Seperti yang banyak terjadi di masa-masa sebelumnya, cara-cara pemberian bansos oleh pemimpin dan elit politik masih terjebak sekadar politik pencitraan dari pihak yang menyalurkannya. Tidak sedikit laporan dari masyarakat yang masuk mengenai perilaku sejumlah oknum kepala daerah atau penegak hukum yang tidak segan-segan menujukkan kekuasaannya ketika berkesempatan bagi-bagi bansos guna meningkatkan kekuatan politis mereka. Meskipun citra kepolisian sudah semakin baik, selama ini berita kegiatan polisi di media massa maupun media sosial masih terkesan dominannya usaha pencitraan positif polisi semata. Masyarakat masih ingin melihat realita dan kenyataan sebenarnya yang masih jauh dari sentuhan dan fokus kepolisian. Masih banyak pihak yang menyangsikan pentingnya pemberian bansos yang digembar-gemborkan dan dilakukan secara seremonial ketimbang melakukan upaya sungguh-sungguh untuk membenahi penanganan Covid-19 di Indonesia.
Penanganan Covid-19 di Indonesia dianggap masih amburadul. Yang diperlukan adalah tindakan dan kerja yang lebih keras dari pemerintah dan bukannya pencitraan seperti yang dilakukan selama ini. Pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan sistem penanganan pandemi. Daripada ditekankan soal pemberian bansos lewat lewat tangan Polri dan TNI ini, mengapa bukan pemberian wewenang diberikan kepada mereka untuk membongkar dan menindak mafia tabung oksigen dan obat yang merupakan isu mencuat yang paling penting selama Penerapan PPKM darurat yang diperpanjang ini?
Jakarta, 19 Juli 2021. “Untuk menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo, Polri menurunkan pembagian bantuan sosial (bansos) sebesar kurang lebih 2.500 ton beras dan 70.000 paket sembako.” Demikian kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. “Ini merupakan bagian dari program bapak Presiden untuk menurunkan bansos di seluruh wilayah yang terdampak. “Jajaran TNI-Polri menyalurkan bantuan sosial (bansos) PPKM Darurat kepada masyarakat yang terdampak di seluruh Indonesia selama perayaan Idul Adha. Percepatan pendistribusian bansos itu merupakan upaya Pemerintah mensejahterakan masyarakat di tengah pemberlakuan PPKM Darurat dan menyelamatkan wagar dari bahaya virus Covid-19.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga meminta kepada seluruh jajarannya untuk segera melakukan penyaluran bansos ke titik-titik masyarakat yang perekonomiannya terdampak Pandemi Covid-19. Untuk memastikan PPKM darurat berjalan baik, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo bersama dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berkeliling ke Pulau Jawa sejak Jumat (15/7( lalu. Daerah yang dikunjungi di antaranya Bandung, Semarang, Solo, Daerah Istimewa Yogyakarta; Sidoarjo, Jawa Timur dan Serang, Banten. Selain sebagai realisasi program pemerintah kepada masyarakat yang terdampak PPKM darurat, jajaran kepolisian dan TNI mengajak masyarakat melakukan vaksinasi dan penerapan Prokes (protokol kesehatan) dengan 5M, Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan dan Mengurangi mobilitas.
Jajaran Polri berkolaborasi dengan Forkopimda, pemerintah Kabupaten /Kota, juga harus didukung oleh masyarakat. “Di Jakarta, Forkompinda menyalurkan bansos melalui Polda dan Kodam dengan menggunakan data bansos sesuai rujukan agar targetnya tidak beririsan”, kata Anies saat rapat evaluasi PPKM Darurat di Monas, Jakarta bersama Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Mulyo Aji (18/07). Penyerahan bansos di tempat lain secara simbolis juga diberikan kepada masyarakat oleh Kapolda/Kapolres setempat dan melepas personel Bhabinkamtibmas Polsek untuk mendistribusikan beras bantuan Polri itu kepada masyarakat. Kapolres Jembrana AKBP I Ketut Gede Adi Wibawa misalnya, dilaporkan menyerahkan secara simbolis bansos Kaploda Bali Irjen Pol Jayan Danu Sputra, SH MSi, kepada Babinsa Kodim 1617 Jembrana dan Bhabinkamtibmas Polres Jembrana(16/7/2021) di lapangan apel Polres Jembrana untuk disalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu di tengah pandemi Covid-19, serta masyarakat yang terdampak PPKM Darurat.
Di dampingi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Sigit melepas personel Bhabinkamtibmas dan Babinsa mendistribusikan paket sembako dan beras kepada masyarakat di Jawa Timur. Ia mengharapkan tidak ada lagi informasi di lapangan yang masih menghadapi masalah dengan bansos. Kata Sigit di Sidoarjo (17/7). Dalam kegiatan di Jawa Timur 19/7 misalnya, hadir Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Pangdam V Brawijaya Mayor Jenderal TNI Suharyanto, Panglima Komando Armada II (Pangkormada II) Laksamana Muda TNI Iwan Isnurwanto, dan Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta, serta didampingi Kabinda Jatim Marsma TNI Rudy Iskandar, Sekda prov, Pejabat Utama Polda Jatim dan Pejabat Utama Kodam V/Brawijaya, membagikan 3000 paket sembako dan masker secara langsung ke Warga Bulak Banteng dan Sekitar Kenjeran, Surabaya.
Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta menjelaskan bahwa jajarannya mengajak masyarakat untuk menerapkan prokes dalam kehidupan sehari-hari dan melaksanakan vaksinasi untuk meningkatkan herd immunity. Masyarakat penerima bansos merasakan bahwa bantuan tersebut sangat membantu mereka di saat serba kesulitan masa pandemi. “Saya terima kasih sekali dengan bantuan ini disaat penghasilan menurun. Semoga pandemi ini segera berakhir dan kehidupan kembali normal seperti biasanya,” jata Nursalim seorang penerima bansos.
Politik Pencitraan
Namun banyak pihak yang masih melihat pemberian bansos dan terutama dilakukan bersamaan dengan peringatan Idul Adha merupakan suatu bentuk politik pencitraan Pemerintah. Wacana pencitraan, menurut Jim Collins, bagaimanapun sesuatu yang strategis secara politis. Dalam pemberian bansos memang ada elemen-elemen pesan dan kekuatan pemberinya. Karena meskipun merupakan bantuan negara, bagaimanapun tidak mengurangi persona dari yang memberikannya. Seperti yang banyak terjadi di masa-masa sebelumnya, cara-cara pemberian bansos oleh pemimpin dan elit politik masih terjebak sekadar politik pencitraan dari pihak yang menyalurkannya.
Tidak sedikit laporan dari masyarakat yang masuk mengenai perilaku sejumlah oknum kepala daerah atau penegak hukum yang tidak segan-segan menujukkan kekuasaannya ketika berkesempatan bagi-bagi bansos guna meningkatkan kekuatan politis mereka. Baik langsung maupun tidak langsung bansos memang berpotensi besar meningkatkan popularitas diri. Itu sebabnya berbagai bentuk bansos akan selalu muncul bersamaan dengan hadirnya even politis seperti Pilkada aau pemilu. Menurut politikus PKS Buhori Yusuf, banson sangat kental aroma pencitraaannya.
Pemberian bansos selama ini banyak didompleng untuk menaikkan citra. Pendomplengan itu antara lain terbukti dengan penyertaan atribut-atribut yang dengan segaja menggarisbawahi siapa yang menyalurkan bansos tersebut, apakah stiker foto, meme, poster, spanduk raksasa dan seterusnya, yang dihadirkan berbarengan dengan pembagian bansos tersebut. Karenanya, banyak pihak selalu mewanti-wanti penggunaan bansos yang merupakan uang negara harus jelas, transparan dan tidak boleh disalahgunakan untuk tujuan politik pencitraan oleh siapapun. Pengontrolan yang baik merupakan suatu keharusan dan harus diingatkan bahwa tanggungjawab etik dan moral untuk keadilan sosial harus dilekatkan dengan pemberian bansos tersebut.
Terutama sekali kini pemerintah dan aparat penegak hukum harus hati-hati dengan hasil survei nasional lembaga Survei Indonesia (LSI). Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan menyatakan popularitas Jokowi dan Pemerintah telah merosot tajam selama 6 bulan terakhir. Menurut survei itu, hanya 43 peren yang percaya Jokowi bisa nemangani pandemi. Selebihnya 54,6 persen tidak percaya atau biasa saja. Karenanya PPKM darurat yang dijalankan selama ini menjadi sngat penting untuk menunjukkan bahwa pemerintah memahami penanganan wabah.
Langkah Presiden Jokowi blusukan ke rumah warga di Sunter membagikan paket obat dan sembako baru-baru ini banyak dinilai sebagai salah satu contoh bentuk pencitraan yang kontraproduktif dengan penanggulangan Covid-19 di Indonesia. Asfinawati, aktivis Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan menyatakan “Ini mengulang cara lama, padahal situasi masyarakat jauh lebih buruk. Mungkin buat yang didatangi berefek, tapi untuk masyarakat luas sama sekali tidak,” jelas Asfinawati (16/7). Di saat orang sedang gencar diminta agar patuh pada prokes, kegiatan mendatangi masyarakat justru berlawanan dengan pesan tersebut. Epidemiolog UI, Dr Pandu Riono juga mengatakan akan lebih relevan jika Jokowi memilih membagikan masker ke masyarakat karena masker itu penting bagi orang miskin, untuk bekerja dan sebagainya. Bagi-bagi obat dan sembako menurutnya tak memiliki relevansi dengan penanganan pandemi sama sekali.
Polisi Bisa Terjebak Pencitraan
Seperti penilaian terhadap presiden Jokowi, pemberian bansos oleh aparat kepolisian juga bisa terjebak pada politik pencitraan yang sudah terlanjur mendalam dipercayai di kalangan masyarakat. Apalagi saat memimpin ratas evaluasi PPKM Darurat yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Sabtu (17/7), Jokowi menyatakan, “Saya minta kepada Polri dan juga nanti Mendagri kepada (pemerintah) daerah, agar jangan keras dan kasar, (tetapi harus) tegas dan santun. Sambil sosialisasi memberikan ajakan-ajakan, sambil membagi beras, itu mungkin bisa sampai pesannya.”
Ide yang dilontarkan itu terdengar bagus untuk mengatasi masalah pandemi. Tapi dari penjelasannya tersirat pesan bahwa penekanan pada pembagian sembako beras menunjukkan usaha itu tidak lebih semacam pencitraan pemerintah saja ketimbang menekankan usaha bagaimana membangun kepatuhan dan ketaatan melekat di kalangan masyarakat, tanpa hadiah dan kehadiran aparat kepolisian. Menurut pengamat sosial Dr Lina Nope, bila bansos dikemas seperti itu, mudah sekali aparat kepolisian masuk kepada kategori pencitraan yang justru tampak tidak bijak dan egois. Bila persepsi itu yang dirasakan oleh masyarakat, maka maksud utama bansos itu hampir tidak berarti.
Pihak kepolisian sepertinya perlu untuk berusaha tidak mencederai kewajiban pemerintah menyalurkan bansos kepada masyarakat yang butuh bantuan di masa-masa sulit seperti pandemi dengan melakukan tugas pemberian bansos yang benar-benar efektif dan efisien. Jangan sampai pemberian bansos digunakan untuk mendongkrak citra politis untuk mendapatkan pengaruhnya di daerah di mana mereka bertugas dan disalahgunakan pemberiannya. Tantangan bagi pihak kepolisian di sini tentu saja adalah bagaimana bisa mendisplinkan diri mengobrol mereka sendiri.
Polri Anti Pencitraan
Untunglah Kapolri menunjukan kepemimpinan dalam konteks ini, misalnya dengan menyampaikan agar warga masyarakat yang kesulitan dan kehabisan bansos meminta sembako kepada polisi. Pernyataan Kapolri seperti ini telah dinilai oleh Ketua DPP KNPI Dikson Ringo sebagai bukti sosok polisi yang empati karena Kapolri Sigit bisa ikut merasakan kesulitan yang sedang dirasakan masyarakat selama kebijakan PPKM Darurat ini.
Sebelumnya, ide tentang gambaran pemimpin yang diharapkan di lingkungan Polri sudah pernah dilontarkan Kapolri sendiri ketika baru dilantik. Ketika membuka sambutan pertamanya sebagai Kapolri (27/1), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sempat menyatakan bahwa Kapolri terdahulu, Idham Azis, adalah sosok pemimpin panutan yang seperti elang. Ia tidak perlu melahirkan dirinya seperti burung merak dan burung nuri agar disegani dan dikenal oleh lawan dan kawan. Sikap Idham Azis ini menunjukkan pemimpin yang tidak pernah melakukan pencitraan dalam bekerja telah berhasil membawa perubahan besar terhadap Polri.
Harus disebutkan di sini bahwa meskipun citra kepolisian sudah semakin baik,
selama ini berita kegiatan polisi di media massa maupun media sosial masih terkesan dominannya usaha pencitraan positif polisi semata. Masyarakat masih ingin melihat realita dan kenyataan sebenarnya yang masih jauh dari sentuhan dan fokus kepolisian. Masih banyak pihak yang menyangsikan pentingnya pemberian bansos yang digembar-gemborkan dan dilakukan secara seremonial ketimbang melakukan upaya sungguh-sungguh untuk membenahi penanganan Covid-19 di Indonesia.
Seorang netizen menyatakan bahwa penanganan Covid-19 di Indonesia masih amburadul. Yang diperlukan adalah tindakan dan kerja yang lebih keras dari pemerintah dan bukannya pencitraan seperti yang dilakukan selama ini. Pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan sistem penanganan pandemi. Daripada ditekankan soal pemberian bansos lewat lewat tangan Polri dan TNI ini, mengapa bukan pemberian wewenang diberikan kepada mereka untuk membongkar dan menindak mafia tabung oksigen dan obat yang merupakan isu mencuat yang paling penting selama Penerapan PPKM darurat yang diperpanjang ini? (Isk – dari berbagai sumber).