JAKARTA- Apa itu Tasyabbuh dan mengapa begitu penting diketahui? Tasyabbuh secara ilmu syar’i adalah kegiatan menyerupai umat agama lain dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka.
Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal dikutip pada Sabtu (8/1/2021) dari Rumaysho, mengatakan tasyabbuh ini perlu diperhatikan agar tidak meniru kekhasan atau kekhususan mereka dalam berpenampilan, bergaya, dan seterusnya.
Efeknya ada dari tasyabbuh ini yang dapat mencelakakan agama seorang muslim walau itu hanya menyerupai gaya lahiriyah dan tidak ada kesamaan dengan batinnya. Namun tetap tasyabbuh itu terlarang.
Mengenai larangan tasyabbuh disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Baca Juga: Renungan Jumat, Tifatul Sembiring Ingatkan Sebuah Janji Kesabaran
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Lantas apa efek tasyabbuh? Ibnu Taimiyah dalam kitab lainnya berkata, “Sesungguhnya tasyabbuh (meniru gaya) orang kafir secara lahiriyah mewariskan kecintaan dan kesetiaan dalam batin. Begitu pula kecintaan dalam batin mewariskan tasyabbuh secara lahiriyah.
Hal ini sudah terbukti secara inderawi atau eksperimen. Sampai-sampai jika ada dua orang yang dulunya berasal dari kampung yang sama, kemudian bertemu lagi di negeri asing, pasti ada kecintaan, kesetiaan dan saling berkasih sayang. Walau dulu di negerinya sendiri tidak saling kenal atau saling terpisah.” (Iqtidha’ Ash Shirothil Mustaqim, 1: 549).
Lalu kapan disebut tasyabbuh? Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Patokan disebut tasyabbuh adalah jika melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang yang ditiru. Misalnya yang disebut tasyabbuh pada kafir adalah seorang muslim melakukan sesuatu yang menjadi kekhususan orang kafir.
Adapun jika sesuatu sudah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin dan tidak jadi kekhasan atau pembeda dengan orang kafir, maka tidak lagi disebut tasyabbuh. Seperti itu tidaklah dihukumi tasyabbuh, namun bisa jadi dinilai haram dari sisi lain.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3: 30).
Hukum tasyabbuh itu bertingkat-tingkat. Tasyabbuh bisa jadi kufur seperti meniru orang musyrik dalam hal istighatsah pada wali penghuni kubur, ngalap berkah.
Tasyabbuh bisa jadi dinilai haram seperti mencukur jenggot dan mengucapkan selamat pada perayaan selain Islam.
Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh pada orang kafir yang diharamkan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah lewat, “Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” (HR. Muslim no. 260).
Dengarkan Murrotal Al-Qur’an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran