PAMULANG-Masyarakat harus lebih teliti menyimak berita-berita di media sosial (medsos). Dibutuhkan kecerdasan dan bijak untuk menyaring informasi yang berseliweran di grup WhatsApp, Facebook, atau media digital lainnya.
Hal di atas yang mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menggelar seminar bertajuk “Sosialisasi Standar Literasi Media Islami” berlangsung di Aula Gedung Lembaga Keagamaan Kota Tangsel, Jalan Siliwangi No 2 Pamulang, Rabu (13/10).
Walikota Tangsel, Benyamin Davnie yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan, literasi digital harus dikuasai. Dengan literasi digital, informasi yang muncul di media sosial dapat disaring dan tidak ditelan mentah-mentah.
“Jangan mudah memforward berita, tapi harus cek and ricek sehingga tidak menjadi fitnah dan berdosa,” ujar Benyamin.
Dirinya berharap dengan mengikuti seminar ini, para peserta dapat menularkannya kepada orang lain agar semakin bijak dalam menulis, membaca, dan memforward suatu berita.
Ketua MUI Kota Tangsel, KH Saidih mengatakan, seminar ini sangat penting diadakan mengingat banyaknya informasi di media sosial yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Agama menegaskan jika datang berita khususnya dari orang fasik, maka harus diklarifikasi, dalam bahasa agama tabayyun dulu, jangan langsung dipercaya. Kita harus memahami bahasa tulisan, bahasa lisan, dan bahasa isyarat sesuai dengan kenyataannya,” ujarnya.
Narasumber dari akademisi, Gun Gun Heryanto menjelaskan, hoax adalah upaya menipu dengan menyebarkan informasi yang tidak berdasarkan fakta atau data, dengan tujuan memperdaya masyarakat dengan model penyebarannya yang masif.
“Ada beberapa ciri sebuah berita diduga hoax, antara lain bersifat provokatif, website dan sumbernya tidak jelas, tidak memiliki standar jurnalistik, isinya adu domba, dan data yang diquote tidak merujuk kepada lembaga-lembaga yang kredibel,” terangnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, bahwa hoax yang paling sering dibuat adalah seputar politik dan isu SARA. “Politik dan SARA adalah yang paling banyak dibuat hoax, di urutan berikutnya yaitu soal kesehatan, makanan dan minuman, lalu soal Iptek, yang disebarkan lewat berbagai macam media. Secara urutan terbanyak yaitu lewat medsos, aplikasi chatting, web, tv, media, email, maupun radio,” paparnya.
Ditambahkannya, literasi sangat penting agar masyarakat memiliki kemampuan mendefenisikan kebutuhannya terhadap informasi, sehingga memiliki strategi pencarian, dan bisa mengevaluasi hasil akhir dari proses informasi.
Narasumber kedua, Abdul Qodir menjelaskan, Islam adalah api semangat literasi bagi peradaban umat manusia. Melalui ayat pertama dalam Al Qur’an, Iqra, Islam ingin menegaskan bahwa yang terutama dan terpenting bagi umat dalam menjalankan tugas hidup sebagai khalifah ialah kemampuan membaca.
“Maka perlu adanya filterisasi dalam menerima berita. Karena bagaimanapun hoax telah terjadi sejak Nabi Adam diciptakan. Penyebar hoax pertama adalah iblis, hingga Adam dan Hawa diturunkan ke bumi. Berita hoax juga terjadi di masa Rasulullah dan Nabi-Nabi sebelumnya,” tukasnya.
Narasumber ketiga, Sudin Antoro memaparkan teknik penulisan berita, baik di media cetak maupun online. Menurutnya, penulisan di media cetak lebih kompleks dibandingkan di media online, karena harus lebih komprehensif dan mendetail.
“Di media cetak sebuah berita harus melalui beberapa tahap sebelum bisa dinaikkan, mulai dari wartawan, redaktur, dan pimred,” terangnya.
Kegiatan seminar Sosialisasi Standar Literasi Media Islam ini mengundang 30 peserta milenial utusan dari FSPP Tangsel, Fatayat NU, Nasyiatul Aisyiyah, GP Anshor, Pemuda Muhammadiyah, ISNU, IPPNU, HIMA Unpam, dan IPNU Kota Tangsel.