Kajian agama yang akan digelar secara daring oleh pegawai PT Pelni dibatalkan. Karena dituding, penceramah yang akan hadir memiliki paham radikal. Setelah direksi PT Pelni memutuskan acara kajian Islam Ramadan oleh Badan Kerohanian Islam PT Pelni dibatalkan. Dengan alasan ingin mencegah radikalisme di lingkungan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) . Kasus ini menjadi bukti bahwa komunitas BUMN yang merupakan perusahaan pemerintah masih rentan terpapar paham radikalisme. Lalu bagaimana cara pencegahannya?
Jakarta, 13 April 2021 – Kasus pembatalan kajian agama daring untuk pegawai PT Pelni yang dibatalkan direksi berlanjut hingga pemecatan pejabat yang diduga ikut terlibat dalam acara pengajian tersebut. Komisaris PT Pelni Dede Budhyaryo menjelaskan duduk perkaranya. Ia mengkonfirmasi, memang pejabat yang terlibat telah dicopot. Sebagai sikap tegas PT Pelni pada radikalisme. Dede mengatakan, pencopotan pejabat itu sekaligus peringatan bagi pegawai BUMN agar tidak sembarangan memberi panggung bagi penceramah radikal. “Selain pejabat yang terkait dengan kepanitiaan acara tersebut telah DICOPOT. Ini pelajaran sekaligus WARNING kepada seluruh BUMN, jangan segan-segan MENCOPOT ataupun MEMECAT pegawainya yang terlibat radikalisme. Jangan beri ruang sedikitpun BERANGUS,” tulis Dede dalam akun Twitternya, Jumat, 9 April 2021.
“Panitia menyebarkan info terkait pembicara Ramadhan belum ada ijin dari Direksi. Oleh sebab itu kegiatan tersebut DIBATALKAN,” sambungnya. Dalam keterangan tersebut, Dede mengungkapkan alasan mengapa acara kajian Ramadan daring Bakis Pelni itu dibatalkan seluruhnya. Secara terang-terangan, ia mengatakan bahwa alasannya karena mayoritas pengisi acara merupakan penceramah radikal.
Sebelumnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menceritakan pengalamannya menunaikan salat Jumat di sejumlah masjid. Said Aqil menemukan masih ada masjid yang isi ceramahnya kata-kata makian. Said Aqil meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memindaklanjutinya. Bagi Said Aqil, bila kondisi ini dibiarkan dikhawatirkan malah terjadi penyebaran paham radikalisme. Dalam pertemuan dengan Kapolri, Said Aqil juga merinci beberapa masjid yang sempat menjadi lokasi ceramah berunsur penghinaan tersebut.
Kapolri Rangkul Pemuda Masjid Lawan Radikalisme
Sementara itu, Kapolri pernah menerima kunjungan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) di Mabes Polri, Senin (22/3/2021). Dalam pertemuan itu, Kapolri mengatakan, pendekatan dan diskusi dengan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan guna menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dalam pertemuan ini Kapolri mengajak pemuda masjid membantu Polri untuk melawan radikalisme dan gerakan intoleransi di Indonesia. Dengan demikian, Kapolri menyambut, baik dimana bentuk intoleransi yang dilawan dengan moderasi keagamaan yang memerlukan tokoh-tokoh agama. “Kami juga siap bekerjasama dengan pemuda masjid untuk membangun bangsa,” ujar Listyo Sigit.
Menurutnya, peran ormas yang peduli bangsa saat ini sudah semakin bagus. Dia pun berharap, basis pemuda masjid sampai tingkat desa harus saling menguatkan. “Prinsipnya Polri siap bekerjasama dan mendukung program-program dalam memerangi hal-hal yang menyerang negara,” ungkap Sigit. Mantan Kabareskrim tersebut juga mengajak para tokoh dan pemuda agama bersatu membangun bangsa setelah adanya polarisasi di Pilpres dan Pilkada.
Temuan BIN dan BNPT Tentang Paparan Radikalisme
Pada tahun 2018, BIN (Badan Intelejen Negara) dan BNPT (Badan Nasional Pencegahan Terorisme) menemukan sejumlah fakta bahwa masjid-masjid di lingkup pemerintahan seperti kementerian, lembaga, dan BUMN, belum bebas dari paparan radikalisme. Dalam catatan Badan Intelijen Negara (BIN), dari 41 masjid yang terindikasi telah terpapar radikal, tersisa 17 lagi yang kondisinya masuk kategori parah.
Juru Bicara BIN, Wawan Hari Purwanto, mengatakan dakwah yang disampaikan khatib dalam ceramah salat Jumat di belasan masjid itu misalnya, berisi ajakan untuk berperang ke Suriah atau Marawi, Fipilina Selatan, dan disampaikan dengan “memelintir” ayat-ayat dalam Al Quran. Adapun menurunnya jumlah masjid yang terindikasi telah terpapar radikalisme itu, lantaran BIN bersama BNPT, gencar memantau dan melakukan tindakan persuasif terhadap khatib yang kerap menyebarkan ceramah radikal dan intoleransi.
Tak hanya itu, BIN dan BNPT juga menggandeng organisasi masyarakat Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) agar aktif berdakwah di lingkungan masjid pemerintahan. Hasilnya kini, masjid-masjid yang sebelumnya termasuk kategori radikal sudah mulai melunak. “Sekarang sudah menurun 60% (masjid yang radikal). Tadinya radikal sekarang tidak terlalu. Hanya perlu intensif komunikasi dengan takmir masjid. Takutnya kan kembali lagi,” ujarnya.
Kemenag Membuat Buku Panduan Khotbah
Sejak temuan dari BIN dan BNPT) muncul, Kementerian Agama langsung menggelar pertemuan dengan takmir atau pimpinan masjid di BUMN untuk berkoordinasi. Juru Bicara Kementerian Agama, Mastuki, mengatakan disepakati untuk menampilkan khatib yang lebih lebih moderat. Selain itu, kementerian juga mendorong para khatib membaca buku panduan khotbah yang bisa diakses secara bebas yang berisi tentang cinta kebangsaan dan tanah air. “Di BUMN sudah pro aktif menampilkan khotbah-khotbah yang lebih menyejukkan dan khotib yang terindikasi radikal sudah diganti,” imbuh Mastuki.
“Selain itu, upaya kita yang lain adalah mengeluarkan 200 nama khatib yang sempat menimbulkan pro-kontra. Tapi itu sesungguhnya bagian dari antisipasi dan memberikan alternatif bahwa banyak da’i yang memiliki wawasan kebangsaan,” sambungnya. Meski kebijakan itu sudah berjalan tapi Kementerian Agama mengaku belum mengetahui dampaknya. Adapun, Kemenag menambahkan, jika masyarakat masih menemukan penceramah yang menyerukan pesan berbau radikalisme atau intoleransi, agar mengadukan ke takmir masjid setempat. Cara itu, menurut Mastuki, lebih efektif dan akan cepat direspon.”Kalau masyarakat bisa mengontrol langsung. Bisa saja disampaikan ke takmir masjid supaya lebih efektif dan ditindaklanjuti,” tegasnya.
Waspadai Pelaku Terorisme dari Tempat Ibadah
Sementara itu, pengamat Terorisme, Al Chaidar, menyatakan paparan radikalisme maupun intoleransi tak hanya terjadi di masjid lingkungan kementerian, lembaga, dan BUMN, tapi sudah menyebar ke hampir seluruh tempat ibadah di Indonesia. Namun begitu, dakwah maupun ceramah yang disampaikan para khatib tersebut, tidak terlalu berdampak selama pemerintah cepat merespon dengan mengganti para pengkhotbah yang moderat. Ancaman lain yang harus diwaspadai pemerintah, menurut Al Chaidar, adalah lahirnya pelaku terorisme dari masjid-masjid di luar lingkup pemerintahan. Dalam penelitiannya, deklarasi pembaiatan sudah dilakukan secara terbuka di masjid-masjid.
“Ini masih penelitian, karena ada beberapa baiat dan deklarasi terjadi di beberapa masjid, tapi bukan masjid pemerintah. Kalau radikalisme di masjid pemerintah adalah hal yang biasa,” ujar Al Chaidar. Dia juga mengatakan, banyaknya masjid di pemerintahan yang menyuarakan radikalisme maupun intoleransi terjadi, karena selama ini kelompok moderat jarang berdakwah atau membuat ceramah. Kondisi itu dimanfaatkan kelompok lain yang beraliran Wahabi untuk menguasai masjid-masjid tersebut.
Antisipasi Perusahaan Cegah Masuknya Radikalisme
Adapun saran dan masukan terkait bagaimana cara efektif menangai radikalisme di BUMN dan perusahaan swasta adalah dengan memahami bahwa paham radikalisme agama adalah suatu pemikiran dan sikap kegamaan yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan dan aksi-aksi yang ekstrem. Ciri-cirinya adalah intoleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain), fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah), eksklusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya), dan menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Radikalisme tak bisa dinilai hanya dari penampilan luar seseorang, karena ia merupakan paham keagamaan yang ada di kepala, suatu pola pikir/mindset.
Perlu diketahui bahwa paham radikal dapat menyebar dalam korporasi karena didahului oleh penyebaran narasi radikal. Narasi ini bisa disampaikan atau disebarkan satu per satu atau kepada kelompok. Bentuk narasinya adalah cerita atau ujaran atau pernyataan yang dibungkus dengan jargon-jargon agama, yang diarahkan untuk dilaksanakan secara mutlak bahkan jika perlu menggunakan kekerasan. Hubungan kerja bisa menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan narasi radikal. Selain itu persamaan nasib, persamaan keyakinan dan ideologi agama, atau persamaan kebutuhan akan hal tertentu akan mempercepat narasi radikal menyebar dan menjadi suatu paham.
Hal ini juga didukung oleh internet atau media masa yang menjadi katalisator radikalisasi. Narasi radikalisme di BUMN dan perusahaan swasta akan sangat berbahaya jika diterima oleh orang-orang yang krisis identitas, atau dalam pengaruh atau tekanan pemberi narasi, misal dalam hubungan atasan-bawahan. Narasi radikal jika tidak ditangkal dengan efektif akan menjadi berbahaya bagi kehidupan korporasi. kewaspadaannya terhadap paham radikal, mengingat penyusupan paham radikalisme melalui SDM (sumber daya manusia) rentan terjadi di dalam perusahaan, sehingga sistem rekrutmen dan pengelolaan SDM sangat penting untuk dikembangkan.
Untuk itu, Direksi HRD (human resource department atau SDM) di BUMN dan perusahaan swasta meningkatkan kewaspadaannya terhadap paham radikal, mengingat penyusupan paham radikalisme melalui SDM rentan terjadi di dalam perusahaan, sehingga sistem rekrutmen dan pengelolaan SDM sangat penting untuk dikembangkan. Selanjutnya Direksi HRD dapat menggunakan kewenangannya untuk melakukan pencegahan, persuasi dan intervensi. Pencegahan adalah suatu tindakan untuk menghalau penyebaran ide- ide radikal dan ancaman radikalisme. Persuasif adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membujuk individu atau kelompok agar tidak terpapar ide-ide radikal atau melakukan tindakan radikalisme. Intervensi adalah suatu tindakan campur tangan yang dilakukan dengan maksud untuk menghentikan penyebaran ide-ide radikal, serta ancaman radikalisme.
Berikutnya Direksi HRD perlu proaktif berkoordinasi dengan BNPT. Apabila ada karyawan yang terindikasi terpapar radikalisme, segera laporkan ke BNPT untuk mendapatkan petunjuk tentang apa yang perlu dilakukan untuk mengatasinya. Direksi dan HRD perlu merumuskan strategi agar tempat ibadah di perusahaan tidak tersusupi oleh penceramah agama yang menyebarkan paham radikal. Memang tidak ada tempat ibadah yang radikal. Itu jelas istilah yang keliru. Namun, perlu diingat bahwa kelompok dan invidu radikal sering memanfaatkan tempat dan majelis seperti itu untuk menyebarkan narasi kebencian terhadap pihak lain yang berbeda paham maupun keyakinan agama, dan juga narasi kebencian terhadap pemerintah Indonesia.
Selanjutnya melakukan penghentian stigmatisasi dan opini negatif terhadap agama tertentu. Karena agama itu dimaksudkan untuk menjadikan penganutnya berperilaku baik dan damai. Jika ada orang beragama tertentu melakukan tindak kejahatan, maka kita tidak bisa serta merta menghakimi agama tertentu itu dan semua penganutnya sama jahatnya. Dalam upaya menangkal penyebaran radikalisme, perusahaan diharapkan mengoptimalkan pemanfaatan kearifan lokal di wilayah di mana perusahaan tersebut berada. Kearifan lokal sebagai kekayaan bangsa merupakan sarana yang efektif untuk menangkal radikalisme. Karena masyarakat di setiap daerah memiliki nilai-nilai luhur yang terkandung sebagai kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.
Oleh karena itu, perusahaan perlu melibatkan pemda dan tokoh-tokoh masyarakat setempat agar mereka merumuskan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat di daerahnya dan mengoptimalkannya untuk menangkal radikalisme. Perusahaan dapat perkokoh budaya perusahaan atau corporate culture. Dalam konteks ini budaya perusahaan berporos rasa kebersamaan. Budaya perusahaan adalah nilai-nilai bersama yang disepakati untuk diamalkan di kantor yang menjiwai semua nafas dan gerak karyawan dalam bekerja. Umumnya di semua BUMN dan perusahaan swasta, ada satu budaya perusahaan yang sama, yaitu teamwork (atau kekeluargaan atau kebersamaan atau istilah lain yang sepadan dengan itu). Ini sangat penting. Perusahaan perlu mendorong penuh penerapan budaya perusahaanini, sehingga semua karyawan akan merasa satu tubuh, satu jiwa, satu keluarga besar yang terikat oleh nilai-nilai yang sama, yakni nilai-nilai perusahaan/corporate values.
Ini sekaligus juga merupakan sebuah bentuk pengawasan bersama terhadap masing-masing karyawan. Hubungan antar karyawan jadi lebih cair dan sudah seperti keluarga. Pada gilirannya, suasana seperti ini akan memicu karyawan untuk berkontribusi positif terhadap perusahaan dan mengoptimalkan produktivitas mereka dalam bekerja. Sehingga tidak tersisa lagi pemikiran, energi, dan waktu buat karyawan untuk menjadi “radikal”. Menyediakan ruang bagi terbentuknya pelbagai macam Community of Interest (komunitas peminat)yang melibatkan karyawan lintas agama sehingga memberikan ruang dan perjumpaan di antara mereka dalam suasana informal, cair dan rileks. Bentuknya bisa perkumpulan seni, olahraga, atau hobi.
Ini bukan hanya akan menghilangkan sekat-sekat komunikasi dan membangun keakraban, melumerkan hirarki atasan-bawahan, dan mengakrabkan karyawan dari berbagai divisi yang berbeda- beda. Terakhir, dengan membaurkan karyawan yang berbeda agama dalam komunitas minat yang sama, maka terciptalah suasana di mana mereka bisa saling berdialog antar pemeluk agama, yang pada akhirnya, bisa saling menghargai keyakinan masing-masing. Dengan sejumlah saran di atas, mudah-mudahan tercipta lingkungan kerja di perusahaan yang diwarnai oleh suasana toleransi, kebinekaan, dan keberagamaan yang damai dan moderat. Dengan begitu, kita berharap tak ada lagi tempat bagi intoleransi, radikalisme, dan terorisme di perusahaan. (EKS/berbagai sumber)