Jakarta – Dalam Al Quran Surat Al Anbiya ayat 51-54, Allah SWT berbicara tentang perilaku orang-orang pada masa Nabi Ibrahim ketika mereka menyembah patung. Nabi Ibrahim juga mengingatkan manusia bahwa mereka salah.
Arab: قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمْ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Latin: qāla laqad kuntum antum wa ābā`ukum fī ḍalālim mubīn
Artinya: Dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya kamu dan nenek moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.’
Hukum Patung dalam Islam Menurut PBNU
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud mengatakan, pembuatan patung, boneka, lukisan, gambar dan diorama sudah ada sejak zaman dahulu dan menjadi kebutuhan karena kegunaannya, yang tidak menimbulkan kerugian.
“Jika benda-benda tersebut misalnya digunakan untuk alat peraga ilmu pengetahuan, mengingat peristiwa-peristiwa yang manfaatnya harus dijaga dan perlu, atau jika benda-benda itu dimaksudkan untuk permainan anak-anak yang tidak menimbulkan kerusakan, hukumnya boleh (diperbolehkan)”. kata Marsudi. wartawan Kamis (30/9/2021).
Marsudi mengatakan pembuatan patung adalah haram jika patung tersebut digunakan untuk beribadah seperti pada zaman jahiliyah.
“Yang tidak boleh (haram) adalah jika benda itu dijadikan tuhan, kemudian disembah seperti pada masa jahiliyah, patung atau berhala dijadikan tuhan, maka itu syirik,” ujarnya. Marsudi.
Marsudi menambahkan, patung-patung itu juga bisa dijadikan mainan. Misalnya, Aisyah R.A., istri Nabi Muhammad SAW tidak dilarang oleh Nabi untuk bermain boneka.
“Kalau misalnya benda itu digunakan untuk perhiasan, mainan dan tidak membawa fitnah atau maksiat, maka diperbolehkan. Karena Sayyidatina Aisyah dan kawan-kawan suka bermain boneka, Nabi tidak melarangnya,” kata Marsudi.
Hukum Patung dalam Islam Menurut K.H. Quraish Shihab
Ulama K.H. Quraish Shihab menyatakan bahwa seni patung dilarang pada masa Nabi Muhammad SAW dan para sahabat karena digunakan sebagai sarana ibadah selain Allah.
Di sisi lain, jelas Quraish Shihab, hukum seni pahat dalam Islam hanya diperbolehkan jika patung itu merupakan ekspresi keindahan dan tidak mengarah pada penyembahan selain Allah, sebagaimana dikutip situs resmi Quraish Shihab quraishshihab.com.
Quraish Shihab mengatakan bahwa para Ulama juga mengingatkan bahwa Nabi Sulaiman juga memerintahkan jin untuk membuat patung untuk menikmati keindahannya, bukan untuk disembah, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Surat Saba’, ayat 13:
يَعْمَلُوْنَ لَهٗ مَا يَشَاۤءُ مِنْ مَّحَارِيْبَ وَتَمَاثِيْلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُوْرٍ رّٰسِيٰتٍۗ اِعْمَلُوْٓا اٰلَ دَاوٗدَ شُكْرًا ۗوَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ – ١٣
Artinya: Mereka (para jin itu) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur. (Q.S. Saba’ [34]: 13)
Quraish Shihab juga menyatakan bahwa para sahabat Nabi Muhammad SAW tidak menghancurkan patung-patung peninggalan dinasti Fir’aun ketika para sahabat menduduki Mesir. Dia menambahkan bahwa patung tidak disembah, dibudidayakan dan direnungkan bagi mereka yang melihatnya. Di sisi lain, peninggalan tersebut dipelihara dengan amat baik, sebagai pelajaran dan renungan bagi yang melihatnya.
“Memang benar ada sebuah cerita yang mengatakan bahwa “malaikat tidak masuk ke rumah ketika ada patung di dalamnya”, tetapi ketika patung itu disembah, apakah itu melanggar adat istiadat, atau mengundang rasa tidak enak. Keindahan adalah fitrah manusia secara universal, sedangkan Islam adalah agama universal yang bertujuan untuk membangun peradaban,” kata Quraysh Shihab.
Quraish Shihab mengatakan, kebenaran, kebaikan dan keindahan adalah tiga unsur mutlak bagi sebuah peradaban. Mengekspresikan keindahan, lanjutnya, melahirkan seni.
“Mencari kebenaran menghasilkan pengetahuan, menunjukkan kebaikan mencerminkan moralitas dan mengekspresikan keindahan menghidupkan seni. Namun, ketiganya tidak ada artinya jika tidak ada yang mengeksplorasi, menunjukkan, dan mengekspresikannya,” jelasnya.