JAKARTA, KOMPAS.TV – Dugaan adanya kartel kremasi jenazah Covid-19 jadi perbincangan hangat di media sosial.
Rumah Duka Abadi jadi sorotan setelah salah satu keluarga jenazah pasien Covid-19 mengunggah sebuah tulisan yang menceritakan dugaan kartel kremasi disana.
Pengunggah menyebut harga yang dipatok bervariasi, mulai dari 45-65 juta rupiah.
Polisi meminta pengunggah kisah itu untuk datang memberikan laporan resmi. Hal ini dibutuhkan untuk membantu penyidik menuntaskan kasus ini.
“Iya kita akan mulai menyelidikan dari tempat itu ya karena kita dapat data dari tempat itu harapan kami sih yang membuat tulisan itu sih atau berita bisa bekerja sama dengan kami untuk membwrikan informasi,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, Joko Dwi Harsono.
Polisi kini tengah memeriksa dua orang saksi yang merupakan karyawan dari Rumah Duka Abadi.
Keduanya menjalani pemeriksaan intensif terkait adanya dugaan praktik kartel kremasi disana.
Pemeriksaan saat ini masih terbatas pada klarifikasi untuk mencari fakta sebenarnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara, pihak Rumah Duka Abadi menyanggah tuduhan kartel kremasi, sebab pihaknya mengaku tak menyediakan jasa kremasi jenazah.
Sementara itu pengelola krematorium Dokter Aggi Tje Tje di Cilincing, Jakarta Utara, mengecam keras pihak-pihak yang memeras keluarga jenazah pasien Covid-19.
Pihaknya mengimbau kepada sleuruh pihak yang menyediakan jasa kremasi untuk tidak memanfaatkan situasi dengan mematok biaya yang tinggi.
Kasus dugaan adanya kartel kremasi bermula dari unggahan seorang warga bernama Martin. Ia menyebut biaya kremasi kian naik bahkan ada yang mematok hingga 80 juta rupiah.