Site icon Info Seputar Muslim

Hukum dan ketentuan pelanggaran protokol Covid di Australia yang amat ketat

Tampaknya Indonesia perlu penerapan sanksi yang lebih ketat dan keras kepada siapa saja, termasuk penduduk lokal mengenai keseriusan prokes dan sanksi bila meremehkan dengan sengaja. Bila tidak, transmisi covid-19 akan sulit dikontrol di Indonesia dalam waktu dekat. Cara-cara yang ditempuh oleh Pemerintah Australia menerapkan dengan serius aturan-aturan protokol kesehatan itu dapat dijadikan rujukan.  Melihat apa yang telah dilakukan oleh polisi Australia, kita menyadari bahwa aturan dibuat hitam putih dan harus ditaati semua pihak berikut sanksi-sanksi bagi individu dan dunia usaha bila melanggarnya

Jakarta, 23 April 2021. Wabah pandemi di Australia turun naik dan menantang meskipun telah dilakukan upaya-upaya yang ketat termasuk dalam penegakan hukumnya. Mendekati perayaan Natal tahun lalu, setiap negara bagian bergantian menghadapi outbreak karena terjadinya kerumunan di beberapa tempat sehingga harus diterapkan kebijakan lockdown sesudah terdeteksi virus Covid-19 termasuk dari UK strain, baik di negara bagian New South Wales maupun negara bagian Victoria. Namun Australia telah diakui sebagai satu dari negara selain Selandia baru yang dianggap sangat sukses dalam upaya menanggulangi transmisi virus Covid-19.

Kini bahkan kasus infeksi sampai pada titik terendah. Kalau mulanya selalu ada 400 kasus per harinya, kini hanya rata-rata 20 kasus. Untuk penanganan kesehatan masyarakat dari resiko penularan Covid-19 serta dampak-dampaknya, Menteri kesehatan dan riset kedokteran Australia telah membuat  beberapa petunjuk-petunjuk berdasarkan Undang Undang kesehatan masyarakat Section (bagian) 7  tahun 2010. Wewenang penanganan itu  berada pada Kementrian Kesehatan dan staf layanan kesehatan. Personol polisi diberi wewenang masuk dan menginspeksi suatu tempat, baik kediaman maupun tempat–tempat komersial  untuk melakukan investigasi masalah covid-19. Bagian 112 undang-undang memberi otoritas kepada mereka untuk memeriksa orang-orang yang dicurigai membahayakan kesehatan umum dan mendapat rincian detail mereka. Bagian 7 undang-undang memberi wewenang kepada kementerian kesehatan untuk memberi informasi tentang resiko dan petunjuk yang diperlukan. Bagian 10 aturan menyebutkan seseorang yang tidak mempunyai alasan kuat, dengan petunjuk itu dapat dipenjara selama 6 bulan maksimum atau uang 11.000 dolar Australia.

Bila pelanggaran masih dilakukan terus, mereka bisa didenda 5.500 perharinya. Sedangkan Penalti bagi perusahaan lebih besar lagi yaitu 55.000 atau 27.500 per harinya. Bila perlu, Pemerintah Australia  juga bisa menerapkan undang-undang biosecurity dengan mengeluarkan ‘human security order’ untuk individu-individu yang gagal mentaati aturan. Dendanya pun sangat lebih tinggi, sampai 65 ribu dollar Australia, hukuman 5 tahun penjara atau dikenakan sanksi keduanya. Yang penting adalah adanya jaminan kepada setiap warganegara supaya diperlakukan secara hormat ketika berinteraksi dengan polisi. Mereka tidak dibolehkan membuat diskriminasi berbasis jender, umur, ras dan disabiitas. Setiap berinteraksi dengan warga, polisi juga wajib memberi informasi tentang wewenangnya secara adil dan dilakukan secara konsisten.

Peran kepolisian

Sejak awal pecahnya pandemi, layanan khusus polisi Australia langsung terbentuk. Ia dianggap satu sumber penting demi menghambat penyebaran virus Covid-19 Penugasan-penugasan khusus polisi  juga dibuat. Polisi diberikan kontrol dan respon tanpa harus seizin pengadilan terlebih dulu. Mereka ditugasi mengontrol masyarakat, menerapkan restriksi pergerakan dan memeriksa kumpulan orang. Karena berbentuk negara berbentuk federal, tugas penegakan hukum polisi di Australia menghadapi covid-19 ini, tidak sama antara satu negara bagian dengan yang lainnya. Di negara bagian Victoria misalnya, mereka langsung aktif menerjunkan ratusan personelnya melakukan penutupan bisnis-bisnis yang tidak esensial.

Berbeda dengan Indonesia, dalam menghadapi wabah ini, tugas polisi di Australia dibantu dan didampingi staf layanan kesehatan pemerintah. Keduanya memiliki wewenang dan otoritas khusus yang sama, termasuk dalam upaya pengaturan laku isolasi mandiri wajib bagi pengunjung dari luar negara bagian maupun dari luar negeri. Mereka yang melanggar aturan karantina dikenakan denda yang amat besar. Denda ini mungkin jauh lebih besar dibanding yang diterapkan di Indonesia, karena dapat mencapai hingga 20 ribu dolar Australia bagi perorangan dan 100 ribu dolar Australia untuk kalangan bisnis. Polisi negara bagian NSW memiliki aturan yang sama dengan negara bagian Victoria. Namun pada awalnya mereka tampak lebih memfokuskan tindakan pengontrolan kerumunan manusia untuk memastikan ketaatan merkea mengikuti aturan yang diterapkan.

Polisi NSW tidak segan-segan menangkap pelanggar sistem karantina ini. Mereka mempunyai wewenang penuh tersangka yang dicurigai Covid-19 agar  tetap diisolasi. ihak kepolisian juga memiliki kekuasaan lebih besar memulangkan seseorang ke tempat tinggal mereka atau menahannya. Sementara itu, di negara bagian Queenslands, Pemerintahnya melakukan perekrutan polisi baru yang dipercepat.  Berbeda dengan tempat lain ketika aturan masih bersifat sukarela, polisi Queensland justru telah sigap menerapkan prokes di daerah merah untuk menjamin situasi yang kondusif. Polisi  tampak giat melakukan operasi-operasi  untuk meyakinkan sistem protokol kesehatan termasuk restriksi operasional bisa diterapkan pada bisnis dan usaha seperti pub, klub, gym, sarana olahraga indoor, kasino maupun klub malam.

Anggota Polisi Tidak Imum Dari Sanksi

Rendahnya infleksi lokal antara lain karena masyarakat Australia benar-benar mematuhi prokes yang digariskan pemerintah. Namun kadang justru penegak hukum yang melakukan pelanggaran. Pada April tahun lalu dilaporkan selain anggota parlemen ada dua anggota polisi yang telah didenda Pemerintah karena menyalahi prokes menjaga  aturan jarak yang diperbolehkan. Anggota parlemen negara bagian Queensland Trevor Watts dari partai Liberal akhirnya dipaksa mundur.

Sedangkan kedua polisi yang sedang tidak bertugas itu kedapatan  berada di tengah sejumlah orang yang tidak mengindahkan aturan menjaga jarak di East Toowoomba Minggu. Kedua polisi yang berpangkat senior itu masing-masing dikenai denda yang tidak sedikit yakni sebesar 1334 dolar Australia. (29/4/2020).

Penutupan Border Antar Negara Bagian dan Internasional

Salah satu kesuksesan Australia adalah menutup perbatasannya secara ketat. Polisi terus menjaga perbatasan antar negara bagian dan memeriksa setiap kendaraan yang masuk secara seksama dan meneliti apakah orang di dalamnya pernah berada di daerah yang termasuk titik hotspot covid.Sedangkan border internasional masih terus ketat dijaga polisi dan militer. Pemerintah Australia memutuskan penutupan border untuk pengunjung sampai sekarang ini. Hanya mereka yang berstatus warganegara dan permanen residen yang diizinkan masuk, meskipun harus melakukan isolasi ketat di hotel karantina selama dua minggu.

Warga negara dan PR yang ingin pulang sangat dibatasi jumlahnya karena banyak yang rentan menulari. Menurut catatan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT), masih ada sekitar 36 ribu warga dan PR Australia yang tertahan di negara lain dan belum bisa pulang. Karena masih tertahan, banyak warganya yang melaporkan Pemerintah Australia ke Komite HAM PBB di Jenewa pada  (29/03)  dengan alasan “telah melanggar hak azasi kembali ke tanah air sendiri”. Premier Victoria punya alasan memerintahkan kepolisian untuk bersikap tegas. “Tugas mereka bukan soal hak asasi, tapi persoalan kehidupan manusia yang harus diterapkan selama krisis pandemi.” Jelasnya.

Beberapa kota di Australia memang harus menghadapi lockdown ketat  pada akhir tahun lalu, di mana jam malam juga diperkenalkan sejak jam 9 malam sampai jam 5 pagi. Masyarakat waktu itu hanya dibolehkan ke luar rumah pada jarak radius paling jauh 5 km untuk keperluan membeli kebutuhan makanan, perawatan dan olahraga atau kerja yang sudah mendapatkan izin.

Victoria  harus menanggung lockdown ketat itu akibat meledaknya kasus Covid-19 akibat kesalahan fatal pengelolaan hotel karantina  pada bulan Mei sebelumnya. Faiza Mardzoeki dari Indonesia menceritakan betapa ketatnya sistem karantina  di Australia. Selama karantina 14 hari di Hotel Sofitel Sydney, ia tidak diperbolehkan keluar kamar.  Semua kebutuhannya diantar ke depan pintu kamar oleh petugas yang ditunjuk. Untuk bisa naik ke pesawat dia harus menunjukkan bukti tes PCR yang berlaku maksimal 72 jam sebelum penerbangan. Saat masih di dalam pesawat, banyak sekali informasi terkait dengan COVID-19 yang diberikan kepadanya. Begitu mendarat dan kaki keluar dari pesawat, penumpang sudah dijemput petugas kesehatan didampingi tentara dan polisi. Di luar bandara, penumpang yang baru mendarat dikawal tentara dan polisi untuk naik bus yang telah disiapkan, bahkan koper hanya boleh diangkat mereka.

Kritikan Terhadap Polisi

Tentu saja aktivitas penegakan hukum yang member wewenang amat besar kepada pihak kepolisian telah menimbulkan masalah-masalah yang tidak terfikirkan sebelumnya. Pertama, personel polisi, karena tuntutan kinerja yang berat, banyak yang tertular virus Covid-19. Ini karena pada awal penugasan,  kurang peralatan memadai guna melindungi mereka. Persatuan Polisi akhirnya menuntut negara agar  melakukan langkah-langkah lebih jauh agart polisi dapat bekerja lebih efisien karena  perluasan wewenangnya.

Undang-Undang baru pencegahan covid yang mengatur pergerakan manusia dan kumpulan manusia memberi wewenang besar kepada polisi untuk bertindak dan tampak bagus hasilnya, karena digunakan polisi untuk mengenakan denda di tempat maupun hukuman-hukuman lain bagi yang tidak menaati, melanggar  atau menimbulkan masalah baru. Pengenaan denda yang tidak main-main, menurut pengacara institusi polisi, Samantha Lee, bagus demi penegakan keamanan masyarakat, namun ternyata menimbulkan keprihatinan. Penegakan hukum ini telah mempengaruhi kehidupan masyarakat tak mampu, terutama anak muda dan masyarakat asli yang pengangguran.

Kalau ini terlalu keras diterapkan, dikawatirkan dapat memarjinalisasikan mereka dan malahan mendorong mereka melakukan kejahatan baru  karena tidak mampu membayar dendanya. Aturan baru soal denda ini karenanya harus diterapkan hati-hati. Dilain pihak, masyarakat harus taat hukum dan harus membantu pekerjaan polisi yang bertugas.

Penegakan Yustisia di Indonesia

Didasarkan Undang-Undang Kesehatan masyarakat, dibantu oleh penegak hukum (kepolisian), Australia tampak telah menerapkan aturan-aturan ketat dan denda yang amat besar bagi yang melanggarnya dan usahanya cukup berhasil dan menginspirasi. Mungkin itu sebabnya mengapa penduduknya tampak patuh meskipun serangkaian kritikan-kritikan atas perlakuan dan wewenang besar polisinya masih sering dipertanyakan. Apakah langkah yang dilakukan polisi di Australia  bisa atau perlu diterapkan di Indonesia?

Upaya menghadapi pandemi covid-19 di Indonesia akhir-akhir ini ditunjukkan oleh Polri di Indonesia lewat  program Operasi Yustisi yang dilaksanakan selama bulan April ini. Tujuannya menjaring pelanggar protokol kesehatan prokes di seluruh Indonesia. Mereka yang tidak menggunakan masker, berkerumun dan tidak menjaga jarak akan ditangkap dan polisi berhak menyita barang bukti seperti KTP, hanfone. STNK dan sebagainya. Usaha ini dikatakan untuk memberi efek jera dan penegakan hukum, karena penegakan hukum adalah ultimatum remedium.

Polisi memang dapat mengenakan pasal tertentu untuk menjerat masyarakat yang membandel yaitu Pasal 212, 216, 218 Undang-Undang Karantina Kesehatan, Wabah Penyakit dan sebagainya. Ironis dengan yang dilakukan polisi Australia ada warganya yang patuh agar pandemi dapat terkontrol, warga asing di Indonesia justru banyak menyalahi prokes dan menimbulkan masalah bagi pemerintah setempat. Gubernur Bali I Wayan Koster mengeluhkan  banyaknya warga asing di wilayahnya sulit diatur sehingga perlu langkah-langkah baru harus diterapkan.

Hampir semua pelanggar protokol kesehatan yang kena denda di Bali justru warga asing. Jumlah pelanggaran dilaporkan tercatat sebanyak 8.864. Tidak sedikit di antara mereka warga Australia yang di negaranya bisa sangat patuh. Tidak sedikit yang berusaha membela diri tidak menggunakan masker atau menjaga jarak. Bahkan beberapa di antaranya melawan dan sulit diajak bekerjasama dan berpartisipasi. Seperti video yang viral di sosial media, beberapa pelanggar oleh bule nakal itu hanya berupa melakukan push up di hadapan polisi.Tampaknya perlu penerapan sanksi yang lebih ketat dan keras kepada siapa saja, termasuk penduduk lokal mengenai keseriusan prokes dan sanksi bila meremehkan dengan sengaja. Bila tidak, transmisi covid-19 akan sulit dikontrol di Indonesia dalam waktu dekat. Cara-cara yang ditempuh oleh Pemerintah Australia menerapkan dengan serius aturan-aturan protokol kesehatan itu dapat dijadikan rujukan. Melihat apa yang telah dilakukan oleh polisi Australia, kita menyadari bahwa aturan dibuat hitam putih dan harus ditaati semua pihak berikut sanksi-sanksi bagi individu dan dunia usaha bila melanggarnya. (Isk – dari berbagai sumber)

Exit mobile version