Jakarta, CNN Indonesia — Eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman mengaku tak mengenal belasan eks anggota FPI berstatus terduga teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang mengaku sempat berbaiat kepada kelompok teroris Negara Islam dan Suriah (ISIS).
Polisi sudah menyebut belasan teroris jaringan JAD merupakan anggota ormas terlarang, Front Pembela Islam (FPI) Makassar.
“Enggak kenal saya,” kata Munarman dalam keterangannya, Kamis (4/2).
Munarman tak banyak komentar terkait hal tersebut. Ia pun tak menjawab perihal dugaan kehadirannya saat kegiatan baiat ratusan simpatisan dan laskar FPI di markas FPI Makassar, Jalan Sungai Limboto kepada ISIS.
Diketahui, seorang terduga teroris mengaku bila kegiatan baiat itu turut dihadiri oleh pengurus FPI termasuk Munarman.
Senada, eks Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar mengklaim tak mengetahui perihal adanya anggota FPI yang diduga teroris terafiliasi JAD berbaiat kepada ISIS tersebut.
“Kami tidak tahu,” kata Aziz singkat.
Polisi sudah mengatakan belasan terduga teroris jaringan JAD yang ditangkap di Makassar merupakan anggota aktif di organisasi terlarang FPI. Hal itu terungkap selama polisi melakukan proses pemeriksaan terhadap tersangka teroris yang dilakukan di wilayah Sulsel.
Mantan Sekretaris FPI Sulawesi Selatan (Sulsel), Agus Salim Syam membantah bila bekas markas FPI di Jalan Sungai Limboto dijadikan tempat berbaiat kepada ISIS.
“Tidak pernah ada Baiat di bekas Markas Daerah Laskar FPI Sulawesi Selatan yang saat itu di Sungai Limboto,” kata Agus.
Makassar-Jakarta
Sementara, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri memindahkan total 26 tersangka tindak pidana teroris dari wilayah Gorontalo dan Makassar ke Jakarta pada Kamis (4/2) hari ini.
Para tersangka teroris itu akan menjalani pemeriksaan lanjutan oleh penyidik. Mereka dibawa dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten untuk menempati Rumah Tahanan (Rutan) Khusus Teroris di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
“Hari ini Densus 88 antiteror Polri memindahkan 26 tersangka aksi terorisme di Indonesia. 7 dari Gorontalo dan 19 dari Makassar,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono kepada wartawan, Kamis (4/2).
Rusdi menerangkan bahwa puluhan teroris itu terlibat dalam sejumlah aksi yang terjadi di wilayah Indonesia ataupun luar negeri. Dia merincikan, tujuh tersangka dari Gorontalo merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang melakukan kegiatan militer teroris.
Mereka mulai melakukan pelatihan-pelatihan mulai dari beladiri, hingga melempar pisau.
“Kelompok ini merencanakan kegiatan penyerangan Mako Polri, rumah dinas anggota polri dan rumah pejabat di Gorontalo dan juga berencana melakukan aksi perampokan pada beberapa toko di sekitar Gorontalo,” kata dia.
Kemudian, 19 teroris lain dari Makassar merupakan pihak-pihak yang terafiliasi dengan ISIS. Mereka pun diidentifikasi kepolisian sebagai anggota FPI Makassar yang berafiliasi dengan JAD.
Kelompok ini, disebutkan Rusdi sempat merencanakan dan terlibat dalam sejumlah aksi terorisme seperti pengeboman gereja Oikemene di Samarinda pada 2016. Beberapa diantara juga merupakan pelaku pengeboman gereja katedral di Zulu, Filipina pada 2019 lalu.
Dalam keterangannya, Rusdi menjelaskan bahwa para tersangka yang ditangkap itu beberapa diantaranya memiliki hubungan keluarga.
Misalnya, keluarga yang mana sang ayah dan Istrinya bernama Ruli Lian Zeke dan Ulfa Handayani. Mereka merupakan pelaku pemboman gereja katedral di Zulu Filipina di tahun 2019. Keduanya diketahui memiliki 5 orang anak.
“Ruli Lian Zeke dan Ulfa Handayani memiliki lima anak. Satu anak sekarang ditahan pihak keamanan Filipina karena terlibat aksi terorisme atas nama Cici. Kemudian dua bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, satu masih ada di Suriah, satu tertangkap dari 19 orang di Makassar,” kata dia.
“Kemudian punya menenatu Andi Baso yang terlibat kasus pengeboman gereja Oikemene di Samarinda 2016. Artinya dari kelompok ini adalah terdapat bapak, ibu, anak dan menantu terlibat dalam aksi terorisme,” katanya.