, terdapat KPU dengan tingkat kepercayaan publik sebesar 69,6 persen, Mahkamah Agung (68,5 persen), Mahkamah Konstitusi (67,83 persen), Kejaksaaan (65,8 persen). Kemudian, DPRD/DPD (63,8 persen), DPR (60,3 persen), dan partai politik (58,3 persen). Survei ini dilaksanakan pada 23 Mariet-1 Juni 2021 melalui wawancara tatap muka terhadap 2.400 responden di 34 provinsi. Metode penarikan sampel dilakukan melalui multistage random sampling dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat margin of error sebanyak 2 persen.
Sebagai catatan, lembaga survei Indostrategic belum tergabung dalam Perhimpunan Survei Opini Publik (Persepi) karena masih menunggu proses akta notaris di Kementerian Hukum dan HAM. “Proses pendaftaran Persepi segera kami lakukan setelah akta notaris kami di-approve Kemenkumham. Saat ini kami masih menunggu proses di Kemenkumham yang ternyata cukup lama. Karena kalau masih harus menunggu persetujuan tersebut, data survei menjadi kurang relevan,” kata Umam.
Umam mengatakan, pendanaan survei ini berasal dari klien Indostrategic. Khoirul Umam menjelaskan, Indostrategic memiliki dana yang berasal dari dua klien atau mitra untuk kebutuhan internal mereka. Selagi menggarap itu, Indostrategic menitipkan sejumlah instrumen pertanyaan secara umum, yang kemudian hasilnya dirilis saat ini. Padahal sebelumnya pada peringatan Hari Bhayangkara tanggal 1 Juli 2021 lalu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengklaim, tingkat kepercayaan publik kepada kinerja Polri meningkat saat ini. Menurut hasil survei Litbang Polri terkait Indeks Kepercayaan Masyarakat (IKM), tahun 2021 mencapai 83,14 persen. Angka ini disebut tertinggi sejak 2015. Selain itu, Kapolri mengatakan bahwa sejumlah survei kinerja Polri yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik pada kinerja Polri pun meningkat.
Semisal, Survei Alvara Strategi Indonesia yang menyebut tingkat kepercayaan terhadap Polri sebesar 78,8 persen. Lalu, ada Survei Litbang Kompas menyebut kepercayaan publik ke Polri mencapai 70,8 persen. Kemudian, lembaga Survei Charta Politika Indonesia mencatat Polri menduduki peringkat ketiga sebagai lembaga negara dengan kategori kinerja paling baik. Sedangkan, Cyrus Network menyebut kalau Korps Bhayangkara duduk pada peringkat pertama sebagai lembaga penegak hukum yang dipercaya publik mendapatkan nilai sebesar 86,2 persen.
Bagaimana dengan survei lainnya? Hasil survei nasional yang dilakukan oleh Etos Indonesia Institute memuat harapan masyarakat kepada institusi Polri agar semakin baik di bawah kepemimpinan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, salah satunya tidak ada lagi praktik pungli. “Masyarakat punya harapan besar terhadap kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Dengan kepemimpinan-nya, Polri bisa lebih baik, lebih bermarwah, Polri jadi institusi yang selama ini masyarakat agak takut, kini jadi lebih humanis,” kata Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institute Iskandarsyah dalam rilis hasil survei nasional tentang “Pendapat dan harapan publik terhadap lembaga Polri setelah dilantik-nya Kapolri baru,” yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (8/5/2021).
Hasil survei yang dilakukan oleh Etos Indonesia Institute mengungkapkan, sebanyak 21 persen masyarakat tidak puas dengan kinerja Polri karena ada praktik pemerasan dan kekerasan, 19 persen karena tingkat malapraktik dalam tindakan penyelidikan, 17 persen karena masih banyak tindakan pungli, 16 persen masih tingginya praktik salah tangkap, 13 persen karena tingkat respon laporan pelayanan publik, dan 10 persen karena masih banyak oknum kepolisian yang terlibat dalam kriminalitas. Iskandarsyah menyebutkan, variabel ketidakpuasan responden terhadap kinerja Polri ini merupakan penilaian dari kinerja Polri di era kepemimpinan periode sebelumnya. Dan diharapkan dari hasil survei ini menjadi bahan evaluasi bagi Kapolri baru untuk memperbaikinya. “Setelah hasil survei ini ada masyarakat menanggapi dua regulasi Kapolri yang baru, yakni regulasi terkait ITE dan e-tilang, masyarakat mengapresiasi,” tutur Iskandar.
Ia menjelaskan survei dilakukan pada tanggal 1-22 Maret 2021 dengan jumlah responden sebanyak 2.000 orang berusia dari 17 tahun hingga 51 tahun ke atas, berasal dari 6 kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, Makassar dan Bandung. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka, menggunakan metode pengumpulan data primer memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden. Dengan margin error 1,27 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Sementara itu, Direktur Riset Etos Indonesia Institute Pascal Sirait menyebutkan, ada empat tahap hasil survei. Tahap pertama tentang apakah masyarakat mengetahui soal pergantian Kapolri dan dari mana sumber informasi itu didapatkan. “Tingkat pengetahuan responden terhadap pergantian pimpinan Polri 87 persen menunjukkan tingkat keutuhan informasi, dan hanya 12 persen yang menyatakan tidak mengetahui,” ujar Pascal.
Hasil survei tahap II menunjukkan tingkat ketidakpuasan responden terhadap kinerja kepolisian 57 persen, ini didominasi 3 varian utama yaitu adanya tindakan pemerasan (21 persen), malapraktik dalam proses penyelidikan 19 persen, masih tingginya angka praktik suap dan pungli itu 17 persen dan ketidakpuasan repsonden bersumber dari pengalaman pribadi, kerabat sebesar 47 persen. Sedangkan hasil survei tahap III, tentang apakah kegiatan kepolisian yang ditayangkan di media elektronik memberikan dampak kepada penilaian masyarakat terhadap institusi Polri, 71 persen responden menjawab tidak berdampak. “Masif-nya acara bertema kegiatan kepolisian di media elektronik dianggap tidak mempengaruhi penilaian terhadap Polri. Hal itu disebabkan oleh bahwa acara-acara tersebut tidak sesuai dengan fakta yang ada dan sama sekali tidak mengurangi tingkat kriminalitas yang saat ini terjadi,” papar Pascal.
Terkait hal tersebut, Kepala Bagian Penerangan Umum, Komisaris Besar Polisi Ahmad Ramadhan mengaku menerima survei tersebut sebagai masukan bagi Polri. Menurutnya, hal ini menunjukkan masyarakat terus berharap kepada Polri untuk menjadi lebih baik. “Karena Polri itu adalah pelayan publik tugas kita melayani publik wajar kalau publik yang dilayani menginginkan pelayanan yang baik, pelayanan terhadap keamanan pelayanan terhadap penegakan hukum sehingga ketika masyarakat yang dilayani merasa tidak puas sebuah hal yang wajar untuk memberikan saran,” kata Ramadhan dalam Rilis Survey Kapolri, Sabtu (8/5/2021).
Sementara itu, mantan Komisioner KPK, Saut Situmorang mengatakan hasil tersebut menunjukkan bahwa perubahan tidak bisa terjadi bahkan dalam 100 hari kerja. Meski menurut undang-undang nomor 2 tahun 2002 menyebut dengan jelas peran dari Polri yang jika dilaksanakan semua dengan baik maka Indonesia bisa lebih cepat di puncak kesejahteraan. “Tapi sekali lagi teori apapun yang dipakai perubahan itu tidak akan pernah cepat datang,” ujar Saut. Menurutnya, masyarakat bisa terus berharap kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Lantaram terobosan peluncuran sejumlah aplikasi menjadi awalan untuk menerapkan transparansi organisasi. “Jangan lupa manajemen modern itu adalah transparansi yang disebut good governance itu pertama transparansi kemudian resiko-resikonya, kemudian compliencenya, kepatuhan-kepatuhan, itu semua sudah mulai terlihat dengan transparansi,” tandas Saut.
Puas Inovasi Pelayanan Polri
Pada tanggal 8 Mei 2021 lalu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowotepat menjalankan tugas pada 100 hari pertama setelah dilantik Presiden pada 27 Januari 2021. Dalam 100 hari pertama ini, banyak prestasi, inovasi serta terobosan baru Kapolri menggunakan teknologi dalam pelayanan masyarakat di lingkungan kepolisian.
Sejalan dengan lahirnya terobosan tersebut, ungkapan apresiasi terus mengalir dari masyarakat. Namun demikian, tentu saja itu belum cukup. Masyarakat terus mendukung dan mengharapkan kinerja Polri semakin baik lagi ke depannya. Di sana-sini Polri masih banyak kekurangan dan perlu pembenahan menuju Polri yang Presisi sesuai program Kapolri. Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) melakukan survei terhadap tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Polri di bawah kendali mantan Kabareskrim Polri ini. Hasilnya, sebanyak 84,2% masyarakat mengaku puas atas program Presisi Kapolri 100 hari yang sudah diimplementasikan di tengah masyarakat. Lemkapi melihat ada kenaikan cukup signifikan bila dibanding dengan 2020, di mana tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan polri berada pada angka 82,9%. Banyak alasan kenapa masyarakat puas dengan program 100 hari kerja Kapolri yang bertepatan pada hari ini. Masyarakat melihat pada 100 hari pertama Kapolri banyak melahirkan inovasi pelayanan masyarakat. Mulai dari inovasi tilang elektronik (ETLE) dan perpanjangan SIM online yang dinilai transparan dan tanpa diskriminasi dalam pelayanan kepada masyarakat.
“Terobosan Kapolri ini dinilai sangat berani karena sudah berang tentu menghapus penyalahgunaan kewenangan oknum yang selama ini banyak disorot masyarakat. Selain itu, kebijakan Kapolri menetapkan polsek yang tidak lagi mengurus perkara dan kini kedepankan penyuluhan dan pembinaan keamanan disambut positif,” kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan di Jakarta, Sabtu (8/5/2021). Mantan anggota Kompolnas ini menjelaskan, riset Lemkapi dilakukan pada periode 21 April sampai dengan 4 Mei 2021 dengan 800 responden di 20 polda melalui sambungan telepon. Survei menggunakan purposive random sampling dengan usia 20-50 tahun dan human of error sebesar 3,5%. “Sistem tilang elektronik disuka masyarakat karena di dalamnya ada penegakan hukum yang transparan dan sistem ini akan memiliki edukasi yang kuat agar masyarakat patuh dalam berlalu lintas di jalan,” kata pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta ini.
Terobosan lain yang juga cukup diapresiasi adalah peluncuran sistem pengawasan masyarakat terhadap Polri yakni Propam Presisi dan TV Polri. Masyarakat mengaku senang karena Kapolri telah memunculkan saluran baru untuk menyampaikan segala keluhan masyarakat atas kinerja Polri. Edi yakin, dengan terobosan program Presisi Kapolri ini akan membawa perubahan besar terhadap kinerja dan perilaku anggota Polri. Prestasi lain yg cukup mendapat sorotan masyarakat adalah pemberantasan dan penanganan terorisme yang dinilai banyak pihak humanis dan kecepatan polisi dalam mengungkap berbagai kejahatan, seperti sindikat jaringan narkoba internasional yang dirilis Kapolri baru-baru ini dengan barang bukti sabu seberat 2,5 ton. Kemudian kehadiran polisi virtual dinilai banyak pihak membuat masyarakat merasa nyaman dan menghilangkan kecurigaan ada kriminalisasi.
Sementara itu, Manager Riset Lemkapi Andi Triharyono menyebutkan sejumlah inovasi yang banyak diapresiasi masyarakat antara lain penerapan ETLE atau Tilang Elektronik. Kini penegakan hukum di jalan raya memberikan dampak perubahan besar dan kebijakan ini disambut baik oleh masyarakat. Di sini Masyarakat menilai terobosan tilang elektronik yang digagas Kapolri dalam program Presisi Kapolri ini tidak mengenal diskriminasi dalam penegakan hukum dan sudah dioperasikan serentak di hampir seluruh Polda. Sistem ini telah memberikan dampak perubahan besar terhadap masyarakat agar tertib berlalu lintas. “Sisten tilang elektronik memaksa masyarakat patuh dalam berlalulintas di jalan,” kata dosen yang sudah lebih dari 10 tahun berpengalaman dalam lembaga survei ini.
Kemudian, kehadiran virtual polisi dinilai banyak pihak membuat masyarakat merasa nyaman dan menghilangkan kecurigaan ada krimnalisasi. Selain puas, ada sekitar 10,3% responden mengaku belum sepenuhnya puas atas pelayanan polri. Masyarakat memberikan keluhan masih ada oknum yang menyalahgunakan kewenangan dalam penanganan perkara pidana, baik itu pidana umum maupun pidana narkoba. Selain itu, masyarakat juga menginginkan agar penanganan korupsi di kepolisian diperkuat. Selain puas dan kurang puas, ada sekitar 5,5% masyarakat tidak memberikan komentar karena masih mempelajari dan memberikan waktu kepada Kapolri terus bekerja.
Menjaga Kinerjia Polri Terus Meningkat
Untuk menjaga Polri tetap mempertahankan kinerjianya yang terus menanjak sehingga memuaskan masyarakat, maka ada beberapa masukan berharga untuk Polri agar dilaksanakan dengan baik. Berawal dari upaya penegakan hukum, tentu tak luput dari peran sentral kepolisian. Kepolisian Remasyarakat Indonesia (Polri) merupakan salah satu Institusi penegak hukum Negara yang bertugas untuk menegakkan hukum demi terwujudnya keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini tercantum dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Tercatat hingga sekarang, 26 kali sudah Polri melakukan regenerasi kepemimpinan semenjak berdiri pada 1 Juli 1946. Teranyar posisi orang nomor 1 di tubuh Polri ditempati oleh Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang merupakan Kapolri ke-26. Di bawah kepemimpinan Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Polri mengusung tema dengan konsep “POLRI PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan)”.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo nampaknya optimis bahwa pendekatan ini bisa membuat pelayanan lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat ke depannya. Konsep “Presisi” Polri dengan penekanan pada upaya kepolisian yang prediktif harapannya dapat menjawab keresahan masyarakat dengan melakukan penindakan terhadap pelbagai kemungkinan aksi kriminal dan pelbagai bentuk-bentuk pelanggaran hukum. “Peningkatan kepuasan terhadap kinerja dan kepercayaan terhadap Polri ini merupakan kerja keras dari seluruh anggota Polri. Hal ini harus kita syukuri bersama dan mendorong Polri untuk menjadi lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” tegasnya dalam perayaan HUT Bhayangkara ke-75, 1 Juli 2021 lalu.
Menurutnya, capaian ini bukanlah tujuan akhir, tapi pondasi awal dalam keberlanjutan program Transformasi Menuju Polri yang Presisi. Untuk itu, dia minta seluruh jajarannya konsisten dan meningkatkan capaian kinerja guna mengubah potret Polri sesuai dengan harapan masyarakat. Guna mewujudkan harapan itu, pimpinan Polri harus mampu meningkatkan motivasi dan kinerja seluruh personelnya. Salah satunya yaitu melakukan pemenuhan kesejahteraan personel Polri dengan memberikan perhatian besar. Misalnya, membangun perumahan untuk tiap personel. Ia menambahkan belum lama ini Korps Bhayangkara meluncurkan program 100.000 rumah bagi pegawai negeri pada Polri. Jumlahnya, 34.491 unit. Jika dirinci, sebanyak 17.400 unit apartemen, lalu, 17.091 unit rumah tapak. Targetnya, pembangunan perumahan itu selesai pada 2024. “Harapannya personel Polri yang bertugas di lapangan tidak lagi memikirkan keluarga karena kondisi rumah yang kurang layak,” kata dia. Selain itu, Polri juga membuat program kesehatan agar personelnya dapat kualitas layanan kesehatan yang baik. Sejalan dengan hal tersebut, Polri terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Makanya, Polri perlu beradaptasi, berinovasi, dan mengubah budaya kerja dari dilayani menjadi melayani. Sehingga, kepolisian bisa mewujudkan pelayanan yang humanis.
“Hal ini dilakukan dengan meluncurkan 16 layanan berbasis Teknologi Informasi di berbagai layanan kepolisian,” katanya. Terkait pemeliharaan kamtibmas, dirinya mengaku sudah menyiapkan 1.063 Polsek yang tersebar di 343 Polres dan 33 Polda untuk fokus menangani pemeliharaan kamtibmas. Hal ini guna memastikan Polri hadir ditengah masyarakat. Harapannya, bisa menyelesaikan permasalahan masyarakat tanpa ada kekerasan. Lebih lanjut Listyo membeberkan capaian Polri pada bidang penindakan hukum. Pada semester pertama 2021, pihaknya berhasil menggagalkan peredaran gelap 9,7 ton narkoba. Sedangkan pada pertengahan bulan April 2021, di bidang lalu lintas Kapolri meluncurkan layanan perpanjangan SIM online yang diberi nama aplikasi “SINAR” atau SIM Presisi Nasional. Kini melalui aplikasi SINAR masyarakat dapat melakukan perpanjangan SIM secara online lewat gawainya. Peluncuran aplikasi SINAR ini merupakan suatu langkah maju di zaman yang serba digital ini.
Selain mengurangi interaksi langsung yang dapat menimbulkan potensi penularan COVID-19, juga dapat meminimalisir praktik-praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Terlihat ada komitmen dan langkah maju dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan masyarakat. Kemudian penegakkan hukum berbasis elektronik di bidang lalu lintas dengan melalukan modernisasi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE). Sudah menjadi rahasia umum bahwa tak sedikit dari para pengendara yang terjaring razia oleh polisi lalu lintas yang kerap melakukan praktik-praktik suap agar lolos dari sanksi tilang. Di sini kita melihat urgensi dari sistem ETLE, bahwa perlu modernisasi dalam penerapan penertiban lalu lintas demi menghilangkan atau meminimalisir praktik suap dari oknum masyarakat yang tidak patuh terhadap lalu lintas dan juga oknum kepolisian yang bermain-main dengan upaya tilang di jalanan pada saat melaksanakan tugas.
Kemudian hal yang patut untuk di apresiasi dari Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo adalah upaya restorative justice, melalui surat edaran nomor SE/2/II/2021 tanggal 19 Februari 2021 di mana Kapolri meminta kepada seluruh penyidik Polri untuk lebih mengutamakan pendekatan keadilan restoratif dalam melakukan penanganan perkara yang menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kecuali kasus-kasus yang berpotensi memecah belah seperti, SARA, radikalisme, dan separatisme.
Sejalan dengan program restorative justice Polri juga telah membentuk virtual police. Melihat kondisi kita dalam bernegara hari ini dimana sangat mudah sekali untuk menemukan pelbagai macam kritik yang mengarah kepada bentuk penghinaan terhadap pemerintah, kemudian juga berbagai ujaran kebencian yang didasarkan kepada perbedaan SARA. Mengindikasikan secara implisit bahwa masyarakat Indonesia masih belum dewasa dalam berdemokrasi. Sehubungan dengan kondisi di atas maka virtual police adalah suatu keniscayaan demi membendung dan menindak para oknum yang menginginkan terjadinya perpecahan dan kegaduhan di dunia maya. Momen peringatan ulang tahun Polri ke 75 tahun yang kita peringati pada tanggal 1 Juli 2021 lalu, kiranya dapat menjadi ajang refleksi bagi kita sebagai masyarakat Indonesia maupun bagi Polri sendiri sebagai institusi penegak hukum. Selain melakukan penindakan secara hukum, Polri juga perlu melakukan sosialisasi dan juga upaya-upaya yang berfokus kepada pencegahan atau tindakan preventif sebagai upaya dalam meminimalisir terjadinya suatu tindakan yang berpotensi melanggar hukum. Sebab memaksimalkan penindakan atas pelanggaran hukum yang berfokus di bagian hilir saja tidak akan menyelesaikan sengkarut persoalan kamtibmas di negeri ini.
Perlu juga dibarengi dengan penindakan di hulu, disertai dengan upaya sosialisasi dan upaya preventif lainnya yang dilaksanakan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) demi menekan angka kriminalitas dan segala bentuk hal yang berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Sehingga masyarakat dapat hidup dengan aman, tenteram, tertib, serta berdemokrasi dengan baik. Soal tindak pidana terorisme, pada periode Januari-Mei 2021, ada enam peristiwa tindak pidana terorisme di Indonesia yang dari kasus itu, ditangkap dan ditetapkan 217 orang tersangka. Sebanyak 209 orang diantaranya dalam proses penyidikan. Kemudian, enam meninggal dunia karena ditembak. Sisanya, tewas saat aksi bom bunuh diri. Dirinya mencontohkan, dalam penanganan kasus terorisme ini, pihaknya telah menyelesaikan kasus bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam kasus itu, Polri menangkap 108 teroris di delapan provinsi berbeda. Di sisi lain, Listyo mengingatkan jajarannya untuk terus membantu pemerintah menangani virus COVID-19.
Selain itu, Polri harus mengerahkan seluruh sumber daya untuk membantu penanganan pandemi COVID-19. Mulai dari memastikan masyarakat mematuhi protokol kesehatan sampai penjagaan dan penyekatan serta menggelar operasi yustisi. Terakhir, membantu akselerasi program vaksinasi nasional melalui gerai vaksinasi Presisi serta vaksinasi massal. Mari tetap dukung Polri makin dekat dengan masyarakat Indonesia dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pelindung masyarakat yang patuh terhadap Undang-undang. Dengan demikian kita sama-sama menjaga agar Polri tetap dekat dengan masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang beragam dan mengayomi semuanya. (EKS/berbagai sumber)
Baca juga : Raker Bersama, DPR Apresiasi Kinerja Polri