JAKARTA- Bersedakah atau berinfak adalah hal yang baik. Lantas bagaimana bila istri bersedakah perlukah meminta izin suami dulu.
Firman Allah Ta’ala :
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).
Ibnu Kathir dalam tafsir-nya menerangkan bahwa berinfaq dalam kondisi lapang maupun sempit bisa diartikan demikian. Namun lebih luas diterangkan bahwa kondisi yang dimaksud juga bisa dalam keadaan giat ataupun malas, sehat ataupun sakit dan dengan segala kondisi apapun. Para ahli surga tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak dilalaikan oleh keadaan apa pun dalam bertakwa kepada-Nya.
Baca Juga: Istidraj, Bisnis Oke Serta Karier Lancar tapi Tak Sholat
Pada Tafsir al-Maraghi juga disebutkan bahwa berinfak dihadapkan pada dua kondisi, yakni keadaan mudah dan susah. Sebagian orang teramat berat untuk menginfakkan harta yang ia cintai. Bila mereka berhasil melakukannya maka itu menunjukan ketakwaan.
Adapun anjuran berinfak dalam keadaan susah ialah sebagai tantangan, karena pada umumnya mereka dalam kondisi tersebut cenderung meminta dari pada memberi. Maka bagi mereka yang masih bisa menyisihkan hartanya walaupun dalam keadaan susah, itulah ciri ahli surga.
Maka, dalam masalah ini perlu dirinci dulu. Jika harta milik sendiri, maka istri berhak menginfakkan atau menyedekahkan harta yang menjadi miliknya sendiri, tanpa harus izin suaminya, seperti harta dari warisan orang tuanya, hartanya semasa gadis, harta hasil usahanya sendiri, harta dari hadiah orang lain, termasuk harta hibah dari suaminya, sehingga semua ini adalah hak mutlak istri. Dia bebas memanfaatkannya untuk semua jenis kebaikan.
Imam al Bukhari dalam Shahih-nya membuat Bab berjudul:
Bab zakat untuk suami dan anak-anak yatim yang ada dalam pengasuhan. Ini menunjukkan kebebasan bagi seorang istri menggunakan hartanya sendiri, termasuk dia bersedekah, bahkan dia berzakat untuk suaminya yang fakir.
Zainab Radhiallahu ‘Anha, seorang shahabiyah yang bersuamikan laki-laki yang miskin, yaitu Abu Mas’ud Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu.
Zainab bertanya kepada Rasulullah :
“Apakah bisa diterima zakatku untuk suamiku dan anak-anak yatim yang dalam pengasuhanku?”
Rasulullah menjawab:
“Ya, bagi dia (istri) dua pahala; pahala menguatkan hubungan kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR. Bukhari).
Di masa Rasulullah pun, para wanita menyedekahkan hartanya sendiri tanpa izin suaminya. Hal ini tertera dalam hadits berikut:
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata; Nabi keluar pada hari ‘Ied lalu shalat dua rakaat dan beliau tidak shalat lain sebelum maupun sesudahnya, kemudian beliau mendatangi jamaah wanita bersama Bilal, lalu beliau memberikan nasihat dan memerintahkan mereka untuk bershadaqah. Maka diantara mereka ada yang memberikan gelang dan antingnya. (HR. Bukhari).
Kisah ini menunjukkan kaum wanita bersedekah tanpa izin suaminya saat mereka dianjurkan bersedekah oleh Rasulullah ?.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
Hadis ini menunjukkan bolehnya bagi kaum wanita menyedekahkan hartanya tanpa izin suaminya, dan tidak dibatasi hanya 1/3 hartanya. Inilah mazhab kami dan mazhab mayoritas ulama. (Syarh Shahih Muslim).
Ada pun untuk harta bukan miliknya tapi milik suaminya yang mesti dijaganya, atau uang belanja sehari-hari yang seharusnya dibelanjakan sesuai amanahnya maka itu mesti izin suami jika ingin menyedekahkannya.
Dalam hadis lainnya :
Tidak boleh bagi seorang istri melakukan pemberian kecuali dengan izin suaminya. (HR. Ahmad dan Abu Daud).Wallahu ‘Alam. (Widianingsih)
Dengarkan Murrotal Al-Qur’an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran