Sepakbola seharusnya menjadi faktor pemersatu dan bukan malah memecah belah bangsa karena bentrokan identitas semu yang amat disayangkan. Menonton sepakbola merupakan arena yang sportif dan menghibur. Namun ironisnya, bentrokan antar fans yang bertubi-tubi terjadi hingga sekarang merupakan pukulan bagi dunia sepak bola Indonesia yang mesti mendapat perhatian yang lebih serius dan sungguh-sungguh.
Menjaga ketertiban selama pertandingan jelas merupakan ranah kepolisian yang berhak menentukan siapa yang dianggap telah melakukan pelanggaran hukum. Polri berusaha melakukan upaya konkrit dan efektif dalam mengantisipasi dan menanggulangi kerusuhan suporter agar situasi kondusif terjaga. Selama ini Polri tampaknya terus bertindak tegas terhadap aksi-aksi suporter anarkis, meskipun kejadian demi kejadian masih kerap terjadi. Polri telah melakukan serangkaian antisipasi dan langkah-langkah pengamanan di masa sebelumnya yang kemudian dijadikan tolak ukur penanganan masalah ini.
Jakarta, 9 Juni 2021
Masyarakat Indonesia adalah salah satu masyarakat yang fanatik mencintai sepak bola. Banyak wilayah di Indonesia yang memiliki klub-klub sepak bola yang besar dan berkembang karena masyarakatmya juga senang menonton pertandingan sepak bola baik secara langsung di stadium maupun lewat layar televisi atau di gajet.
Masyarakat Indonesia juga diketahui menjadi fans-fans fanatik sepakbola dunia terkenal Eropa maupun Asia. Di dalam negeri, klub-klub sepakbola Indonesia juga menjadi ekspresi identitas dan kebanggaan masyarakatnya. Fanatisme mereka begitu tinggi sehingga tidak jarang membuat fan dan suporternya menjadi agresif dan tidak beradab.
Dalam setiap pertandingan bola di mana saja, termasuk di Indonesia kerumunan dan bentrokan antar fans kerap terjadi. Berbagai perhelatan dari tingkat lokal, nasional hingga internasional.
Suporter sepakbola yang fanatik
Menurut psikolog sosial asal Solo, Hening Widyastuti menyampaikan, pada dasarnya suporter bola merupakan sebuah kumpulan besar individu yang memiliki passion atau kegemaran yang sama dan dinaungi oleh satu bendera yang sama dalam sebuah klub sepak bola. Pada kumpulan massa yang besar ini, di dalamnya ada banyak energi. “Ketika satu individu tersulut, semua akan tersulut. Psikologi massa,” jelas Hening,
Menurutnya, suporter bola sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni:
Suporter bola yang sangat fanatik, Tidak terlalu fanatik, hanya suka bola dan kebetulan berdomisili di daerah yang ada klub bola yang disukai
Suporter yang sekadar ikut-ikutan. Nah terkadang, orang di dalam kelompok yang ikut tersulut ini adalah suporter yang hanya ikut-ikutan tanpa tahu akar permasalahannya.
“Mungkin kebanyakan anak-anak remaja, pra-remaja, atau dewasa awal yang memiliki beberapa kecenderungan,” ungkap Hening.
Sepak bola telah menjadi simbol pertemanan lewat wadah suporter. Mereka adalah kumpulan teman pergaulan dengan minat dan misi yang sama lewat bentera klub sepak bola mereka. Dalam konteks ini, nalar sering tidak brgungsi. Mereka akan lebih mengutamanak emosi dan kekuatan untuk bersama-sama melakukan aksi dalam kesetiaan.
Sifat tersebut tidak jarang datang dari rasa fanatisme sempit mereka. Sifat tersebut seringkali direfleksikan dengan tindakan dan aksi kerusuhan yang mereka lakukan, baik ketika suatu pertandingan tengah berjalan, sesudahnya, maupun insiden dan kericuhan yang mereka ciptakan di luar stadion.
Kerusuhan yang muncul mulai dari tingkat kekerasan yang rendah hingga yang serius dan menyebabkan kematian baik sesama suporter, suporter dari lawan klub, pihak kepolisian, jurnalis, bahkan aparat penegak hukum termasuk kepolisian.
Hal ini tentu membuat keprihatian yang besar dari semua lapisan masyarakat Indonesia. Kerusuhan dan bentrok sesama fans ini sering disebabkan oleh alasan-alasa nyang tidak jelas disertai kekerasan dan pengrusakan aset-aset pribadi maupun milik negara.
Meneliti berita-berita di media massa dan media sosial menunjukkan bahwa kejadian-kejadian perkelahian antatr suporter bukannya berkurang tapi semakin meningkat dari hari ke hari, tidak saja di ibukota Jakarta, tapi juga di kota-kota lain, baik besar maupun kecil seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan dan seterusnya.
Para suporter sepakbola selalu ribut dan berita keributan yang mengarah pada aksi kriminalisme itu lebih kuat dibandingkan berita-berita mengenai kemajuan persepakbolaan di tanah air yang selalu menjadi harapan-harapan yang sulit kesampaian.
Pihak yang merasa bertanggungjawab merespon kerusuhan dan bentrok antara sesama fans sepakbola di tanah air adalah aparat Polri.
Belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, pihak Polri berusaha hati-hati dan siap mengantisipasi segala hal yang akan menuju terjadinya bentrokan ini.
Itulah sebabnya pihak Polri sangat tegas dalam mengeluarkan izin pertandingan. Ini karena diperlukannya cukup waktu bagi pihak aparat untuk siap menghadapi segala tantangan menyangkut perselisihan di antara suporter klub sepakbola masing-masing.
Bila pengajuan waktunya mepet, maka sudah pasti pihak kepolisian tidak akan memperbolehkan suatu pertandingan dilakukan.
Dalam suatu pertandingan, pihak kepolisian selalu berjaga-jaga bila muncul reaksi dari pihak suporter yang tidak bisa menerima timnya menelan kekakahalan dari tim yang lain.
Biasanya mereka akan menjadi beringas dan mencoba membuat keonaran dan kekerasan. Misalnya dengan melemparkan petasan ke lapangan tempat gawang penjaga.
Kadang mereka juga membakar kertas di tribun utara sampai masuk ke lapangan. Ulah suporter bisa membuat pertandingan terhenti karena mereka melemparkan batu botol air mineral hingga bom asap ke tribun yang ditempati suporter tim tandingan.
Tidak jarang terdapat pula molotov yang diperoleh dari luar pagar setelah pertandingan. Ciri-ciri seperti ini sudah amat dikenali di antara suporter klub sepakbola yang berlain-lainan. Apakah itu suporter Persib yang disebut sebagai bobotoh, atau misalnya kerusuhan yang sering terjadi antar okum suporter Persebaya Surabaya dengena Arema Malang yang dikenal dengan nama Bonek.
Tentu saja kefanatikan terhadap klub kebanggaan mereka menyebabkan mereka melakukan hal-hal yang justru bertentangan dan tidak sejalan dengan upaya membuat citra positif dari klub sepakbola tersebut.
Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa perusuh itu tak jarang para suporter yang merupakan anak-anak yang masih di bawah umur yaitu anak usia remaja atau awal dewasa.
Bentrokan antar mereka pun bisa menyebabkan fatal yakni kematian karena pengeroyokan atau penganiayaan yang dilakukan dalam konteks pertandingan laga sepakbola tertentu.
Situasi panas antar suporter juga sebenarnya disebabkan karena secara tradisi mereka sudah merasa bermusuhan. Ada rasa tidak senang dan sakit hati dengan suporter dari klub sepak bola lawannya. Inilah yang disebut sebagai faktor intern yang sesungguhnya amat berbahaya dan menjadikan mereka anarkistis.
Apalagi kemudian satu kesebelasan tampak lebih unggul dari yang lainnya. Walaupun sang wasit sudah menghentikan pertandingan, kerusuhan tetap meledak dan sulit diatasi.
Sering diberitakan bahwa suporter tuan rumah akan turun ke lapangan sehingga membuat pemain dan offisial dari tim tamu harus berlarian untuk menyelamatkan diri sampai ke ke hotel tempat mereka menginap.
Tidak sedikit dari mereka yang mengalami luka-luka akibat timpukan atau sempat dipukul oleh oknum suporter yang beringas. Polisi kemudian perlu dikerahkan untuk membantu mengevakuasi panitia, offisial serta para pemain ke tempat yang aman
Kadang kerusuhan itu menyebabkan tim tidak bisa kembali selamat sehingga perlu instriuksi dan arahan dari kepolisian untuk keluar dari masalah tersebut.
Keberingasan tersebut dilanjutkan di luar stadium kemudian, sehingga membuat keributan.
Konvoi euforia oleh segelintir oknum suporter dimaksudkan untuk merayakan kemenangan tim nya, namun mengganggu ketertiban umum dengan konvoi sepeda motor atau mobil dari malam hingga dini hari.
Keributan suporter di Indonesia juga seringkali disebabkan karena kekecewaan mereka karena harga tiket yang mahal atau tidak mendapatkan tiket pertandingan.
Mereka tidak jarang melakukan tindakan tidak disiplin dengan menyerbu stadium dan melakukan perusakan pada fasilitas-fasilitas umum.
Suporter juga adakalanya mencoba menunggu suporter tamu yang hendak pulang. Dan menyerang mereka, sehingga kemudian terjadi bentrokan dan melibatkan aparat kepolisian.
Tidak sedikit ada suporter yang menjadi korban luka-luka dan bahkan meninggal. Menurut Koordinator SOS Akmal Marhali, Pada 26 September 2018 seorang suporter olah raga yang bernama Haringga Sirla meninggal. Sirla menurutnya merupakan suporter sepak bola yke 76 yang tewas akibat bentrokan sejak 1994.
Selain itu, ada juga personel kepolisian yang menjadi korban baik luka-luka dan dibawa ke rumah sakit, atau yang tidak tertolong dan meninggal dunia.
Seorang polisi dilaporkan harus mendapat perawatan karena terluka saat mengamankan kerusuhan suporter dalam pertandingan sepak bola Indonesia vs Malaysia di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Jakarta pada 4/6/2019 lalu. Polisi itu terluka di pelipis mata kirinya ketika berusaha menghalau supporter yang hendak menyerang pintu utama SUGBK.
Bentrok di dalam stadium tidak jarang diteruskan di luar stadion di mana aksi kejar-kejaran terjadi. Dalam beberapa kasus terjadi pula pencurian, penjambretan, penjarahan dan pencurian HP milik suporter atau jurnalis yang meliput.
Dalam sebuah laporan pernah ada jurnalis yang menjadi korban intimidasi sehingga oleh polisi diminta polisi memberikan petunjuk agar kasus dapat segera diungkapkan.
Selain telah menimbulkan korban luka-luka, meninggal dan kerusakan benda-benda, juga sering dilanjutkan dengan pembakaran dan perusakan motor atau mobil yang diparkir, baik milik pribadi maupun kepolisian dan Pemerintah.
Dalam beberapa kasus di media dilaporkan bahwa bebeapa mobil kepolisian dibakar dan mobil lain dirobohkan. Akibatnya kelancaran tugas kepolisian, polda atau polresta tertentu menjadi terganggu.
Kejadian bentrok antar suporter sepakbola juga tidak jarang menyebabkan trauma dan ketakutan dari warga di sekitarnya. Begitu seriusnya insiden-insiden bentrok ini, sampai-sampai menjadi berita di luar negeri dan ikut mencoreng citra sepakbola dan Indonesia di luar negeri.
Sebagai contoh misalnya kejadian pada Piala Menpora. Menpora Malaysia Syed Saddeq sempat protes terhadap kericuhan yang terjadi di GBK saat kualifikasi piala dunia 2022, antara tim Indonesia berlaga dengan tim Malaysia.
Polisi Indonesia dianggapnya telah mengecilkan persoalan serius yang menyebabkan pertandingan itu sempat dihentikan. Tim Malaysia dilaporkan menuntut keadilan. Sehingga Menpora Indonesia Imam Nahrawi akhirnya harus menyampaikan permohonan maafnya atas kejadian yang dilakukan oleh ulah oknum supporter.
Strategi penanganan kepolisian
Menjaga ketertiban selama pertandingan jelas merupakan ranah kepolisian yang berhak menentukan siapa yang dianggap telah melakukan pelanggaran hukum.
Polri berusaha melakukan upaya konkrit dan efektif dalam mengantisipasi dan menanggulangi kerusuhan suporter agar situasi kondusif terjaga.
Polisi selama ini tampaknya terus bertindak tegas terhadap aksi-aksi suporter anarkis, meskipun kejadian demi kejadian masih kerap terjadi.
Polri telah melakukan serangkaian antisipasi dan langkah-langkah pengamanan di masa sebelumnya yang kemudian dijadikan tolak ukur penanganan masalah ini.
Biasanya adanya kerumunan akan diwaspadai. Polisi berusaha membubarkan kerusuhan dengan berusaha ekstra keras.
Biasanya polisi akan berusaha mengamankan otak kerusuhannya karena meerekalah yang harus mendapat hukuman setimpal karena telah menyebabkan insiden yang tidak mengenakkan.
Mereka yang menjadi pelaku wajib menyerahkan diri dan mendapat proses hukum.
Penggeledahan-penggeledahan juga kerap dilakukan untuk mencari bukti-bukti kejahatan yang disertai dengan penggunaan senjata tajam, batu, cat semprot atau benda-beda mencurigakan lainnya.
Suatu pemandangan yang biasa melihat barisan personel kepolisian menggunakan tameng berusaha menghalau berbagau benda yang dilempar oleh massa suporter.
Polisi berusaha menghalau suporter yang berulah dengan menggunakan water cannon agar suporter bisa bubar.
Polisi akan berusaha membubarkan suporter dengan cara menembakkan gas air mata. Biasanya gas air mata yang diarahkan kepada kerumunan suporter akan mampu membuat mereka lari tunggang langgang.
Karenanya kerusuhan kemudian berpindah ke area lain, misalnya di area parkir sebuah stadion.
Pendeknya, upaya represif kepolisin akan terdiri dari pengamanan tertutup, pengamanan terbuka, pengendalian massa dan proses penyidikan.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro jaya Kombes Pol Yusri Yunus, pendukung Persija yang terlibat pada kerumunan pada 26/4/21 di Bundaran Hotel Indonesia yang diamankan sebanyak 65 orang.
Bila terjadi kerusuhan di kalangan suporter, polisi tidak jarang memanggil pihak manajemen klub itu agar ikut menciptakan situasi kondusif. Pemain juga dapat dipanggil guna keperluan pemeriksaan lebih lanjut.
Penggunaan rekaman video juga sering dijadikan cara oleh kepolisian karena bermanfaat untuk mengungkapkan siapa pihak-pihak yang terlibat dalam kasus-kasus bentrokan dimaksud.
Lewat penyitaan telepon-telepon genggam, polisi dapat mempelajari bentuk komunikasi yang mereka lakukan termasuk pencarian bukti rencana mereka membuat kerusuhan yang kemudian terjadi.
Pihak kepolisian juga harus menginventarisasi kerusakan yang diakibatkannya, termasuk perusakan pada sepeda motor, mobil dinas dan berbagai hal yang tela menjadi sasaran perusakan.
Berbagai kerusuhan yang terjadi di masa sebelumnya kemudian menjadi pelajaran dan bahan pertimbangan kepolisian agar bisa lebih mengantisipasi bagi pertandingan-pertandingan sepakbola di masa-masa sesudahnya.
Gunanya untuk mengevaluasi dan mencari jalan keluar dasertan menjaga sikap dan supaya tidak ada pihak yang dirugikan karena suatu insiden atau kericuhan berkenaan dengan suporter klub sepak bola.
Dalam melakukan strategi antisipasinya, Polri tentu saja sering juga mengalami kendala. AchmadAinurrizq, (2008) dalam tulisannya Upaya Polri dalam Mencegah dan Menanggulangi Kerusuhan Supporter Sepakbola : studi Kasus di Polresta Surabaya Timur. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya, menyimpulkan bahwa pertama ada kendala internal.
Kendala internal antara lain dalam menyediakan jumlah personel yang pas untuk menanggulangi kerusuhan secara cepat. Selain itu juga ada kendala dalam biaya operasional. Selain itu, koordinasi internal sering dianggap kurang sinergis, juga dengan kekurangan fasilitas pendukung.
Partisipasi masyarakat kadang dianggap kurang dan kerjaasama antar stakeholder hampir tidak terjalin.
Suara para suporter tampaknya harus diakomodasikan di atas semua kesulitan atas kenyataan bahwa budaya di Indonesia heterogen dan sikap fanatik dan keras dari para suporter itu antara lain karena kurangnya kesadaran hukum di antar mereka.
Preventif dan Mengantisipasi
Masih banyak yang harus dilakukan pihak Polri untuk dapat melakukan strategi penanganan yang lebih holistik dan efektif. Bila suporter olahraga masih dapat membawa masuk benda-benda berbahaya untuk menyokong aksi keonaran yang menjurus kepada aksi kriminal, hal ini merupakan satu hal yang penting mendapat perhatian.
Dibandingkan dengan strategi yang ditempuh oleh kepolisian di Australia misalnya, Indonesia masih jauh tertinggal dalam masalah penanganan keamanan dan faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan bisa meledak dan terjadi.
Juga penting adalah memfokuskan pada aspek pencegahan atau preventif. Sering disebutkan bahwa perlu upaya-upaya preventif untuk menghindari adanya bentrokan sesama suporter dan fans sepakbola.
Seringkali aroma perseteruan antara supporter kedua belah pihak sudah dapat tercium sebelum pertandingan dimulai. Karenanya aparat kepolisian sering telah melakukan aweeping kendaraan yang memasuki arena laga. Harus ada kerjasama dengan panitia pelaksana untuk menghndari kemungkinan bentrokan.
Sepakbola seharusnya menjadi faktor pemersatu dan bukan malah memecah belah bangsa karena bentrokan identitas semu yang amat disayangkan. Menonton sepakbola merupakan arena yang sportif dan menghibur.
Namun ironisnya, bentrokan antar fans yang bertubi-tubi terjadi hingga sekarang merupakan pukulan bagi dunia sepak bola Indonesia yang mesti mendapat perhatian yang lebih serius dan sungguh-sungguh.
Komunikasi intens dan dekat antara klub sepakbola dan suporter nya yang menekankan budaya tertib sangatlah diperlukan. Mereka bisa membantu upaya preventitf agar suported dapat sadar hukum dan sadar pentingnya membina dan menjalin kerukunan, kekompakan dan kebersamaan, termasuk dengan suporter yang berseberangan.
Pendeknya, suatu wadah bagi aspirasi dan koordinasi antar klub sepakbola harus terus dikuatkan, termasuk penyelesaian masalah di antara suporter dan meyakinkan mereka sebagai sesama saudara.
Suatu forum silaturahmi yang melibatkan pencinta atau suporter sepak bola juga penting dibentuk bersama Forpimda provinsi, kabupaten dan kota seperti yang sudah dibentuk di Jawa Timur. (Isk – dari berbagai sumber).