Site icon Info Seputar Muslim

Efektifkah aturan Restriksi pergerakan penduduk yang dikontrol oleh Polisi Australia selama pandemi Covid-19?

Penerapan lockdown dan pembatasan gerakan masyarakat kedengarannya suatu hukuman besar yang ditimpakan oleh pemerintah an aparat, karena diterapkan secara berturut-turut di kota-kota besar Australia dari Adelaide, Brisbane, Perth hingga Melbourne. Namun, terbukti kini bahwa wabah bisa dikontrol, terutama untuk menekan tersebarnya infeksi dari varian baru sepanjang upaya tracing menyeluruh tetap dijalankan. Pemberlakuan ‘lockdown’ dan larangan bepergian lewat penutupan batas-batas negara bagian yang ketat menyebabkan orang Australia bisa merayakan Paskah tahun ini, karena pandemi sudah dapat terkontrol dan kunjungan antar kota dan antar negara bagian dapat dilakukan kembali.

Jakarta, 20 April 2021. Sejak awal mula pandemi Covid-19, kepolisian di Australia sudah berperan aktif membantu Pemerintah dalam penanganannya. Sementara pihak rumah sakit dan tempat-tempat pemeriksaan Covid-19 terus bekerja sesuai kapasitasnya, pihak kepolisian lebih berfokus pada penjagaan kontrol perbatasan dan pergerakan-pergerakan manusia antara negara guna tujuan menekan transmisi virus Covid-19 tersebut. Seperti di Indonesia pihak kepolisian Australia juga dibantu pihak tentara/militer  dalam operasionalnya karena kesamaan etos kerja demi pengabdian terhadap masyarakat.

Peran mereka diperlukan untuk membantu penerapan sistem pemonitoran teknologi dan karantina guna  penghindaran perluasan transmisi covid di dalam masyarakat luas Australia. Tugas ini bukan tidaklah biasa dan amat menantang bagi kepolisian di Australia. Apalagi mereka dituntut mampu mengelola hotel karantina dan membuat restriksi pergerakan setiap warganya. Di masa-masa puncak pandemi, hampir 80% kekuatan personil kepolisian dilaporkan tersita hanya demi menghadapi pandemi ini.

Pemerintah negara bagian NSW memuji-muji kinerja bagus kepolisiannya yang selalu berada di garda terdepan sejak awal pandemi. Kehadiran mereka membantu dan mendampingi pemerintah untuk upaya penegakan hukum aturan dan penyediaa pengamanan serta logistik, adalah vital dalam mendukung pemerintah sukses mengelola kesehatan masyarakat.

Restriksi pergerakan penduduk dan Lockdown

Di samping protokol kesehatan, penggunaan masker dan penerapan lockdown yang berubah-ubah. salah satu pendekatan Australia yang berhasil adalah larangan warganya melakukan perjalanan ke luar dari tempat tinggalnya. Semboyan ‘borders save lives’ (penjagaan perbatasan untuk menghindari jatuhnya korban-korban baru karena virus Covid-19) digaungkan ketika ada aturan baru dalam perbatasan antar negara bagian. Australia adalah negara federal yang terdiri atas beberapa negara-negara bagian dan teritori. Aturan covid-19 dengan demikian tidak sama satu sama lain, termasuk dalam penutupan perbatasan yang sering diprotes  satu negara bagian terhadap negara   tetangganya.

Setiap negara bagian memiliki hak menerapkan kebijakan masing-masing. Kebijakannya juga amat tergantung pada garis politik partai yang berkuasa karena . kebijakannya yang diterapkan tidak menjadi senjata untuk melawan popularitas penguasa di mata para warganya. Personel polisi di negara-negara bagian tersebut selalu bekerja menurut garis Pemerintahan setempat, termasuk dalam mengerahkan wewenang berjaga-jaga dan mengawasi keluar masuknya warga secara ketat di perbatasan.

Seseorang, secara teori sulit sekali menerobos barikade kekuatan personel kepolisian di jalan-jalan itu, apalagi teknologi sudah juga diterapkan. Meski demikian, masih didapati orang-orang yang melanggar aturan walaupun sudah sadar resiko denda besar bahkan hukuman penjara. Tidak seperti di Indonesia, dimana sosialisasi dan edukasi selalu ditekankan agar masyarakat mematuhi aturan, di Australia sepertinya sudah tanggungjawab setiap individu untuk melek informasi. Kepatuhan orang Australia pada umumnya selama Covid-19 haruslah dipuji. Patricia Fliss, seorang ekspatriat Perancis yang lama bermukim di Sydney Australia menyatakan bahwa, berbeda dengan masyarakat Eropa, orang Australia rata-rata melek aturan Pemerintah walau suatu aturan diterapkan mendadak seperti  yang terjadi selama pandemi Covid-19 ini.

“Saya fikir ini mentalitas yang sudah terbangun. Bahwa setiap individu harus sama-sama melindungi karena tinggal di negara pulau yang di-share. Bila seorang individu tidak mematuhinya, ancaman hidup terhadap individu lain demikian besar.”Demikian tambahnya. Berbagai media massa dan media sosial sering melaporkan pelanggaran atas restriksi pergerakan manusia  dan denda-denda atau bahkan tuntutan penjara bagi pelanggar serius.

Beberapa kasus malah menunjukkan siapa saja bisa terjerat. Pernah seorang Menteri negara bagian tanpa ampun ditangkap polisi karena melakukan perjalanan ke ruang pantainya dan diendus oleh pihak media sebagai suatu skandal. Seperti sudah diterangkan di atas, seperti di negara-negara lain, penanganan Covid-19 di Australia sarat nuansa politik. Sda tarik menarik antara partai yang berkuasa dengan partai oposannya dalam mengomentari kebijakan tentang Covid-19.

Pemerintah Federal di Canberra saat ini dipegang Partai Liberal, sementara negara-negara bagian seperti Queenslands, Western Australia dan Victoria dikuasai oleh partai buruh. Itu sebabnya garis penanganan Covid-19 dari pusat tidak selalu disetujui  ditingkat negara bagian dalam semua soal terutama karantina hotel, restriksi pergerakan dan izin atau larangan tempat usaha selama pandemi.

Kritik masyarakat

Sebagaimana dilaporkan kantor Berita ABC News (24/8/20),  pihak masyarakat juga melancarkan kritikan atas penanganan covid-19 yang ketat. Pemerintah pusat maupun di negara bagian dan kepolisian  yang memiliki kekuasaan yang lebih besar  dibanding sebelum Covid-19 dipersoalkan.

Undang-undang Darurat diberlakukan sebagai pembenaran untuk kekuasaan tersebut termasuk wewenang menciptakan restriksi kebebasan bergerak di kalangan masyarakat. Bila tidak disertai transparansi dikawatirkan  ini bisa membahayakan demokrasi dan hak-hak sipil. Demikian kata Presiden WA Law Society Nicholas van Hattem.

Menurutnya, penting bagi negara memberlakukan undang-undang itu  secara bertanggungjawab karena terlalu besarnya kekuasaan polisi sekarang di masyarakat. Larangan keras dalam pergerakan manusia  dansistem lockdown dibanding negara-negara Barat manapun menjadi isu yang paling mencuat. Pemerintah dan kepolisian memang selama ini sangat ketat menerapkannya. Mereka tidak sembarangan mengeluarkan izin pergerakan manusia. Beberapa dari mereka memprotes bahwa polisi telah semena-mena dan memperlakukan mereka seperti pengungsi, dan ini pelanggaran sipil. Pemerintah dan kepolisian membenarkan tindakannya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa ‘sekarang kita masih hidup karena larangan melakukan perjalanan walaupun berat untuk dijalani’.

The Human Law Centre ingin adanya pemberlakuan investigasi bila  polisi kemudian ternyata melakukan tindakan yang berlawanan dengan semangat dasar undang-undang darurat negara itu karena masyarakat perlu transparansi dan pertanggungjawaban penerapannya.Seorang anggota Parlemen dari partai Green Alison Xamon mengharapkan agar undang-undang tersebut harus ditinjau kembali saat pandemi berakhir.

Konsisten dengan aturan dan protokol

Australia akhir-akhir ini merasa bangga telah sangat sukses dalam upaya meratakan kurva penularan Covid-19. Setiap harinya, kasus covid-19 di Australia  telah sangat rendah sehingga restriksi pergerakan manusia demi menekan penyebarannya bisa dihapuskan. Bila pada akhir Maret 2021 personel kepolisian masih berjaga-jaga di tengah lalu lintas yang macet karena penerapan lockdown, hanya dalam beberapa waktu berselang sudah dapat dihapuskan.

Deputy Commisioner  kepolisian Gollschewski dengan tegas memperingatkan warga kota Brisbane Queenslands soal pemberlakuan denda besar bila warganya berusaha kabur ketika libur Paskah. Karena keberhasilannya, maka restriksi pergerakan manusa itu telah diangkat sejak 19 April 2021 yang baru lalu. Kini warganegara Australia yang ingin mengunjungi atau mudik ke Selandia Baru telah diijinkan tanpa harus dikarantina. Buah dari aturan yang tegas mengenai pergerakan manusia dan lockdown kini telah dapat dipetik dan dinikmati warganegara yang selama berbulan-bulan terkunci di daerah masing-masing

Itu sebabnya, Menteri urusan layanan darurat dan kepolisian NSW, David Elliot bangga pihak kepolisian selama ini telah mampu bekerja baik. Kinerja mereka menyumbang sinyalemen positif masyarakat yang mulai dapat melihat sisi positif penanganan Covid-19 yang tegas dan efektif. Tugas kepolisian berikutnya mengalihkan perhatian terhadap potensi kejahatan yang timbul karena pandemi telah menyebabkan masalah ekonomi di kalangan masyarakat.

Pemerintah masih tetap melaporkan keberhasilan-keberhasilan penanganan Covid-19 pada laman resminya (Australia.gov.au) di mana semua informasi jelas dan detail tersedia bagi masyarakat, termasuk  penerapan protokol kesehatan, pertemuan publik dan acara sosial yang diijinkan.

Imbauan larangan mudik di  Indonesia

Pemerintah Indonesia secara resmi melarang mudik bagi warganya selama 6-17 Mei 2021.Ini sesuai surat edaran kepala Satgas Penanganan COVID-19 No.13 Tahun 2021, tentang peniadaan untuk moda transportasi darat laut udara pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah.

Di jalur darat, kepolisian akan mendirikan pos penyekatan untuk mencegah pemudik. Sebelum 6 Mei, pihak kepolisian mulai meningkatkan pengamanan dengan melaksanakan Operasi Keselamatan untuk mencegah pemudik awal yang mencoba menghindari penyekatan.”Kami ada operasi mencegah pemudik yang ingin mencoba untuk menghindari penyekatan dengan berangkat lebih awal, sudah siap melaksanakan apa yang menjadi kebijakan dan arahan Mabes Polri,” kata Kepala Satlantas Polresta Surakarta Kompol Adhytia Warman Gautama Putra.

Operasi Keselamatan juga sudah disiapkan Polri selama 12 -25 April 2021. Selain menyasar penertiban lalu lintas, Operasi ini bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat atas larangan mudik Lebaran 2021.

            Menurut Kabang Ops Korlantas Polri Kombes Rudy Antariksawan, Operasi Keselamatan 2021 merupakan tindakan kepolisian prakondisi Idul Fitri sekaligus sosialisasi masif larangan mudik. “Imbauan larangan mudik ini sebagai cara pemerintah memberikan perhatian ke warganya. Di tengah pandemi ini tentu resiko penularan Covid 19 masih tetap ada. Maka dari itu, ini upaya kepolisian mengedukasi masyarakat terkait larangan mudik,” jelas Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol. JE Isir (19/4/2021).

Persoalan hangat pelarangan mudik ini mendapat berbagai respon di tanah air.

Diberitakan bahkan ada kepala daerah yang disinyalir terang-terangan tidak setuju dengan larangan mudik, yaitu Gubernur NTB Zulkieflimansyah. Riau Post (20 April 2021) menulis bahwa instruksi larangan mudik juga juga masih simpang siur. Lebih jauh lagi, banyak netizen yang melihat kontradiksi antara kebijakan larangan mudik dengan izin pariwisata selama liburan Lebaran. Seperti juga suara-suara di dalam negeri, persoalan konsistensi penerapan larangan mudik juga dilontarkan pengamat Indonesia di luar negeri. Apalagi rekam jejak Indonesia yang gampang membuat perkecualian-perkecualian dan kompromi sering terjadi.

Belajar dari Australia?

Wakil Direktur Acicis Prof David Reeve yang memiliki program pengiriman mahasiswa Australia ke Indonesia, menganggap pernyataan ‘himbauan tidak mudik’ bagi larangan mudik terdengar sebagai pesan yang membingungkan dan ambivalen. Sepertinya ini mencerminkan ketidaktegasan Pemerintah dalam menghadapi pandemi.

“Selain itu, Pemerintah Indonesia mungkin bisa belajar lebih banyak dari keberhasilan negara lain yang lebih tegas dan hitam putih agar bisa bekerja secara efektif.“ “Personel polisi di Australia selama ini amat tegas melakukan tugasnya di jalan raya, ketika ada larangan melakukan traveling antar negara bagian yang lockdown. Filosofinya, hanya satu orang terdeteksi virus Covid-19 semua akan terkena bahayanya.” Australia sebenarnya juga memiliki kepentingan dengan suksesnya penanganan covid-19 di Indonesia karena secara geopolitis bertetangga.

Australia diketahui telah turun tangan membantu PNG, tetangga dekatnya yang lain, agar negara ini dapat mengatasi masalah yang bisa menjadi ancaman nasional Australia. Pengalaman Australia ini menunjukkan bahwa satu kebenaran sebagai dasar membuat keputusan sangat diperlukan. Pelaksanannya juga harus dilaksanakan secara tegas, transparan dan efisien guna terbentuknya komunikasi pro aktif Pemerintah, polisi dan masyarakat. Penerapan lockdown dan pembatasan gerakan masyarakat kedengarannya suatu hukuman besar yang ditimpakan oleh pemerintah an aparat, karena diterapkan secara berturut-turut di kota-kota besar Australia dari Adelaide, Brisbane, Perth hingga Melbourne.

Namun, terbukti kini bahwa wabah bisa dikontrol, terutama untuk menekan tersebarnya infeksi dari varian baru sepanjang upaya tracing menyeluruh tetap dijalankan. Pemberlakuan ‘lockdown’ dan larangan bepergian lewat penutupan batas-batas negara bagian yang ketat menyebabkan orang Australia bisa merayakan Paskah tahun ini, karena pandemi sudah dapat terkontrol dan kunjungan antar kota dan antar negara bagian dapat dilakukan kembali.

Baru-baru ini warga Australia sudah dapat  menerapkan ‘traveling buble’ antar negara sesudah penerbangan antara Australia dan Selandia Baru dibuka Kembali. Pemerintah Australia selama ini telah terbantu sekali dengan keterlibatan aktif pihak kepolisian negara bagian maupun polisi federal. Kata kuncinya adalah kolaborasi dan keputusan yang dibuat dengan tegas, didasarkan kepercayaan masyarakat dan yang penting data yang benar. Peran warganegaranya dalam mentaati aturan merupakan kunci keberhasilan upaya melawan pandemi di Australia, meskipun sekitar 40 ribu orang Australia masih tertahan di luar negeri sejak merebaknya Covid-19 dan masih belum bisa mudik ke negaranya hingga kini, meski ini merupakan keputusan yang sulit. (Isk – dari berbagai sumber).

Exit mobile version