Site icon Info Seputar Muslim

Catatan Pakar Psikologi Forensik soal Tagar #PercumaLaporPolisi

Sempat trending di media sosial (medsos) Twitter tagar atau hashtag PercumaLaporPolisi buntut viral dihentikannya penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan terhadap anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel membuat sebuah catatan mengenai tagar PercumaLaporPolisi.

Reza memulai catatannya dengan membeberkan data kejahatan di Amerika Serikat. Reza mengklaim hanya 50 persen kejahatan yang dilaporkan ke polisi di Amerika.

“Merespons #PercumaLaporPolisi. Ini data di Negeri Paman Sam: dari keseluruhan kejadian kejahatan secara umum, yang dilaporkan hanya sekitar 50 persen. Dari 50 persen itu, yang dilanjutkan dengan penahanan hanya 11 persen. Dari 11 persen itu, yang berlanjut ke persidangan cuma 2 persen,” ujar Reza melalui keterangan tertulis, Sabtu (9/10/2021).

Untuk kasus kejahatan seksual, Reza menjelaskan hanya 25-40 persen yang dilaporkan, dengan laporan keliru sebesar 2-10 persen. Angka-angka tersebut, kata Reza, menunjukkan bahwa kejahatan seksual memang mengandung kompleksitas tinggi.

“Termasuk kemungkinan gagal diinvestigasi hingga tuntas, apalagi berlanjut sampai ke pengadilan. Di Amerika saja, jumlah kasus kejahatan seksual yang bisa ditangani hingga tuntas ternyata turun dari 60-an persen (tahun 1964) ke 30-an persen (2017),” tuturnya.

Selain itu, Reza membeberkan rentang waktu kejadian pemerkosaan dengan pelaporan kepolisian biasanya terjadi cukup jauh. Akibatnya, bukti bisa lenyap sehingga mengganggu proses penyelidikan.

“Penyebab dasarnya adalah jarak waktu yang jauh antara peristiwa dan pelaporan ke polisi. Rentang waktu yang panjang itu membuat, antara lain, pelaku kabur, bukti lenyap, saksi lupa, korban trauma berkepanjangan. Akibatnya, kerja penyelidikan dan penyidikan terkendala serius,” terang Reza.

“Walau demikian, SP3 bukan berarti penghentian penanganan selama-lamanya. Pada alinea terakhir, SP3 biasanya ada kalimat bahwa penanganan bisa diaktifkan kembali sewaktu-waktu diketemukan bukti dan saksi yang memadai. Jadi, saya tetap menyemangati korban dan keluarga–jika peristiwa dimaksud benar-benar terjadi–untuk terus berikhtiar dan berdoa,” sambungnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Sementara itu, Reza juga mengingatkan kepada pihak korban pemerkosaan supaya tidak terpancing tagar #PercumaLaporPolisi. Dia menegaskan laporan ke polisi harus tetap dilakukan.

“Pada sisi lain, ajakan untuk tidak melapor ke polisi, betapapun dilatari kekecewaan mendalam (dan itu manusiawi), tidak sepatutnya diteruskan. Pelaporan ke polisi tetap perlu dilakukan agar pada periode tertentu kinerja polisi dapat ditakar berbasis data. Juga karena ajakan tersebut bisa direspon secara salah sebagai ajakan untuk aksi vigilantisme. Dan ini berbahaya,” papar Reza.

Lebih lanjut, Reza mengungkapkan, di samping masalah penanganan dugaan kejahatan seksual terhadap anak, Polri perlu diberi masukan agar menyusun laporan kinerjanya secara lebih komprehensif.

“Tidak sebatas jumlah laporan, tapi mencakup pula: berapa yang diproses sampai ke pengadilan, apa dan berapa yang ditangani dengan diversi, tren tuntutan jaksa, tren vonis hakim, ragam penghukuman pemasyarakatan dan residivisme,” imbuhnya.

Adapun Reza menganggap laporan selengkap itu mengharuskan seluruh lembaga penegakan hukum, termasuk Polri, untuk duduk bareng dan menyajikan laporan tunggal dengan judul laporan penegakan hukum periode tertentu. Dari laporan terintegrasi itulah masyarakat bisa mengukur sudah sejauh mana sesungguhnya kerja otoritas penegakan hukum di Indonesia.

Sebelumnya, viral di medsos soal penghentian penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan anak oleh Polres Luwu Timur pada akhir 2019. Tagar atau hashtag #PercumaLaporPolisi pun sempat trending buntut viralnya penghentian penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan itu.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menegaskan kepolisian pasti memproses setiap laporan masyarakat. Namun, dia menjelaskan, proses hukum yang ada didasarkan pada alat bukti.

“Banyak diabaikan ya datanya dari mana dulu? Yang jelas apabila setiap laporan masyarakat yang menginginkan pelayanan kepolisian di bidang penegakan hukum, pasti akan ditindaklanjuti dan tentunya diproses kepolisian sendiri didasari dari alat bukti,” ujar Rusdi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/10).

Rusdi menekankan polisi pasti menindaklanjuti semua laporan warga apabila ditemukan alat bukti yang cukup. Jika tidak, penyidik pasti tidak akan melanjutkan laporan tersebut.

“Ketika memang didasari oleh alat bukti dan penyidik berkeyakinan ada suatu tindak pidana, pasti akan ditindaklanjuti. Tetapi ketika satu laporan ternyata alat-alat bukti yang menjurus pada laporan tersebut tidak mencukupi, dan ternyata memang penyidik berkeyakinan tidak ada suatu tindak pidana, tentunya penyidik tidak akan melanjutkan laporan tersebut,” imbuhnya.

Adapun tagar itu sempat trending di Twitter kemarin. Tagar #PercumaLaporPolisi itu muncul setelah kasus dugaan pemerkosaan anak di Luwu Timur yang dihentikan viral. Tagar itu juga muncul sebagai buntut banyaknya kasus kekerasan seksual lain yang dianggap diabaikan polisi.

Sumber: detik.com

Exit mobile version