Harus ditekankan di sini, penanganan Covid di Australia mungkin salah satu yang paling ketat di dunia. Dibandingkan dengan Indonesia juga responnya agak jauh berbeda.
Pemerintah Australia selama ini tampak sangat serius menangani kasus per kasus dan upaya pendokumentasian secara rinci atas pola penularan via tracing bila diketahui ada kasus infeksi Covid-19 di suatu daerah. Itu sebabnya jumlah korban meninggal termasuk yang paling sedikit secara global. Berbeda dengan Indonesia, Australia adalah negara yang bersistem federal, dan karena itu, setiap negara bagian memiliki otoritas melaksanakan kebijakan di masing-masing negara bagiannya termasuk penyesuaian pelonggarannya yang otonom.
Berbeda dengan sistem penerapan PSBB di Indonesia yang hanya menerapkan pembatasan-pembatasan demi memperkecil kontak fisik antar individu, di Australia lebih banyak diterapkan sistem lockdown. Artinya, bila dalam sistem PSBB orang tidak dilarang ke luar rumah, dalam berbagai kasus, hal ini tidak berlaku di Australia. Sistem di Australia lebih ketat, karena mengenal sistem karantina wilayah atau lockdown yang memutus kontak fisik antar individu. Bila keluar rumah tanpa kepentingan yang urgen dan diketahui oleh aparat, maka sanksinya cukup besar.
Jakarta, 6 April 2021. Kini sedang ramai diperbincangkan mengenai persoalan kebijakan pelonggaran PSBB dan dampak-dampaknya di Indonesia. Kebijakan pelonggaran PSBB, selain disambut dengan gembira terutama oleh pelaku bisnis, juga mendapatkan kritikan tajam terutama dari pakar dan ahli kesehatan. Baru-baru ini malahan menjadi viral soal kehadiran Presiden dan pejabat-pejabat tinggi menghadiri acara perkawinan pasangan selebriti, yang secara umum dianggap telah memberikan pesan yang kurang baik bagi upaya bersama dalam menangani pandemi Covid-19. Apakah persoalan soal pelonggaran PSBB di Indonesia itu juga dihadapi oleh negara lain semisal negara tetangga di Selatan Australia? Segi-segi apa yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan dan mengapa?
Penerapan pelonggaran PSBB di Indonesia
Seperti diketahui belum lama ini Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menerapkan pelonggaran PSBB. Sudah sejak awal memang Pemerintah dihadapkan pada dilema pilihan untuk memprioritaskan ekonomi dan kesehatan. Wacana penerapan pelonggaran atau relaksasi peraturan PSBB pada intinya untuk menjalankan perputaran ekonomi. Sejak awal Juni tahun lalu, kegiatan indusrti ekonomi dan bisnis di indonesia sudah mulai dibuka sesudah dilakukan kajian-kajian. Kementerian Perhubungan telah mulai mengizinkan transportasi darat, kereta api, laut dan udara kembali beroperasi dengan beberapa syarat. Selain pemberian izin tempat hiburan, perkantoran juga diberi izin operasional, dengan syarat tetap mengurangi kepadatan. jaringan bioskop juga direncanakan untuk mendapat izin asalkan sesuai dengan kapasitas maksimum 25%. Mal-mal dan toko-toko diperbolehkan beroperasi seperti semula sejak 8 Juni 2020 asalkan tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Kritik ahli Epidemiologis
Wacana Pemerintah tentang pelonggaran selalu mendapatkan kritikan langsaung dari para naskes seperti halnya para dokter dan ahli, mengingat risiko penularannya di Indonesia masih tinggi. “Ini belum waktunya (bagi pemerintah) mulai melonggarkan PSBB,” kata dr. Panji Hadisoemarto, ahli epidemiologi Universitas Padjadjaran. Setuju dengan pendapatnya, ahli epidemiologi lain dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar menyatakan bahwa justru saatnya Pemerintah memanfaatkan pengetatan pelaksanaan PSBB bukan malah sebaliknya. “Saya melihat PSBB inilah pilihan kita, optimalisasi harus dipertahankan hingga minimal 80 persen pengurangan aktivitas di luar rumah,” ujarnya.
Optimalisasi PSBB di Indonesia menurutnya masih pilihan terbaik guna menurunkan kurva pandemi. Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman juga menganggap pembatasan kegiatan, baik PSBB maupun PPKM untuk pengendalian Covid harus disesuaikan dengan tingkat positivity tes. Indonesia menurutnya masih dalam situasi belum siap membiarkan situasi seperti layaknya normal, apalagi Pemerintah masih belum konsisten mulai dari penerapan istilah PSBB dan PPKM, hingga keseriusan dalam penanganan pandemi.
PSBB selama ini tidak disertai penguatan pelacakan dan testing massal. Sekarang malahan ada pelonggaran. Padahal laju penularan di Indonesia masih 12 persen, termasuk tinggi untuk standar WHO. Laju penambahan angka kematian juga meroket. Demikian argumennya. Hermawan Saputra, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Mayarakat Indonesia (IAKMI) menunjukkan bahwa sejumlah lonjakan kasus telah terjadi sejak penerapan pelonggaran PSBB transisi akhir-akhir ini. Digelarnya kembali car free day (CFD) telah menyebabkan munculnya kerumunan di mana ketidakdisiplinan atas prokes masih tampak jelas di kalangan masyarakat.
Melihat Penanganan Covid-19 di Australia
Harus ditekankan di sini, penanganan Covid di Australia mungkin salah satu yang paling ketat di dunia. Dibandingkan dengan Indonesia juga responnya agak jauh berbeda. Pemerintah Australia selama ini tampak sangat serius menangani kasus per kasus dan upaya pendokumentasian secara rinci atas pola penularan via tracing bila diketahui ada kasus infeksi Covid-19 di suatu daerah. Itu sebabnya jumlah korban meninggal termasuk yang paling sedikit secara global. Berbeda dengan Indonesia, Australia adalah negara yang bersistem federal, dan karena itu, setiap negara bagian memiliki otoritas melaksanakan kebijakan di masing-masing negara bagiannya termasuk penyesuaian pelonggarannya yang otonom
Berbeda dengan sistem penerapan PSBB di Indonesia yang hanya menerapkan pembatasan-pembatasan demi memperkecil kontak fisik antar individu, di Australia lebih banyak diterapkan sistem lockdown. Artinya, bila dalam sistem PSBB orang tidak dilarang ke luar rumah, dalam berbagai kasus, hal ini tidak berlaku di Australia. Sistem di Australia lebih ketat, karena mengenal sistem karantina wilayah atau lockdown yang memutus kontak fisik antar individu. Bila keluar rumah tanpa kepentingan yang urgen dan diketahui oleh aparat, maka sanksinya cukup besar.
Pada masa lockdown, yang bisa sangat lama seperti di Melbourne Victoria, sekolah, kantor, kegiatan keagamaan, kegiatan, fasilitas umum, moda transportasi dan aspek pertahanan dan keamanan benar-benar dihentikan oleh Pemerintah dan aparat kepolisian bertugas dalam penegakan hukummya. Agak berbeda juga dengan di Indonesia, di Australia setiap kasus kematian karena Covid selalu bisa dihubungkan dengan alasan kegagalan atau kelalaian dalam penanganan pemerintah di sektor tertentu (misalnya pengelolaan rumah jompo untuk kematian di kalangan lansia).
Isu tersebut menjadi sasaran empuk untuk lawan politiknya memukul Pemerintah negara bagian yang berkuasa, tidak saja mengenai kebijakan Covid-19 tapi juga kebijakan kesehatan pada umummya. Karenanya, dapat dimaklumi bila pemerintah begitu berhati-hati sekali dalam penanganan Covid-19 dan senantiasa berusaha mencegah awak pers mengendus hal-hal di lapangan yang berlawanan dengan penerapan sekecilpun. Pemerintah selalu meng uptodate perkembangan Covid dan penanganannya, untuk pembenaran aksi agar diketahui secara jelas oleh masyarakat menggunakan medium apapun termasuk apps dan media sosial online.
Tentu saja seperti juga di negara-negara lain termasuk Indonesia masih saja terjadi banyak pelanggaran umum di kalangan masyarakat karena tidak mematuhi prokes dan tidak setuju kebijakan lockdown yang diberlakukan dari waktu ke waktu. Selalu ada berita dan info tentang penegakan hukum, denda dan kasus-kasus yang dilaporkan secara transparan dalam semangat sistem Demokrasi Barat atas hak-hak sipil.
Banyak juga berita mengenai aparat penegakan hukum seperti polisi berhasil membubarkan suatu even yang dipaksakan secara damai dan humanis. Misalnya, walaupun ada larangan batas berkumpul 500 orang melakukan pertemuan publik di tengah-tengah pandemi, masyarakat memaksakan aksi protes pada 26 Januari 2021 di hari Australia yang kemudian dibatalkan. Tidak sedikit juga di lingkungan masyarakat, pihak-pihak yang berseberangan dengan arah politik Pemerintah dan menyuarakan pendapat-pendapat dalam berbagai saluran termasuk media sosial.
Walaupun kewajiban menggunakan masker masih berlaku ketika melakukan perjalanan, banyak orang di Australia yang tidak menggunakan masker ketika menggunakan transportasi publik. Selain itu juga masih ada satu dua kasus di mana seorang warga tidak jujur memberikan penjelasan sehingga upaya tracing Covid-19 dari Pemerintah menjadi sulit dan makan waktu prosesnya
Motif Politis ada di setiap negara
Namun sama dengan negara-negara lainnya, masalah Covid di Australia juga mudah dipolitisir dan digunakan sebagai isu menyerang pemerintahan yang sedang berkuasa. Selain persoalan penanganan prokes, penanganan karantina oleh kepolisian, masalah distribusi vaksin baru-baru ini juga mewarnai isu-isu dan perilaku saling serang antara partai buruh dan partai liberal.
Partai yang berkuasa dalam tingkat Federal saat ini adalah Partai Liberal (NLP), karenanya kebijakan partai Buruh yang berkuasa di negara bagian seperti Victoria, Queensland dan Western Australia kerap mendapat serangan baik dari partai oposisi secara lokal, maupun Pemerintah Pusat yang dikuasai partai Liberal. Premier Daniel Andrews dari Victoria selalu mendapat kritikan yang keras dari kelompok pebisnis dan industri yang pro Liberal. Isolasi lockdown yang amat ketat di Victoria yang dikuasai oleh partai Buruh diserang habis-habisan oleh pihak partai liberal, dengan alasan menjadi biang keladi matinya kalangan bisnis.
Ketika persoalan transmisi covid-19 masyarakat terjadi di Victoria sesudah pegawai hotel karantina terpapar, Andrews membela habis-habisan Menteri urusan Kepolisian yang dianggapnya sudah melakukan upaya penegakan hukum yang semestinya. Pihak oposisinya meminta Perdana Mentri Scott Morrison mengambil alih penanganan itu karena Andrews dianggap gagap; memperlihatkan kepemimpinan di saat paling diperlukan.
Penanganan pandemi Covid-19 di negara bagian Queensland, akhir-akhir juga mendapat serangan dari Menteri Pertahanan Peter Dutton yang berlatar Liberal dan berasal dari Queensland. Karena berasal dari Partai Liberal, usaha Premier negara bagian NSW Gladys Berejeklian misalnya justru dipuji-puji oleh Pemerintah meskipun ia menciptakan masalah terutama di masa awal pandemi. Pernah ramai dibicarakan bahwa Premier Berejiklian sendiri diprotes karena ironisnya tidak mematuhi aturan prokes dari aturan yang dibuatnya. Diketahui ia tidak menjalani isolasi mandiri dan masih beraktivitas sesudah diswab. Sedangkan seorang Menterinya yang lain, diketahui tetap melakukan perjalanan meskipun ada larangan dari Pemerintahannya sendiri.
Menurut Jan Lingard, seorang aktivis hak-hak migran di Australia, perilakunya seperti itu tidak memberi contoh yang baik. “Yang membuat aturan justru melanggar aturan protokolnya sendiri’. Demikian jelasnya. Pemerintahan dianggap menerapkan standar ganda, pilih-pilih dan memberi pengecualian. Cukup lama Pemerintah memperbaiki citra buruk karena konsekuensi masyarakat tidak merasa harus mengikuti disiplin ketat bisa terjadi.
Soal Distribusi vaksin
Setelah begitu banyak kritikan yang hanya berfokus pada masalah lockdown, kini isu di Australia lebih mengarah pada pendistribusianvaksin dan hubungannya dengan lockdown. Pengamat di sosial media mengungkapkan janji Pemerintah Federal mendistribusikan vaksin akhir Maret yang molor telah menyebabkan lockdown di negara bagian Queensland harus diterapkan. Tanggapan tersebut muncul menjawab kritikan Peter Dutton, Menteri Federal dari partai Liberal menyerang premier Anastasia Palaszczuk dari Partai Buruh Queensland.
Pemerintah Federal telah berjanji sudah akan mendistribusikan dan melakukan vaksinasi jutaan penduduk Australia pada akhir Maret, namuin kenyataannya sampai kini baru terealisasi 600 ribu saja. Demikian protes masyarakat. Premier Palaszczuk sesungguhnya sangat popular di kalangan masyarakat karena ketegasannya dalam penanganan penularan Covid-19 selama ini. Dalam setiap kesempatan, lewat akun twitter nya (29/3) ia meyakinkan masyarakat bahwa: “Memang lock down ini menyulitkan. Tapi ini adalah cara terbaik yang harus dilakukan, karena ini didasarkan oleh saran kesehatan yang benar. Yang terpenting adalah kita selalu terlindungi” Ia dipuji karena bisa menarik kebijakan restriksi terbatas sesudah situasi sudah menjadi kondusif, dengan memberikan izin acara-acara keluarga terutama menjelang perayaan libur paskah Paskah yang berlangsung baru-baru ini.
Membandingkan dengan masalah kelonggaran PSBB di Indonesia
Jelaslah bahwa Indonesia tidaklah sendirian dalam menetapkan kebijakan yang terbaik buat negaranya, sebab negara lain pun dihadapkan pada pertanyaan yang sama. Setiap pelanggaran dalam prokes harus diidentifikasi dan dikaji. terutama ketika diberlakukan kebijakan pelonggaran dengan ukuran-ukuran monitor yang jelas terutama soal prokes. Apakah pemerintah Indonesia sama ketatnya dengan pemerintah Australia dalam upaya mereduksi dan menghilangkan pandemi Covid-19?
Aturan standar prokes harus ditujukan bagi semua, tidak pandang bulu, bukan bisa dilanggar karena kedekatan dengan pejabat dan figur publik, dan bisa ada pengecualian. Dalam konteks Covid-19, sosok teladan seorang pemimpin smasih didambakan orang. Menyikapi kehadiran Presiden Jokowi bersama pejabat tinggi lain termasuk Prabowo Subianto dalam acara pernikahan Atta Hallilintar dan Aurel Hermansyah yang dihadiri begitu banyak undangan dalam situasi pandemi sekarang ini di Indonesia baru-baru ini, tampaknya dianggap sangat membahayakan.
Epidemiolog Dicky merasa merasa prihatin, meskipun tahu bahwa acara sudah digelar sesuai protokol kesehatan ketat guna pengurangan ketat potensi penularan. Tapi dengan banyaknya pernikahan yang dibubarkan aparat dalam konteks yang sama tampaknya ada pilih-pilih. Banyak tokoh publik, youtuber dan sebagainya yang juga menyayangkan ini karena bisa berdampak pada keberhasilan pesan edukasi prokes yang telah susah payah dibangun selama ini.
Menurut seorang dokter Indonesia di Australia Dr Lesmana, kehadiran orang penting di suatu keramaian pesta yang mengundang banyak orang, memberi pesan bahwa pesta-pesta besar sudah diperbolehkan lagi.Selama ini, mewajibkan masyarakat untuk patuh prokes adalah tidak mudah, sehingga mengapa sifat urgansi pengumpulan orang banyak selalu ditekankan. Itu yang diperlihatkan oleh Pemerintah Australia yang harus dicontoh Indonesia. (ISK – dari berbagai sumber).